25.Kitab Adab Makan

AlhafizNet

بسم الله الرحمن الرحيم
KITAB ADAB MAKAN.
Yaitu: yang pertama dari 'Rubu' 'Adat-Kebiasaan" dari Kitab "Ihya' 'Ulumi'ddin".

Segala pujian bagi Ailah yang telah menyusun dengan sebaik-baiknya pimpinan aiam. DijadikanNya bumi dan langit, diturunkanNya air yang tawar dan awan. Lalu dengan air itu, dikeluarkanNya biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan. DiiakarkanNya rezeki uan makanan. DipeliharakanNya dengan segala macam makanan itu akan kekuatan segala yang hidup (al-hajawanat) dan ditolongNya kepada berbuat tha'at dan amal  shalih dengan memakan segala yang baik-baik.

Dan selawat kepada Muhammad yang mempunyai kemu'jizatan yang mcngkagumkan. Dan kepada kaum keluarganya serta para shahabatnya dengan rahmat yang terus-menerus sepanjang waktu dan yang berlipat ganda sepanjang masa.

Dan anugerahilah keselamatan kepada mereka yang sebanyak-banyaknya!
Adapun kemudian, maka sesungguhnya maksud dan orang-orang yang mempunyai hati (akal pikiran). ialah menjumpai Allah Ta'ala dinegeri balasan. Dan tiada jalan untuk sampai berjumpa dengan Allah, selain dengan ilmu dan amal. Dan tiada mungkin rajin. mengerjakan keduanya itu, selain dengan keselamatan badan. Dan tiada bersih keselamatan badan Jiu, selain dengan berbagai macam pangan dan makanan sehari-hari dar. n.emperolehinya sekedar yang diperlukan sepanjang waktu. Maka dari segi ini, berkatalah sebahagian salaf yang shalih: "Sesungguhnya makan itu sebahagian dari Agama". Dan berdasarkan kepada ini, diperingatkan oleh Tuhan ssrwa sekalian alam, dengan firmanNya - dan DIA adalah yang terbenar dari segala yang berkata:
كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
(Kuluu minath-thayyibaati wa'maluu shalihaa)
Artinya: "Makanlah yang baik-baik dan berbuatlah amal shalih!" - S. Al-Mu'-minun, ayat 51
Maka barangsiapa yang makan, supaya dengan makan itu ia memperoleh kekuatan untuk ilmu dan amal serta kuat kepada bertaqwa, niscaya tiada seyogialah membiarkan dirinya tersia-sia, melepaskan diri, lepas bebas dalam makan, sebagaimana lepas bebasnya binatang ternak ditempat penggembalaan. Dan apa yang menjadi jalan dan wasilah kepada Agama, sewajarnyalah didhahirkan sinar Agama padanya. Dan sinar Agama itu, ialah adab-adab dan sunat-sunatnya. yang dipegang teguh kekangnya oleh hamba. Dan dicemetikan oleh orang yang bertaqwa dengan cemetinya. Sehingga ia menimbang dengan timbangan Agama akan keinginan makan itu. untuk maju dan mengekanginya. Maka jadilah ia dengan sebab yang demikian, menolak dosa dan menarik pahala, walaupun ada padanya bahagian yang menyempurnakan bagi nafsunya. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
إن الرجل ليؤجر حتى في اللقمة يرفعها إلى فيه والى في امعليه السلام رأته  
(Innarrajula layu'jaru hattafil-luqmati yarfa'uhaa ilaa fiihi wa ilaa fi'mra-atih).
Artinya: "Sesungguhnya orang itu akan diberi pahala, sehingga pada suap yang diangkatnya kemulutnya dan kemulut isterinya". (1). Dan yang demikian itu, adalah apabila diangkatnya dengan Agama dan untuk Agama, dengan menjaga segala adab dan tugas Agama. Dan sekarang kami akan tunjukkan tugas-tugas Agama mengenai makan, segala yang fardlu, yang sunat, segala adab, segala kepribadian dan cara-cara-nya, dalam empat bab dan satu pasal pada akhirnya:
Bab Pertama: mengenai yang tak boleh tidak diperhatikan oleh orang yang makan, walaupun ia makan sendirian.
Bab Kedua: mengenai tambahan dari adab-adab (etikanya), disebabkan makan bersama-sama.
Bab Ketiga: khusus mengenai penyuguan makanan kepada teman-teman yang datang berkunjung.
Bab Keempat: khusus mengenai dengan undangan, jamuan dan yang me-nyerupainya.
1. Dirawikan AlBukhari dari Sa'ad bin Abi Waqqash.

BAB PERTAMA: mengenai yang tak boleh tidak (yang harus) bagi orang yang makan sendirian. Dan yaitu: tiga bahagian: sebahagian: sebelum makan, sebahagian: sedang makan dan sebahagian lagi: sesudah selesai dari makan.

BAHAGIAN PERTAMA: mengenai adab yang mendahului makan, yaitu: tujuh.
Pertama: bahwa adalah makanan itu, sesudah keadaannya halal, adalah baik segi mengusahakannya, sesuai dengan sunnah dan wara'. Tidak di-usahakan dengan sebab-sebab yang tidak disukai Agama. Tidak menurut kemauan hawa-nafsu dan berminyak air (mudahanah) pada Agama, menurut apa yang akan datang nanti penjelasannya tentang pengertian baik mutlak pada Kitab Halal dan Haram.

Allah Ta'ala telah menyuruh memakan yang baik-baik, yaitu: yang halal. Dan Ia mendahulukan: larangan memakan yang batil, daripada: membunuh. Karena pengagungan persoalan haram dan pembesaran barakah halal, dimana Ia berfirman:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
(Yaa-ay-yuhalla-dziina aamanuu laa ta'ku-luu am-waala-kum baina-kum-bil-baathili illaa an takuuna tijaaratan 'an taraadlin minkum wa laa taqtu-luu anfusukum innallaaha kaana bikum rahiimaa).Artinya: "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan jalan yang salah (batil), melainkan dengan perniagaan diatas suka rela satu sama lain dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah Maha-penyayang kepadamu". - S. An-Nisa', ayat 29.

Pokoknya pada makanan itu, adanya itu baik. Dan baik itu, termasuk sebahagian dari fardlu dan pokok Agama.

Kedua: membasuh tangan. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Berwudlu' sebelum makan itu menidakkan kemiskinan dan sesudah makan, menidakkan gangguan setan". (1).
Pada suatu riwayat: "menidakkan kemiskinan sebelum makan dan sesudahnya". Karena tangan itu tidak terlepas dari kotoran dalam melaksanakan segala pekerjaan. Maka membasuhnya adalah lebih dekat kepada kebersihan dan kejemihan. Dan karena makan itu, dengan maksud meminta pertolongan kepada Agama, adalah ibadah. Maka wajarlah didahulukan kepada makan itu, apa yang berlaku pada Agama, sebagaimana berlakunya suci pada shalat.

1. Dirawikan AthThabrani dari Ibnu Abbas hadits dla'if.

Ketiga: bahwa diletakkan makanan itu diatas alas meja yang diletakkan diatas lantai. Dan itu. adalah lebih mendekati kepada perbuatan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.daripada mengangkatkannya keatas meja makan. Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم., apabila beiiau diberikan makanan. lalu meletakannya diatas lantai"'. (1).

Dan ini adalah lebih mendekati kepada tawadlu' (merendahkan diri). Kalau tak diietakkan atas lantai, maka diletakkan diatas alas meja (suf-rah). Karena kata-kata: sufrah itu mengingatkan kepada: safar (bermusafir). Dan teringat dari safar itu, akan safar akhirat (perjalanan keakhirat) dan perlunya kepada perbekalan taqwa.

Berkata Anas bin Malik r.a.: "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. tidak makan diatas meja makan dan pinggan makanan" (2).

Ditanyakan Anas: "Diatas apa kamu makan?" Beliau menjawab: "Diatas alas meja".
Orang mengatakan, bahwa empat perkara diadaadakan sesudah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم meja makan, pengayak tepung, pembasuh tangan dari semacam tumbuh-tumbuhan (ai-isynan) dan kenyang. Ketahuilah, bahwa kami, walaupun kami mengatakan, bahwa makan diatas alas meja itu lebih utama, tetapi tidaklah kami mengatakan: bahwa makan diatas meja makan itu dilarang, sebagai larangan makruh atau haram. Karena tak ada padanya larangan. Dan apa yang dikatakan, bahawa itu diadaadakan sesudah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم maka tidaklah segala apa yang diadaadakan itu dilarang. Tetapi yang dilarang, ialah yang diada-adakan (bid'ah) yang berlawanan dengan sunnah yang sudah tegas. Dan bid'ah itu mengangkat urusan itu dari Agama, pada hal masih ada alasan Agama.

Bahkan, kadang-kadang mengadakan ke-bid'ah-an itu wajib pada sebahagian hal, apabila sebab-sebabnya sudah berobah. Dan tak ada pada meja makan itu, selain daripada mengangkat makanan dari lantai untuk memudahkan makan. Dan hal-hal yang seperti itu tidaklah makruh padanya. Empat macam yang dikumpulkan tadi, mengenai bid'ahnya tidaklah sama. Tetapi ai-isynan (pembasuh tangan dari semacam tumbuh-tumbuhan) itu, adalah baik, karena padanya kebersihan. Sesungguhnya membasuh itu disunatkan, karena bersih. Dan al-isynan itu, adalah lebih menyempurnakan kebersihan. Dan mereka tidak memakainya, mungkin karena tidak dibiasakan pada mereka atau tidak mudah melakukannya. Atau mereka itu sibuk dengan urusan-urusan penting, tanpa ada waktu untuk berlebih-lebihan pada kebersihan. Ada juga mereka itu tidak membasuhkan tangan. Dan sapu tangannya, ialah tumit-kakinya. Dan yang demikian itu, tidaklah mencegah akan sunatnya mertibasuh. Adapun pengayak tepung. maka maksudnya, ialah membaguskan makanan, Dan itu diperbolehkan, selama tidak sampai kepada mengenakkan yang melewati batas. Adapun meja-makan itu, adalah memudahkan makan dan itu juga diperbolehkan, selama tidak sampai kepada tekebur dan membesarkan diri.

1.Dirawikan Ahmad dari AlHasan, hadits mursal.
2.Dirawikan AlBukhari dari Anas.

Adapun kenyang, maka adalah yang terberat dari empat perkara tersebut. Karena kenyang itu membawa kepada bergeloranya hawa nafsu dan mem-bangkitnya penyakit pada badan. Dari itu, hendaklah diketahui perbedaannya diantara yang bid'ah-bid'ah tadi.

Ke-empat: bahwa membaguskan duduk pada permulaan duduk, diatas alas meja dan meneruskan seperti yang demikian. "Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. kadang-kadang meletakkan kedua lututnya untuk makan dan beliau duduk atas punggung kedua tapak kakinya. Dan kadang-kadang beliau menegakkan kakinya yang kanan dan duduk diatas kakinya yang kiri". Ada beliau mengatakan: "Tidak aku makan dengan bersandar. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba yang makan, sebagaimana makannya hamba dan aku duduk sebagaimana duduknya hamba". (1). Minum dengan bersandar dimakruhkan, karena mendatangkan kemelaratan juga kepada perut. Dan dimakruhkan makan sedang tidur dan bersandar, kecuali barang yang dapat dibawa-bawa, dari biji-bijian umpamanya. Diriwayatkan dari Ali r.a., bahwa beliau memakan roti yang dibuat dari tepung, susu dan gula (ka'kah) diatas tilamnya dan beliau berbaring. Dan ada yang mengatakan, beliau bertelungkup diatas perutnya. Dan orang Arab kadang-kadang berbuat demikian.

Kelima: berniat dengan makan itu, untuk memperoleh kekuatan berbuat tha'at kepada Allah Ta'ala. Supaya ia menjadi orang yang tha'at dengan makan itu. Dan tidak bermaksud untuk berlazat-lazat dan bernikmat-nikmat dengan makan. Berkata Ibrahim bin Syaiban: "Semenjak delapan puluh tahun, tidak aku makan sesuatu untuk hawa-nafsuku". Dalam pada itu, bercita-cita menyedikitkan makan. Karena apabila makan untuk kuatnya beribadah, niscaya tidak benarlah niatnya itu, kecuali dengan makan kurang dari kenyang. Sebab kenyang itu, mencegah dari ibadah dan tidak akan kuat kepada beribadah. Maka dari pentingnya niat ini, membawa hancurnya hawa-nafsu dan mengutamakan sifat qana'ah daripada meluaskan. Bersabda Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم: "Tidak dipenuh-kan oleh seorang manusia akan karungnya, yang lebih jahat dari perutnya. Mencukupilah bagi anak Adam itu beberapa suap, yang menegakkan tulang punggungnya. Kalau tidak diperbuatnya yang demikian, maka sepertiga makanan dan sepertiga minuman serta sepertiga untuk nafas". (2). 

1. Dirawikan AlBukhari dari Abu Juhaifah.
2. Dirawikan AtTirmidzi dan katanya: hadits hasan (baik).

Dan dari pentingnya niat ini, bahwa ia tidak mengulurkan tangannya kepada makanan, kecuali ia sudah lapar. Maka adalah lapar itu, menjadi sesuatu yang harus mendahului makan. Kemudian, seyogialah mengangkat tangan sebelum kenyang. Dan barangsiapa berbuat demikian, niscaya ia tidak memerlukan dokter. Dan akan datang penjelasan faedahnya sedikit makan dan cara mengangsur pada menyedikitkan makan itu, pada Kitab Menghancurkan Nafsu Makan dari "Rubu' Membinasakan". Ke-enam: bahwa merasa senang dengan rezeki yang ada dan makanan yang berada dihadapan. Dan tidak bersungguh-sungguh mencari kenikmatan, meminta tambah dan menunggu lauk-pauk. Tetapi sebagai kehormatan bagi roti, bahwa ia tidak lagi menunggu datangnya lauk-pauk. Dan telah datang hadits menyuruh memuliakan roti. (1). Maka tiap-tiap yang mengekalkan hidup (dapat meneruskan hidup) dan menguatkan kepada ibadah, adalah mempunyai banyak kebajikan, yang tidak wajarlah dipandang hina. Bahkan tidak ditunggu shalat dengan roti, walaupun waktunya telah tiba, apabila berada dalam waktu yang luas. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Apabila datang waktu shalat iTsya' dan waktu makan malam, maka mulailah dengan makan malam" (2). Adalah Ibnu 'Umar r.a. kadang-kadang mendengar bacaan imam dan tidak bangun dari makan malamnya.

Manakala nafsu belum ingin kepada makan dan tak ada melarat melam-batkan makan, maka yang lebih utama ialah mendahulukan shalat. Apabila telah datang makanan dan iqamat untuk shalat telah dilaksanakan dan pada mengemudiankannya, mendinginkan makanan atau mengganggu pikiran, maka mendahulukan makan adalah lebih sunat, ketika luas waktu. Apakah nafsu makan itu ada atau tidak. Karena umumnya bunyi hadits yang tersebut tadi dan karena hati tiada terlepas daripada menoleh kepada makanan yang terletak itu, meskipun ia tidak lapar benar. Ketujuh: berusaha membanyakkan tangan pada makanan, walaupun dari keluar^ dan anaknya sendiri. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
اجتمعوا على طعامكم يبارك لكم فيه 
(Ijtami'uu 'alaa 'tha'aamikum, yubaarak lakum fiih).
Artinya: "Berkumpullah pada makananmu, supaya diberkati kamu padanya". (3).
Berkata Anas r.a.: "Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم tidak makan sedirian". (4). Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : "Makanan yang baik, ialah yang banyak tangan padanya".

1. Dirawikan Al-Bazzai dan Ath-Thabrani, dengan isnad .dla'if sekali.
2. Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar dan 'Aisyah r.a.
3. Dirawkan Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Wahsyi bin Harb, dengan isnad baik (hasan).
4. Dirawikan Al-Kharaithi dari Anas, dengan sanad dla'if.

BAHAGIAN KEDUA; mengenai adab ketika makan.
Yaitu: dimulai dengan بسم الله  Bismi'llah" pada permulaannya dan dengan  الحمد لله  Alhamduli'llah" pada akhirnya. Kalau dibacakan "Bismi'llah" serta tiap-tiap suap, maka itu adalah baik. Sehingga orang yang rakus itu, tidak lupa daripada mengingati Allah Ta'ala.
Dibacakan serta suap pertama: بسم الله  "Bismi'llah", serta suap kedua:بسم الله الرحمن "Bismi'llahi'rrahman" dan serta suap ketiga:بسم الله الرحمن الرحيم "Bismi'llaahi'rrahmaani'rrahiim". Dan hendaklah dikeraskan membacanya, supaya mengingatkan kepada orang lain. Dan makan itu dengan tangan kanan, dimulai dengan garam dan disudahi dengan garam. Dikecilkan suap, dibaguskan pengu-nyahaimya. Dan selama belum ditelannya suap itu, tidaklah tangan diulur-kan kepada suap yang lain. Kerena cara yang demikian itu, adalah tergo-poh-gopoh pada makan. Dan janganlah dicaci sesuatu makanan. Adalah "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. tidak pernah memburukkan sesuatu makanan. Apabila berkenan, dimakannya. Apabila tidak, ditinggalkannya". (1). Dan hendaklah dimakan yang dekat padanya, kecuali buah-buahan, maka boleh ia mengulurkan tangannya pada buah-buahan itu. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Makanlah yang mendekati kamu!" (2).
Kemudian, adalah Nabi صلى الله عليه وسلم. menoleh kepada buah-buahan, lalu ia ditanyakan mengenai itu, maka Nabi صلى الله عليه وسلم. menjawab: "Tidaklah buah-buahan itu satu macam".

Dan janganlah dimakan dari tengah piring dan dari tengah hidangan. Tetapi dimakan dari tepi (keliling) roti, kecuali roti itu sedikit, maka dipe-cahkan saja dan tidak dipotong, dengan pisau. Dan juga daging itu tidak dipotong. Telah dilarang oleh Nabiصلى الله عليه وسلم. dari yang demikian, dengan sabdanya: "Gigitlah daging itu!"

Dan tidaklah diletakkan atas roti itu piring dan lainnya, kecuali sesuatu, dimana-roti itu dimakan dengan dia. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Muliakanlah roti itu karena Allah Ta'ala rnenurunkannya dari keberkatan langit!" Dan jangan disapu tangan dengan roti. Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم."Apabila jatuh suapan seseorang dari kamu, maka hendaklah diambilnya! Dan hendaklah dibuang kotoran-kotoran yang ada padanya dan janganlah suapan yang jatuh itu, ditinggalkan untuk setan! Dan janganlah disapu tangannya dengan saputangan, sebelum dijilati jari-jarinya. Karena ia tidak tahu, pada makanan yang mana terdapat keberkatan". (3). Dan jangan dihembus makanan yang panas. Itu adalah dilarang. Tetapi bersabarlah, sampai mudah memakannya. Dan dimakan tamar itu yang ganjil jumlahnya, yaitu tujuh atau sebelas atau duapuluh satu atau apa yang kebetulan dapat. Dan jangan dikumpulkan antara tamar dan bijinya

1. Dirawlkan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
2. Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abi Salmah!
3. Dirawikan Ahmad dari Ibnu Abbas.

pada satu baki. Dan jangan dikumpulkan pada tapak tangannya tetapi diletakkan biji, yang dari mulutnya itu keatas punggung tapak tangannya, kemudian dicampakkan. Dan begitu pula tiap-tiap yang berbiji dan yang bersisa yang tidak dimakan. Dan tidak dibiarkan sesuatu dari makanan yang buruk, yang tidak dimakan, lalu diletakkan diatas piring. Tetapi hendaklah diletakkan bersama sisa yang tidak dimakan. Sehingga tidak meragukan dengan yang lain, lalu termakan nanti.

Dan tidak banyak minum sedang makan, kecuali karena tersangkut dari suap makanan pada lehernya atau karena sangat hausnya. Ada yang mengatakan. bahwa yang demikian itu disunatkan menurut ilmu kedokteran dan menjadi penyamak bagi perut.
Adapun minum, maka adabnya, ialah mengambil gelas dengan tangan kanan. seraya membaca: "Bismi'llah. Dan diminumnya itu, dengan pelan-pelan sambil bernafas (dengan menghisap). Tidak secara minum, tanpa bernafas. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم."Minumlah air dengan pelan-pelan sambil bernapas (dengan menghisap) dan janganlah diminum tanpa bernafas! Karena sesungguhnya penyakit jantung itu dari meminum air, tanpa bernafas". (1)•

Dan jangan diminum ketika sedang berdiri dan berbaring, karena Nabi صلى الله عليه وسلم. melarang minum sedang berdiri. (2).

Dan ada yang meriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. minum sedang berdiri, maka yang demikian itu mungkin, karena sesuatu halangan ('udzur). Dan dijaga akan bawah kendi, sehingga tidak menitik air keatasnya dan dilihat kedalam kendi sebelum minum. Dan tidak bersendawa dan bernafas dalam kendi air minum. Tetapi dijauhkannya kendi itu dari mulutnya dengan membaca "Alhamduli'llah". Dan dikembalikannya kemulutnya dengan membaca "Bismi'llah". Sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم. membaca sesudah minum:
الحمد لله الذي جعله عذبا فراتا برحمته ولم يجعله ملحا أجاجا بذنوبنا 
(Alhamdu li'llaahi'lladzii ja'alahuu 'adz-ban furaatan birahmatin, wa lam yaj'alhu milhan ujaajan bidzunuubinaa).Artinya: "Segala pujian bagi Allah yang menjadikan tawar, lagi manis dengan rahmatnya dan tidak menjadikannya masin, lagi pahit, disebabkan dosa kami".

Kendi dan tiap-tiap yang diedarkan kepada orang banyak, hendaklah die-darkan kepihak kanan. "Sesungguhnya Rasullu'llah صلى الله عليه وسلم. meminum susu, Abubakar r.a. dikirinya, seorang Arab desa dikanannya dan Umar setentang dengan Nabi صلى الله عليه وسلم. Maka berkata Umar r.a.: "Berikan kepada

1.Dirawikan Abu Mansur Ad-Dailami dari Anas.
2.Dirawikan Muslim dariAnas, Abi Sa'id dan Abu Hurairah.

Abubakar!" Lalu Arab desa itu mengambilnya dan Nabi صلى الله عليه وسلم. lalu bersabda: "Minum dari kanan, terus kekanan !" (1).
Dan air itu diminum pada tiga nafas, dimana memuji Allah pada akhir nafas-nafas itu dan membaca "Bismi'llah" بسم الله  pada awalnya. Dibaca pada akhir nafas pertama: "Alhamdulillah", الحمد لله   pada akhir nafas kedua ditambahkan "Rabbi'll-alamiin" dan pada akhir nafas ketiga, ditambahkan"Arrah-maani'rrahiim".
Maka inilah mendekati duapuluh adab (etika) pada waktu sedang makan dan minum, yang dibuktikan oleh hadits dan atsar.

BAHAGIAN KETIGA: mengenai apa yang disunatkan sesudah makan.
Yaitu: bahwa manahan (berhenti) sebelum kenyang, lalu menjilaii jarinya. Kemudian menyapu dengan sapu tangan. Kemudian membasuhnya. Dan memungut pecahun makan yang jatuh. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
 من أكل ما يسقط من المائدة عاش في سعة وعوفي في ولده
(Man akala maa yasquthu minaimaa-idaii 'aasya fii sa'atin wa 'uufiya fii waladih).
Artinya: "Barangsiapa memakan apa yang jatuh dari hidangan niscaya hidup ia dalam kelapangan dan disembuhkan anaknya dari penyakit". (2). Dan mencungkil giginya serta tidak menelan apa yang keluar dari antara gigi-giginya itu, dengan cungkilan, kecuali apa yang terkumpul dari pangkal giginya dengan lidahnya.

Adapun apa yang dikeluarkan dengan cungkilan, maka hendaklah dtludahkannya. Dan hendaklah berkumur-kumur sesudah mencungkil gigi itu. Mengenai ini. diperoleh atsar dari keluarga tumah tangga Nabi صلى الله عليه وسلم. Dan hendaklah dijilati piring serta diminum airnya. Dan dikatakan: "Barangsiapa menjilati piringnya, membasuh dan meminum airnya, niscaya adalah baginya seperti memerdekakan seorang budak. Dan memungut sisa-sisa makanan, adalah menjadi mahar (mas-kawin) bagi bidadari".

Dan hendaklah bersyukur kepada Allah Ta'ala dengan hatinya, terhadap apa yang telah dianugerahkanNya dari makanan. Lalu ia melihat makanan itu suatu nikmat daripadaNya. Berfirman Allah Ta'ala:
 كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ
(Kuluu min thayyibaati maa razaqnaakum wasykuruu lillaah).
Artinya: "Makanlah rezeki yang Kami berikan kepadamu yang baik danbersyukurlah kepada Allah". — S. Al-Baqarah, ayat 172.

1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Anas.
2.Dirawikan Abusy-Syaikh dari Jabir. Hadits ini diingkari benar-benar (munkar jiddan)

Manakala telah memakan yang halal, maka bacalah: "Segala pujian bagi Allah, yang dengan nikmatNya sempurnalah segala yang baik dan turun lah segala barakah. Wahai Allah Tuhanku! Berilah kepada kami makanan yang baik dan pakaikanlah kami ini pada jalan yang shalih".

Dan kalau makan yang syubhat, maka hendaklah dibaca: "Segala pujian bagi Allah dalam segala hal. Wahai Allah Tuhanku! Janganlah engkau jadikan yang kami makan itu, menjadi kekuatan kami untuk durhaka (berbuat ma'shiat) kepadaMu!"

Dan dibacakan sesudah makan, surat: ' Qul  hua'llaahu ahad" dan surat: "Li-ilaafi quraisyin". Dan janganlah bangun dari hidangan, sebelum hidangan itu diangkat lebih dahulu. Kalau ia memakan makanan orang lain, maka hendaklah berdo'a kepadanya dan hendaklah mendo'a: "Wahai Allah Tuhanku! Banyakkanlah kebajikan orang itu, berikanlah barakah kepadanya, pada apa yang Engkau berikan rezeki kepadanya! Mudahkanlah untuk ia berbuat kebajikan padanya! Berikanlah kepadanya sifat qana'ah dengan apa yang telah Engkau berikan kepadanya! Dan jadikanlah kami dan dia, menjadi orang-orang yang mensyukuri nikmatMu!"
Kalau 'berbuka puasa pada suatu kaum, maka hendaklah diucapkan: "Telah berbuka puasa pada kamu, oleh orang-orang yang berpuasa. Dan telah memakan makanan kamu, oleh orang yang baik-baik. Dan telah mendo'a dengan kerahmatan kepadamu, oleh para malaikat". Hendaklah diperbanyak membaca istighfar dan kegundahan hati,terhadap apa yang telah dimakan dari harta syubhat. Supaya kiranya, terpadamlah dengan air mata dan kegundahan hatinya itu, akan kepanasan api neraka, yang akan mendatanginya. Karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم

1. Dirawikan Ka'ab bin 'Ajrah.

 كل لحم نبت من حرام فالنار أولى به
(Kullu lahmin nabata min haraamin fan-naaru aulaa bih). Artinya: 'Tiap-tiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka api neraka adalah lebih utama dengan daging itu". (1).
Dan tidaklah orang yang memakan dan menangis, seperti orang yang memakan dan bermain-main.

Dan hendaklah dibacakan apabila meminum susu:
اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وزدنا منه  
(Allaahu'mma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa dzidnaa minh). Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Berilah kepada kami keberkatan mengenai apa yang telah Engkau berikan rezeki kepada kami dan tambahkanlah kepada kami daripadanya!" (1). Kalau dimakan yang lain, maka dibaca:
اللهم بارك لنا فيما رزقتنا وزدنا منه  
(Allahu'mma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa'rzuqnaa khairan minh). Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Berilah kami keberkatan mengenai apa yang Engkau berikan rezeki kepada kami dan berikanlah rezeki kepada kami yang lebih baik lagi daripadanya!"
Do'a tersebut adalah diantara do'a yang dikhususkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. untuk susu, karena merata kemanfa'atan nya, Dan disunatkan sesudah makan, membaca do'a: "Segala pujian bagi Allah yang memberikan makanan kepada kami dan memberikan minuman kepada kami dan memberikan kecukupan kepada kami dan yang memberikan tempat tinggal bagi kami. Yang Memimpin dan Yang Mengurusi kami. Wahai Yang Cukup dari segala sesuatu dan tidaklah segala sesuatu itu merasa cukup daripadaNya! Engkau berikan makanan dari kelaparan dan Engkau berikan keamanan dari ketakutan, maka bagi Engkaulah segala pujian! Engkau berikan tempat tinggal dari keyatiman. Engkau berikan petunjuk dari kesesatan. Dan Engkau berikan kekayaan dari kebutuhan. Maka bagi Engkaulah pujian dengan sebanyak-banyaknya, yang terus-menerus, yang baik, yang berman'fa'at, lagi bertambah-tambah barakah padanya, sebagaimana Engkau yang mempunyai dan yang mustahak padanya. Wahai Allah Tuhanku! Engkau telah memberikan kepada kami makanan yang baik, maka pakaikanlah kami dengan pemakaian yang baik! Jadikanlah dia suatu pertolongan bagi kami untuk mentha'atiMu. Dan kami berlindung dengan Engkau, bahwa kami memperoleh pertolongan dengan makanan yang baik itu, kepada perbuatan yang mendurhakai Engkau!" Adapun membasuh kedua tangan dengan semacam tumbuh-tumbuhan yang rasanya asin dan pahit (al-asynan) kalau sekarang dengan sabun (Pent) — maka caranya, ialah meletakkan al-asynan itu pada telapak tangan kiri

1. Dirawikan Abu Dawud dan AtTirmidzi dari Ibnu Abbas.

Dan dibasuhkan mula-mula tiga anak jari tangan kanan. Dan segala anak jarinya itu, dipukulkan keatas al-asynan yang kering,. lalu disapukan dengan itu bibimya. Kemudian dilicinkan pembasuhan mulut dengan anak jarinya, menggosok bahagian muka dan bahagian dalam dari gigi-gigpnya, langit-langit dan lidahnya. Kemudian membasuh segala anak jarinya dari yang demikian itu dengan air. Kemudian, menggosok dengan yang tinggal dari al-asynan yang kering itu., segala jari-jarinya bahagian iuar dan bahagian dalam. Dan mencukupilah dengan yang demikian. tanpa mengulangi al-asynan itu kemulut dan mengulangi membasuhnya.

BAB KEDUA: mengenai apa yang bertambah, disebabkan berkumpul dan bersama-sama makan. Yaitu: tujuh.
Pertama: bahwa tidak memulai mengambil makanan, bila bersama dengan orang yang lebih mustahak didahulukan, disebabkan karena tuanya atau lebih keutamaannya. Kecuali dia itu, orang yang diikuti dan yang dituruti. Maka ketika itu, seyogialah tidak melamakan menunggu, apabila mereka telah bersiap dan berkumpul untuk makan.
Kedua: bahwa tidak berdiam diri ketika makan, karena yang demikian itu, adalah sifat orang 'Ajam. Tetapi berbicaralah dengan yang ma'ruf (hal-hal yang baik) dan Jjerceritera tentang ceritera orang-orang shalih, mengenai makanan dan lainnya.

Ketiga: bahwa berperasaan halus dengan temannya pada pinggan makanan. Maka tidaklah ia bermaksud makan melebihi daripada yang dimakan temannya. Karena yang demikian itu haram, kalau tidak bersesuaian dengan kerelaan temannya, manakala makanan itu berkongsi. Tetapi seyogialah bermaksud melebihkan teman dan tidak memakan dua tamar sekali, kecuali apabila mereka berbuat demikian atau telah memperoleh keizinan dari mereka. Kalau dilihatnya temannya sedikit makan, maka hendaklah dirajinkan dan digembirakan teman itu kepada makan, serta dikatakan kepadanya: "Makanlah!" Dan tidaklah dilebihkan mengatakan: "Makanlah" itu, dari tiga kali. Karena yang demikian itu, sudah merupakan paksaan dan berlebih-lebihan. Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. apabila ditujukan perkataan kepadanya tentang sesuatu tiga kali, maka tidak diu-langi lagi sesudah tiga kali itu. Dan adalah iaصلى الله عليه وسلم. mengulang-ulangi perkataan tiga kali. (1).

Maka tidaklah termasuk adab, melebihkan dari tiga kali itu. Adapun me-maksakan teman dengan makan, maka dilarang. Berkata Al-Hasan bin Ali r.a.: "Makan itu adalah lebih mudah daripada dipaksakan kepadanya".

Keempat: bahwa ia tidak memerlukan temannya, sampai mengatakan kepadanya: "Makanlah!" Berkata sebahagian orang yang ahli ilmu kesopanan: "Sebaik-baik orang makan, ialah yang tidak memerlukan temannya mencarinya untuk makan dan menghilangkan dari temannya itu kewajiban berkata-kata (membujuknya dengan kata-kata untuk makan)". Dan tidak wajarlah meninggalkan (tidak memakan) sesuatu yang disukai, lantaran dilihat orang Iain kepadanya. Karena yang demikian itu adalah tingkah-laku yang dibuat-buat (tashannu ). Tetapi berlakulah menurut yang biasa dan tidak berkurang sedikitpun dari kebiasaannya waktu sendirian. Tetapi hendaklah membiasakan dirinya dengan adab sopan yang baik ketika sendirian. Sehingga tidak memerlukan kepada berbuat-buat, ketika makan bersama.

1. Dirawikan Al-Bukhari dari Anas.

Ya. kalau ia menyedikitkan makannya, karena mengutamakan bagi kawan-kawannya dan memperhatikan untuk mereka ketika memerlukan kepada yang demikian. maka itu adalah baik.
Kalau ia menambah makan. dengan niat menolong dan menggerakkan kesungguhan orang banyak kepada makan. maka tiada mengapa. Bahkan itu baik. Adalah lbnu'I-Mubarak mengemukakan tamar basah yang bagus, kepada teman-temannya, seraya berkata: "Barangsiapa mau makan lebih banyak. niscaya kuberikan kepadanya sedirham tiap-tiap sebiji yang dimakannya". Lalu ia menghitung biji-biji itu dan diberikannya uang dirham kepada tiap-tiap orang yang mempunyai kelebihan biji, menurut-jumlah bilangannya.
Yang demikian itu. adalah untuk menghilangkan malu dan menambahkan kegembiraan untuk melapangkan dada. Berkata Ja'far bin Muhammad r.a.: "Yang paling saya sayangi dari kawan-kawanku, ialah yang lebih banyak makan dan yang lebih besar suap. Dan yang paling berat kepadaku. ialah orang yang memerlukan aku kepada mengadakan perjanjian dengan dia tentang makan".
Semuanya itu. adalah ditujukan untuk bersikap menurut kebiasaan dan meninggalkan berbuat-buat (ushannu'). Berkata Ja'far r.a. pula: "Nyatalah kebagusan berkasih-sayang antara seorang dengan temannya, yaitu dengan bagus makannya dirumahnya".
Kelima: bahwa membasuh tangan pada tempat cuci tangan, tidak mengapa. Dan boleh berdahak kedalam tempat cuci tangan itu, kalau ia makan sendirian. Dan kalau makan bersama orang lain, maka tidak wajarlah berbuat yang demikian itu. Apabila disuguhkan tempat cuci tangan kepadanya oleh orang lain, karena menghormatinya, maka hendaklah diterima-nya.
Anas bin Malik dan Tsabit Al-Bannani r.a. berkumpul pada suatu tempat makan. Lalu Anas menyugikan tempat cuci tangan kepada Tsabit, maka Tsabit menolak. Lalu berkata Anas: "Apabila tuan dimuliakan oleh teman tuan, maka terimalah kemuliaan itu! Jangan ditolak! Karena dia itu memuliakan Allah 'Azza wa Jalla".
Diriwayatkan, bahwa Harunu'rrasyid mengundang Abu Ma'awiah Adl-Dlarir, lalu Harunu'rrasyid menuangkan air keatas tangan Abu Ma'awiah pada tempat cuci tangan. Setelah selesai, lalu bertanya Harunu'rrasyid: "Wahai Abu Ma'awiah! Tahukah tuan, siapa yang menyiram tangan tuan?"
Maka menjawab Abu Ma'awiah: "Tidak!"
Lalu menyambung Harunu'rrasyid: "Disiram oleh Amiru'l-mu'mi-nin!" Maka berkata Abu Ma'awiah: "Wahai Amiru'l-mu'minin! Sesungguhnya Tuanku memuliakan dan mengagungkan ilmu. Maka tuanku diagungkan oleh Allah dan dimuliakanNya, sebagaimana tuanku memuliakan ilmu dan ahli ilmu".
Dan tiada mengapa berkumpul membasuh tangan pada satu tempat cuci tangan pada satu ketika. Karena itu adalah lebih mendekatkan kepada merendahkan diri dan menjauhkan daripada lama menunggu. Kalau tidak mereka perbuat yang demikian maka tidak wajarlah dituangkan air masing-masing. Tetapi dikumpulkan air dalam satu tempat cuci tangan. Karena bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Kumpulkan air sembahyangmu, niscaya dikumpulkan oleh Allah akan perceraianmu" (1).

Ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksudkan dengan hadits ini, ialah yang diatas tadi.
Khalifah 'Umar bin 'Abdul-'aziz menulis surat kekota-kota besar, yang isinya: "Jangan diangkat tempat cuci tangan dari hadapan orang banyak, kecuali sudah penuh. Dan janganlah kamu menyerupai dengan orang 'ajam (bukan 'Arab)!"

Berkata Ibnu Mas'ud: "Berkumpullah membasuh tangan pada suatu tempat cuci tangan dan janganlah berbuat kebiasaan, menurut kebiasaan orang-orang 'ajam!"
Pelayan yang menuangkan air keatas tangan orang yang makan, dipandang makruh oleh sebahagian ulama, bahwa pelayan itu dengan berdiri. Dan lebih disukai dia itu duduk, karena lebih mendekati kepada tawadlu' (merendahkan diri). Dan sebagian mereka memandang makruh secara duduk. Diriwayatkan, bahwa dituangkan air ketangan seorang yang duduk, oleh seorang pelayan yang duduk. Lalu bangunlah orang yang dituangkan air keatas tangannya. Maka ia ditanyakan: "Mengapa anda bangun?"

Lalu ia menjawab: "Salah seorang dari kita haruslah berdiri. Dan ini, adalah lebih utama, karena memudahkan penuangan air dan membasuh. Dan lebih mendekati kepada tawadlu' orang yang menuangkan. Dan apabila pelayan itu mempunyai niat yang baik pada pelayanan itu, maka ketekunannya pada pelayanan, tak adalah padanya kesombongan. Karena kebiasaan berlaku dengan demikian.

Jadi, pada tempat mencuci tangan itu, terdapat tujuh adab kesopanan: bahwa tidak meludah kedalamnya. Bahwa didahulukan orang yang diikuti (yang menjadi ikutan orang banyak), dengan tempat cuci tangan. Bahwa diterima kehormatan dengan penyuguan tempat cuci tangan itu. Bahwa diedarkan tempat cuci tangan itu kesebelah kanan. Bahwa berkumpul padanya orang banyak. Bahwa dikumpulkan air kedalam tempat cuci tangan itu- Bahwa pelayan itu berdiri. Bahwa diludahkan air dari mulut dan dilepaskan tempat cuci tangan itu dari tangannya, dengan pelan-pelan. Sehingga tidak terpecik keatas lantai dan teman-temannya. Dan hendaklah disiramkan air oleh tuan rumah sendiri keatas tangan tamunya. Begitulah diperbuat oleh Imam Malik dengan Asy-Syafi'i r.a. pada permulaan tibanya kepada Imam Malik. Dan Imam Malik itu ber kata: "Jangan menggundahkan anda, dengan apa yang anda lihat daripadaku. Pengkhidmatan kepada tamu itu wajib".

1. Dirawkan AlQudla'i dari Abu Hurairah.

Ke-enam: bahwa tidak memandang kepada teman-temannya dan tidak mengintip mereka makan. Lalu mereka malu dengan demikian. Tetapi hendaklah memicingkan mata dari teman-teman dan berbuatlah untuk diri sendiri. Dan jangan menyelesaikan makan sebelum teman-teman, apabila mereka itu malu makan sesudahnya. Tetapi ulurkan tangan dan peganglah makanan dengan tangan, serta ambillah sedikit-sedikit, sehingga mereka itu siap makan.

Kalau sedikit makan, berhentilah duiu pada permulaan. Dan sedikitkan makan, sehingga apabila mereka itu memakan secara meluas, lalu makan bersama mereka pada penghabisan. Begitulah diperbuat oleh kebanyakan shahabat r.a. Kalau tidak turut makan, disebabkan sesuatu hal, maka hendaklah meminta ma'af pada mereka, untuk menghilangkan malu dari mereka.

Ketujuh: bahwa tidak diperbuat apa yang dipandang jijik oleh orang lain. Maka janganlah digerak-gerakkan tangan pada piring makan dan janganlah ditundukkan kepala kepadanya, ketika memasukkan suap kedalam mulut. Apabila dikeluarkan sesuatu dari mulutnya, hendaklah dipalingkan muka dari makanan dan diambilkannya dengan tangan kiri. Dan jangan dimasukkan suap yang berlemak kedalam cuka dan jangan dimasukkan cuka kedalam makanan yang berlemak, karena kadang-kadang tidak disukai lagi oleh orang lain. Dan suap yang dipotongnya dengan giginya, janganlah dibenamkan sisanya kedalam kuah dan cuka. Dan janganlah berkata-kata dengan apa yang mengingatkan orang kepada yang jijik.

BAB KETIGA: mengenai adab menyugukan makanan kepada teman-teman dan pengunjung-pengunjung.

Menyugukan makanan kepada teman-teman. adalah padanya banyak keutamaan. Berkata Ja'far bin Muhammad r.a.: "Apabila kamu duduk bersama teman-teman pada suatu hidangan. maka lamakanlah duduk itu. Karena itu adalah sa'at. yang tidak diperhitungkan kepadamu daripada umurmu!"

Berkata Al-Hasan r.a.: "Tiap-tiap perbelanjaan yang dibelanjakan oleh seseorang kepada dirinya. kepada ibu-bapanya, lalu kepada orang-orang bawahannya. maka diperhitungkan itu kepadanya. Kecuali perbelanjaan oleh seseorang kepada teman-temannya tentang makanan. Maka Allah malu menanyakannya tentang itu".

Inilah. serta apa yang tersebut dari hadits-hadits, mengenai memberikan makanan itu, Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Senantiasalah para malaikat mendo'a kepada seseorang dari kamu, selama hidangannya terletak dihadapannya. sehingga diangkatkan". (1).

Diriwayatkan dari setengah ulama Khurasan, bahwa ia menyugukan kepada teman-temannya makanan yang banyak, yang tidak sanggup mereka makan semuanya. Ulama itu mengatakan: "Sampai kepada kami dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. bahwa beliau bersabda: "Bahwa teman-teman itu apabila mengangkat tangannya dari makanan, niscaya tidak diadakan hitungan amal (tidak dihisab) orang yang memakan sisanya". (2).

Maka saya menyukai memperbanyakkan, apa yang akan saya sugukan kepada tuan-tuan, supaya dapat kami memakan sisanya itu".

Pada suatu hadits tersebut: "Tidak diadakan hisab amal, akan hamba (hamba Allah atau seseorang), atas apa yang dimakannya bersama teman-temannya.

Karena itulah sebagian mereka memakan banyak bersama orang ramai dan memakan sedikit, apabila makan sendirian. Dan pada hadits tersebut: "Tiga perkara yang tiada dihisab (diperhitungkan) akan seorang hamba Allah padanya. yaitu: makanan yang dimakan waktu sahur, makanan yang dimakan ketika berbuka dan makanan yang dimakan bersama saudara-saudara (teman-teman)". Berkata Ali r.a.: "Lebih saya sukai mengumpulkan teman-teman pada satu gantang makanan, daripada aku memerdekakan seorang budak. "Ibnu 'Umar r.a. berkata: "Setengah dari tanda kemurahan hati seseorang, ialah membaguskan perbekalannya dalam perjalanan dan memberikannya kepada teman-temannya". Dan para shahabat r.a. itu berkata: "Berkumpul memakan makanan, adalah setengah dari perangai mulia". Mereka-direlakan oleh Allah kiranya mereka — berkumpul pada pembacaan Al-Qur'an. Dan mereka tiada

1.Dirawkan AthThabrani dari 'Aisyah, sanad dla'if.
2.Menurut Allraqi, beliau tidak mengetahui asal hadits ini.

berpisah, kecuali daripada merasakan makanan. Ada ulama yang mengatakan, bahwa berkumpul bersama teman-teman pada makanan yang mencukupi serta bersuka-sukaan dan berjinak-jinakan hati. tidaklah itu termasuk dunia yang sia-sia.

Tersebut pada hadits: "Allah Ta'ala berfirman kepada hambaNya pada hari kiamat: "Hai Anak Adam! Aku lapar. lalu engkau tidak memberikan makanan kepadaKu".Lalu menjawab hamba itu: "Bagaimanakah aku memberikan makanan kepada Engkau. sedang Engkau adalah Tuhan serwa sekalian alam?" Maka menjawab Allah Ta'ala: "Telah lapar saudaramu yang muslim. lalu tidak engkau berikan makanan kepadanya. Kalau engkau telah memberikan makanan kepadanya. maka adalah engkau telah memberikan makanan kepadaKu". (1).

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم."Apabila datang kepadamu orang berkunjung maka muliakanlah dia!" (2).
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Sesungguhnya dalam sorga itu, ada kamar-kamar, yang kelihatan dhahirnya dari dalam (batinnya) dan kelihatan batinnya dari dhahirnya. Kamar-kamar itu adalah untuk orang-orang yang berkata lemah lembut, memberikan makanan kepada orang dan mengerjakan shalat pada malam hari, dimana manusia lain sedang tidur". (3). Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم,:"Sebaik-baik kamu, ialah orang yang memberikan makanan kepada orang". (4),

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Barangsiapa memberi makanan kepada saudaranya, sehingga mengenyangkannya dan memberi minuman, sampai hilang hausnya. niscaya ia dijauhkan oleh Allah Ta'ala dari neraka, sejauh tujuh parit besar, dimana diantara dua parit itu, sejauh perjalanan limaratus tahun". (5).

Adapun adab kesopanannya, maka sebahagiannya tentang masuk dan sebahagiannya tentang penyuguhan makanan.

Adapun masuk, maka tidaklah dari sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم. menuju ketempat orang yang sedang menanti waktu makanannya. Lalu masuk waktu makan itu. Karena yang demikian, termasuk hal yang tiba-tiba dan telah dilarang dari yang demikian. Berfirman Allah  Ta'ala:

1. Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah. 
2. Dirawkan Al-Kharaithi dari Anas, hadits munkar (ditentang kebenarannya)
3. Dirawkan At-Tirmidzi dari Ali dan katanya, hadits gharib
4. Dirawkan Ahmad dan Al-Hakim dari Shuhaib, shahih isnad 
5. Kata Ibnu Hibban, bukanlah ini hadits Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. Dan kata Adz-Dzahabi, adalah . hadits gharib dan munkar.

لا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ
(Laa tadkhuluu buyuutan-nabiyyi illaa au yu'dza-na-lakum ilaa tha'aam'in ghaira naadhiriina inaah).Artinya: "Janganlah kamu masuk kedalam rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan. dengan tidak menanti-nanti makanan masak". — S. Al-Ahzab, ayat 53 - ya'ni: menunggu waktunya dan masaknya. Pada satu hadits. tersebut: "Barangsiapa berjalan kepada makanan, dimana dia tidak diundang kepadanya, maka sesungguhnya ia berjalan kesitu, sebagai orang fasiq dan ia memakan yang haram".

Tetapi orang yang masuk ketempat orang,apabila ia tidak menunggu dan kebetulan didapatinya orang-orang itu sedang makan. maka janganlah ia makan, sebelum diizinkan kepadanya. Apabila dikatakan kepadanya: "Makanlah!" maka hendaklah ia melihat dahulu. Kalau diketahuinya, bahwa mereka mengatakan itu, berdasarkan kasihan untuk menolonginya maka hendaklah ia menolong orang itu untuk memperoleh pahala (artinya: ia makan). Dan kalau mereka itu mengatakan yang demikian, karena malu, maka tidak sewajarnyalah ia makan. Tetapi sewajarnyalah ia mencari alasan untuk tidak makan.
Apabila ia lapar lalu menuju kepada sebahagian temannya untuk meminta makanan dan ia tidak menunggu waktu makan, maka tiada mengapalah yang demikian. Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. Abubakar r.a. dan Umar r.a. menuju kerumah Abil-Haitsam bin At-Taihan dan Abi Ayyub Al-Anshari, untuk memperoleh makanan yang akan dimakan. Dan mereka itu semuanya lapar. Dan masuk kerumah teman, dalam hal yang seperti ini,adalah menolong orang muslim itu sendiri untuk memperoleh pahala memberi makanan kepada orang. Dan itu adalah adat kebiasaan salaf (ulama-ulama terdahulu).

Adalah 'Aun bin Abdullah Al-Mas'udi mempunyai tigaratus enam puluh teman. Ia berkeliling kepada mereka dalam setahun. Dan orang lain mempunyai tigapuluh teman. Ia berkeliling kepada mereka dalam sebulan. Dan orang lain pula mempunyai tujuh orang teman, dimana ia berkeliling kepada mereka dalam seminggu. Maka adalah teman-teman itu, yang diketahui mereka, sebagai ganti dari usaha yang diusahakan mereka. Dan bangunnya teman-teman itu dengan maksud memperoleh keberkatan, adalah ibadah bagi mereka.

Kalau ia masuk dan tidak mendapati yang punya rumah dan ia percaya dengan persahabatannya dan mengetahui dengan kegembiraannya, apabila ia makan dari makanannya, maka bolehlah ia makan, tanpa izin yang punya rumah itu. Karena dimaksudkan dengan keizinan, ialah rela, lebih-lebih lagi mengenai makanan.

Dan urusannya adalah berdasarkan kepada kesanggupan. Maka banyaklah orang yang menegaskan dengan keizinan-nya serta bersumpah-sumpah, pada hal ia tidak setuju. Maka dalam hal ini, memakan makanannya adalah makruh. Dan banyaklah orang yang tidak ada dirumahnya, yang tidak memberi izin, dimana memakan makan-annya adalah znmt disukainya. Berfirman Allah Ta'ala: أَوْ صَدِيقِكُمْ (au shadiiqikum) Artinya: "atau rumah kawanmu". - S. An-Nur, ayat 61.

Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. masuk kerumah Burairah dan memakan makanannya, sedang Hurairah itu tidak ada dirumah. Dan adalah makanan itu termasuk sedekah. seraya Nabi sa w. bersabda: "Telah sampailah sedekah pada sempatnya". (1) Dan adalah yang demikian, karena diketahui oleh Nabi صلى الله عليه وسلم akan kesenangan hati Burairah itu dengan demikian. Karena itulah diperbolehkan masuk rumah orang Iain, tanpa izin Karena dirasa cukup dengan mengetahui keizinannya. Kalau tidak diketahui keizinannya itu. maka tak boleh tidak daripada meminta keizinan lebih dahulu. Kemudian, baru boleh masuk. Dan adalah Muhammad bin Wasi dan shahabat-shahabat nya. masuk kerumah Al-Hasan. lalu memakan ap. yang didapatinya. tanpa izin.

Al-Hasan masuk dan melihat yang demikian itu maka amatlah  menggembirakannya. seraya berkata: "Beginilah kita adanya!" Diriwayatkan dari Al-Hasan r.a. bahwa dia sedang berdiri memakan buah-buahan kepunyaan seorang penjual buah-buahan dipasar, dimana diambilnya dari keranjang ini buah tin dan dari keranjang itu buah tamar kering. laluu berkata Hisyani kepadanya:"Apakah yang tampak bagimu. hai Abu Sa'id tentang wara", dimana engkau memakan harta orang, tanpa izinnyya?"

Maka menjawab A:-Hasan,: "Hai orang bodoh! Bacalah kepadaku ayat makan (ayat Al-Qur'an yang menerangkan tentang makan)!". Lalu Hisyam  membacanya. sampai kepada firman A! lah Ta'ala: "aw shadiiqikum". — artiinya: "atau kawanmu". — S. An-Nur. ayat 61 (2). Maka bertanya Hisyam: "Siapa kawan itu. wahai Abu Sa'id?" Menjawab Al-Hasan: "Yaitu orang yang senang kepadanya jiwa dan tenteram kepadanya hati".

Suatu golongan pergi kerumah Sufyan Ats-Tsuri, lalu mereka tiada mendapatinya dirumah. Maka mereka membuka pintu dan merempati tempat hidangan. serta terus memakannya. Kemudian masuk Ats-Tsuri seraya berkata: "Kamu niemperingatkan aku akan budipekerti orang-orang terdahulu (orang-orang salaf}". Begitulah mereka itu adanya!
Suam kaum mengunjungi sebahagian tabi'in. yang tak ada padanya. apa yang akan disugukan kepada kaum itu. Lalu tabi'in tadi pergi kerumah

1. Dirawkan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah.
2. Sudah diterangkan diatas.

sebahagian temannya. tetapi tiada diperolehnya teman itu dirumah. Lalu terus ia masuk, seraya dilihatnya keperiuk yang telah dipakai untuk pema-sakan, kepada roti yang telah dibuat dan kepada yang lain-lain. Semuanya lalu dibawanya, kemudian disugukannya kepada teman-temannya, seraya berkata: "Makanlah!"
Kemudian. datang yang punya rumah. lalu melihat tidak ada apa-apa lagi. Maka diterangkan kepadanya oleh orang yang melihat pe.istiwa itu: "Telah diambil oleh si Anu!"
Lalu menjawab yang punya: "Sesungguhnya ia telah berbuat yang baik". Sewaktu bertemu yang punya makanan itu dengan yang mengambil. lalu mengatakan: "Wahai temanku, kalau saudara-saudara itu kembali lagi, maka kembali pulalah engkau mengambil makanan itu untuk mereka!" Inilah adab-kesopanan masuk! Adapun adab kesopanan penyuguan makanan, ialah: ftertama-pertama: meninggalkan pemaksaan diri (takalluf) dan menyugukan apa yang ada saja. Kalau belum tersedia apa-apa dan tidak mempu-nyainya. maka janganlah berhutang untuk itu. Karena akan menyusahkan kepada dirinya. Kalau ada tersedia, tetapi ia sendiri memerlukannya untuk makanannya sendiri dan tidak memungkinkan untuk disugukan, maka seyogialah tidak disugukan.

Datang sebahagian mereka kepada seorang zuhud yang sedang makan, maka berkata orang zuhud itu: "Kalau bukanlah makanan ini aku peroleh dengan utang. niscaya akan aku berikan sebahagian daripadanya kepadamu".

Berkata sebahagian salaf. mengenai penafsiran takalluf, yaitu: "Engkau berikan makanan kepada temanmu. apa yang tidak engkau makan sendiri. Tetapi engkau maksudkan untuk menambahkan kebagusan dan kenilaian makanan itu kepada temanmu" Al-Fudlail berkata. "Sesungguhnya dengan takalluf itu manusia berputus-hubungan silatur-rahim satu sama lain, dimana salah seorang dari mereka memanggil temannya, lalu secara takalluf menyediakan makanan kepada teman itu. Maka dengan cara yang demikian. memutuskan teman itu daripada kembali lagi kepadanya". Berkata sebahagian mereka: "Tiada aku perduli siapa yang datang kepadaku dari teman-temanku. Sesungguhnya aku tiada ber-takalluf baginya, tetapi aku dekatkan apa yang ada padaku. Kalau aku bertakalluf baginya. sesungguhnya aku benci akan kedatangannya dan aku bosan kepadanya".

Berkata sebahagian mereka: "Aku masuk ketempat salah seorang tehianku, lalu ia ber-takalluf bagiku. Maka aku katakan kepadanya: "Sesungguhnya, janganlah engkau makan ini sendirian dan aku tidak engkau berikan. Maka bagaimanakah keadaan kita. apabila kita berkumpul. lalu kita memakannya? Adakalanya, engkau membuang takalluf ini atau aku putuskan, tidak datang-datang lagi.

Lalu dihilangkan nya takalluf itu dan tetaplah pergaulan kami disebabkan yang demikian". Termasuk dalam takalluf, ialah menyugukan segala yang ada padanya. Maka yang demikian itu, merusakkan keluarganya dan menyakitkan hati mereka. Diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki mengundang Ali r.a. maka Ali r.a. menjawab: "Aku akan mcmperkenankan undanganmu dengan tiga syarat: tidak engkau masukkan sesuatu dari pasar, tidak engkau simpan apa yang didalam rumah dan tidak engkau merusakkan keluargamu".

Adalah sebahagian mereka menyugukan semua yang ada dalam rumahnya. Tidak ditinggalkannya suatu pun, melainkan dihidangkannya. Sebahagian mereka berkata: "Kami masuk kerumah Jabir bin Abdullah r.a. Lalu beliau menyugukan kepada kami roti dan cuka, seraya berkata: "Jikalau bukanlah kita dilarang dari takalluf, niscaya aku bertakalluf untukmu".

Berkata sebahagian mereka: "Apabila engkau dimaksud untuk di kun-jungi, maka sugukanlah apa yang ada! Dan kalau engkau diminta untuk berkunjung, maka janganlah engkau tinggalkan dan biarkan untuk tidak dipenuhi!" Berkata Salman: "Kami disuruh oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. tidak bertakalluf untuk tamu, akan apa yang tidak ada pada kami. Dan bahwa kami sugukan kepada tamu, apa yang ada pada kami". Dan pada sabda Nabi Yunus a.s., bahwa dia dikunjungi tileh teman-temannya, lalu disugukannya kepada mereka tulang yang berdaging dan dipotong-potong-nya sayuran yang ditanaminya sendiri, kemudian ia mengatakan kepada mereka: "Makanlah! Jikalau Allah tidak mengutuk orang-orang yang bertakalluf, niscaya aku akan bertakalluf untukmu".

Dari Anas bin Malik r.a. dan para shahabat lainnya, sesungguhnya mereka itu menyugukan apa yang ada, dari tulang-tulang yang berdaging kering dan buah tamar yang buruk, seraya mereka mengatakan: "Kami tidak mengetahui, manakah yang lebih besar dosanya, antara orang yang melecehkan apa yang disugukan kepadanya atau orang yang melecehkan akan apa yang ada padanya untuk disugukannya".

Adab Kedua: yaitu, bagi pengunjung bahwa tidak menyarankan dan tidak bertegas menentukan sesuatu yang tertentu. Karena kadang-kadang sulit bagi yang dikunjungi mengadakannya. Kalau disuruh pilih oleh temannya (tuan rumah) diantara dua macam makanan, maka hendaklah dipilih yang paling mudah diantara kedua makanan itu kepada tuan rumah. Begitulah sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم. Pada suatu hadits, tersebut, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. manakala beliau disuruh pilih diantara dua barang, maka dipilihnya yang paling mudah memperolehnya" (1). Diriwayatkan oleh Al-A'masy dari Abi Wa-il, bahwa Abi Wa-il berkata: "Aku pergi bersama temanku mengunjungi Salman, maka disugukannya kepada kami roti syair (roti terbuat dari tepung syair) dan garam bertum buk kasar. Lalu berkata temanku: "Kalau ada dalam garam ini sa'tar (semacam tumbuh-tumbuhan yang wangi baunya), niscaya adalah lebih baik".

1. Dirawkan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah.

Maka keluarlah Salman, pergi menggadaikan pancinya dan mencan sa'tar. Maka tatkala kami makan, lalu temanku itu berkata: "Segala pujian bagi Allah yang telah mencukupkan bagi kita dengan apa yang dianugerahiNya kepada kita!"

Maka sahut Salman: "Kalau engkau merasa cukup dengan apa yang telah dianugerahi rezeki kepada engkau, niscaya tidaklah panciku tergadai". Itu tadi. apabila disangkanya sukar yang demikian kepada temannya atau temannya itu tidak suka yang demikian. Tetapi kalau diketahuinya, bahwa temannya (tuan rumah) itu suka dengan usulannya dan tidak menyukar-kan yang demikian kepada tuan rumah, maka tidaklah dimakruhkan baginya (bagi yang mengunjung) mengusulkannya. Telah dilakukan yang demikian oleh Imam Asy-Syafi'i r.a. pada Az-Za'farani, ketika Asy-Syafi'i singgah padanya di Bagdad. Dan adalah Az-Za'farani menulis tiap-tiap hari pada sehelai kertas, akan warna-warna apa yang akan dimasak dan diserahkannya kepada budak-wanitanya. Pada suatu hari Asy-Syafi'i mengambil kertas itu dan menuliskan padanya, warna yang lain dengan tulisannya sendiri.

Sewaktu Az-Za'farani melihat warna itu, lalu membantah dan mengatakan: "Aku tidak menyuruh dengan warna itu!" Maka diserahkan kepadu-nya kertas. yang terlampir padanya tulisan Asy-Syafi'i. Tatkala dilihatnya tulisan Asy-Syafi'i itu, maka amat gembiralah ia dengan yang demikian. Dan dimerdekakannya budak wanita itu. karena gembira dengan usul Imam Asy-Syafi'i kepadanya.

Berkata Abubakar Al-Kattani: "Aku masuk kerumah As-Sirri, lalu beliau datang dengan membawa makanan yang sudah hancur dan separoh daripadanya diletakkannya dalam gelas. Maka aku bertanya kepadanya: "Apakah yang saudara kerjakan?" Aku meminumnya seluruhnya dalam satu kali. Maka tertawalah As-Sirri, seraya berkata: "Ini adalah lebih utama bagi saudara daripada memberi keterangan!"

Berkata sebahagian mereka: "Makan itu adalah tiga macam: bersama orang-orang miskin dengan mengutamakan mereka, bersama teman-teman dengan berlapang dada dan bersama anak-anak dunia dengan adab kesopanan".

Adab Ketiga: bahwa tuan rumah (yang dikunjungi) menyugukan yang disukai temannya yang berkunjung. Dan meminta daripadanya akan saran-saran, manakala dirinya dapat menerima dengan baik, untuk melaksanakan apa yang akan disarankan itu.

Yang demikian itu adalah baik. Dan padanya pahala dan banyak keutamaan. 

Bersabda Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم: "Barangsiapa memperoleh dari temannya makanan yang disukainya, niscaya diampunkan dosanya.Dan barang-siapa menggembirakan temannya yang mu~min maka sesungguhnya ia telah menggembirakan akan Allah Ta'ala" (I).

Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم. menurut yang diriwayatkan oleh Jabir: "Barangsiapa memberi kesenangan kepada temannya dengan yang disukai temannya itu. niscaya dituliskan oleh Allah baginya beribu-ribu kebaikan. dihapuskan daripadanya beribu-ribu kejahatan dan ditinggikan untuknya beribu-ribu derajat dan diberikan oleh Allah kepadanya makanan dari tiga sorga: sorga firdaus. sorga 'adnin dan sorga Al-Khuldi". (2). 

Adab Keempat: bahwa tidak ditanyakan kepada tamu yang berkunjung itu: "Apakah kami sugukan kepada saudara makanan?" Tetapi seyogialah disugukan kalau ada. Berkata Ats-Tsuri: "Apabila berkunjung kepadamu temanmu, maka janganlah engkau tanyakan kepadanya: "Apakah saudara makan?" Atau: "Aku sugukan makanan kepada saudara?" Tetapi sugukanlah, kalau ia makan, syukur. Kalau tidak maka angkatkan kembali!".

Kalau tidak bermaksud memberikan sesuatu makanan kepada para tamu itu, maka tiada seyogialah dizahirkan yang demikian kepada mereka atau diterangkan kepada mereka. Berkata Ats-Tsuri: "Apabila anda bermaksud, tidak memberikan makanan kepada keluarga anda, dari apa yang anda makan, maka janganlah anda katakan itu kepada mereka, dan janganlah anda perlihatkan kepada mereka!" Berkata setengah ulama Shufi: "Apabila masuk ketempat anda. orang-orang fakir, maka sugukanlah kepada mereka makanan. Dan apabila masuk orang-orang faqih (ahli ilmu fiqh), maka tanyakanlah kepada mereka tentang sesuatu mas-alah (persoalan). Dan apabila masuk orang-orang qurra;(ahli qira-at Al-Qur'an), maka tunjukkanlah kepada mereka mihrab (tempat imam berdiri mengerjakan shalat dalam masjid!").

1.Kata Ibnul Jauzi,Itu Hadis Maudlu
2.Diterangkan Ibnul Jauzi,Hadis itu Hadis Maudlu


BAB KE-EMPAT: tentang adab bertamu,
Tempat-tempat yang memberatkan dugaan, ada padanya adab bertamu itu enam, yaitu: pertama-tama: undangan, kemudian: jawaban, kemudian: datang, kemudian: penyuguan makanan, kemudian: makan dan kemudian: kembali. Dan akan kami dahulukan uraiannya insya Allah Ta'ala. akan keutamaan bertamu.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Janganlah kamu bertakalluf untuk tamu, nanti kamu marahi dia. Karena barangsiapa marah kepada tamu, maka ia telah marah kepada Allah. Dan barangsiapa marah kepada Allah, niscaya ia dimarahi Allah" (1).

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Tiada kebajikan pada orang yang tiada menjamu-kan tamu". (2)."Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم  lalu pada tempat seorang laki-laki yang mempunyai banyak unta dan lembu. Tetapi ia tiada menjamukan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم Kemudian, Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم  lalu pada tempat seorang wanita yang mempunyai beberapa ekor kambing, lalu disembelihkannya untuk Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم  Maka bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم "Lihatlah kepada kedua orang itu! Sesungguhnya budi luhur itu adalah ditangan Allah. Maka barangsiapa dikehendakiNya untuk dianugerahiNya budi yang baik, niscaya diperbuatNya"(3).

Berkata Abu Rafi'i. bekas budak (maula) Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم : 'Telah singgah pada Nabi صلى الله عليه وسلم  seorang tamu, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepadaku: "Katakanlah kepada si Anu-orang Yahudi itu, bahwa telah singgah seorang tamu padaku, Dari itu, mintalah dia memperhutangkan aku sedikit tepung, yang akan aku bayar sampai bulan Rajab!" Maka menjawab Yahudi itu: "Demi Allah, aku tiada akan memperhutangkannya, kecuali dengan jaminan (borg)". Lalu aku terangkan yang demikian itu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. maka beliau menjawab: "Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang kepercayaan (aminun) dilangit, lagi orang kepercayaan dibumi. Kalau diperhutangkannya aku, niscaya aku bayar. Pergilah bawa baju-besiku dan gadaikanlah kepadanya!" (4).

1.Dirawikan Abu Bakar Bin Laal dari salman
2.Dirawikan Ahmad dari Uqbah Bin Amir.
3.Dirawikan Al Kharaiti Dari Abi Minhal,HadisMursal
4.Dirawikan Ishak bin Rahawaih Al Kharaithi Dan Ibnu Mardawaih Dengan isnad Dlaif

Adalah Nabi Ibrahim a.s. apabila bermaksud makan, lalu keluar satu mil atau dua mil, mencari orang yang akan makan bersama beliau, sehingga beliau digelarkan 'Bapak tamu" (Abu'dl-dlaifan). Dan karena benar niatnya itu, maka selalulah ada tamunya pada tempat syahidnya sampai sekarang ini. Dan tidak berjalan semalampun, melainkan makan pada tempat tadi orang banyak, diantara tiga sampai sepuluh, bahkan sampai seratus orang. Dan berkata yang memimpin tempat tersebut, bahwa tidak semalampun yang kosong dari tamu sampai sekarang. 

Ditanyakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم "Apakah iman itu? 
Maka Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. menjawab: "Menyediakan makanan untuk tamu dan memberi salam". 
Dan bersabda Nabصلى الله عليه وسلم.saw :في الكفارات والدرجات إطعام الطعام والصلاة بالليل والناس نيام(Filkaffaaraati waddarajaati ith'aamuth-tha'aami wash-shalaatu-bil-laili wan naasu niyyaam).Artinya: "Untuk kafarat dan memperoleh derajat, adalah dengan memberi makanan kepada tamu dan mengerjakan shalat dimalam hari, sedang manusia lain sedang tidur nyenyak". (1).

Ditanyakan Nabi صلى الله عليه وسلم. tentang hajji mabrur. maka Nabi صلى الله عليه وسلم.menjawab: "Memberikan makanan dan berkata yang baik". Berkata Anas r.a.: "Tiap-tiap rumah yang tidak dimasuki tamu, niscaya tidak dimasuki malaikat".

Hadits-hadits yang mengemukakan tentang kelebihan menerima tamu dan memberi makanan kepada tamu itu, adalah tidak terhingga jumlahnya. Dari itu. hendaklah kami sebutkan akan adab-kesopanannya! Adapun undangan: maka seyogialah bagi pengundang menujukan dengan undangan nya orang-orang taqwa. Tidak orang-orang-fasiq. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:أكل طعامك الأبرار
(Akala tha'aamakal-abraar).Artinya: "Dimakan kiranya makananmu oleh orang-orang baik" (2)-dalam do'anya bagi sebahagian orang. dimana Nabi صلى الله عليه وسلم. berdo'a untuknya. Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Jangan kamu makan, selain makanan orang yang bertaqwa dan jangan dimakan makananmu selain oleh orang yang bertaqwa!"

Dan hendaklah ditujukan dengan memberi makanan itu. orang-orang miskin. tidak orang-orang kaya khususnya

1.Dirawikan At Tirmidzi dan Al Hakim dari Mu adz
2.Dirawikan Abu Dawud dari Anas dengan isnad sahih
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم;
شر الطعام طعام الوليمة يدعى إليها الأغنياء دون الفقراء
(Syarruth-tha'aami tha'aamul-waliimati yud'aa ilaihal-aghniyaa-u duunal-fuqaraa-i).
Artinya: "Seburuk-buruk makanan, ialah makanan peralatan (walimah), yang diundang padanya orang-orang kaya, tidak orang-orang miskin" (1). Dan seyogialah, tidak disia-siakan keluarga pada perjamuan itu. Karena menyia-nyiakan mereka, adalah meretakkan hati dan memutuskan silatur-rahim. Dan begitu pula dijaga urutan tentang teman-teman dan kenalan-kenalan yang diundang. Karena dalam penentuan sebahagian itu meretakkan hati yang Iain.

Dan seyogialah tidak dimaksud dengan undangan itu, kemegahan dan penyombongan diri. Tetapi mengambil hati teman-teman dan menjalankan sunnah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. tentang penyuguan makanan dan memasukkan kesenangan hati orang-orang mu'min. Dan seyogialah tidak diundang orang yang diketahui sukar kepadanya memperkenankan undangan. Dan apabila ia datang, maka menjadi panyakit kepada pengunjung-pengun-jung yang lain, disebabkan oleh sesuatu sebab. Dan seyogialah tidak diundang, selain orang yang diingini perkenaannya. 

Berkata Sufyan: "Barangsiapa mengundang makan seseorang dan ia tidak senang orang itu datang, maka yang mengundang itu satu kesalahan. Dan kalau yang diundang itu datang, maka yang mengundang mendapat dua kesalahan. Karena ia membawa yang diundang kepada makan, sedang ia tidak suka. Dan kalau yang diundang itu tahu yang demikian, niscaya ia tidak akan makan". Memberi makanan kepada orang yang bertaqwa, adalah menolong kepada ketha'atannya. Dan memberi makanan kepada orang yang fasiq, adalah memberi kekuatan kepadanya untuk perbuatan fasiq. Bertanya seorang penjahit kepada lbnu'I-Mubarak: "Saya menjahit pakaian sultan-sultan. Maka adakah tuan takut bahwa saya ini termasuk orang yang menolong orang-orang zalim?"

Menjawab lbnu'l-Mubarak: "Tidak! Sesungguhnya yang menolong orang zalim itu, ialah yang menjual kain dan jarum kepadamu. Adapun engkau. maka adalah termasuk orang zalim itu sendiri".
Adapun jawaban (memenuhi undangan) itu, adalah sunat yang dikuatkan (sunat muakkadah). Ada yang mengatakan: wajib, pada sebahagian tempat. Bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم
 لو دعيت إلى كراع لأجبت ولو أهدي إلي ذراع لقبلت
(Lau du'iitu ilaa kuraa-in la-ajabtu wa lau uhdiya ilay-ya dziraa-un la-qa-biltu).
Artinya: "Jikalau aku diundang memakan kaki kambing, niscaya aku perkenankan dan jikalau aku diberi hadiah lengan kambing niscaya aku terima" (2).

1.Dirawikan Bukhari dan Muslimdari Abu Hurairah
2.Dirawikan Bukhari dari Abu huraiah

Dan untuk memenuhi undangan makan itu, lima macam adab: Pertama: bahwa tidak membeda-bedakan antara orang kaya dengan orang miskin, dalam memenuhi undangan itu. Karena membeda-bedakan itu, adalah tekebur yang diiarang. Dan karena itulah, sebahagian mereka tidak mau sekali-kali memenuhi undangan itu dan berkata: "Menunggu sayur ku suatu kehinaan", Dan berkata yang lain: "Apabila aku letakkan langan pada piring crang lain, maka telah hinalah diriku karenanya". Setengah dari orang yang tekebur, ialah yang memenuhi undangan orang yang kaya, tidak orang yang miskin. Dan itu, adalah berlawanan dengan sunnah. Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم. memenuhi undangan budak dan undangan orang miskin. (1).

Al-Hasan bin Ali r.a. melalui tempat sckumpulan orang miskin, dimana mereka itu meminta-minta pada orang ditengah jalan. Mereka itu telah menghamburkan pccahan-pecahan roti diatas tanah pada pasir, dimana mereka itu memakan nya, sedang A'-Hasan berada diatas baghal-nya (hewan peranakan antara kuda dan keledai). Lalu Al-Hasan memberi salam kepada mereka. Maka mereka berkata kepada Al-Hasan; "Marilah makan bersama kami, wahai putera dari puteri Rasulu'llah!". Maka Al-Hasan menjawab; "Ya, boleh! Sesungguhnya Allah tiada menyukai orang-orang yang tekebur!"

Lalu beliau turun dari kendaraannya dan duduk bersama mereka diatas tanah dan makan. Kemudian, ia memberi salam kepada mereka dan berkendaraan kembali  seraya berkata: "Aku telah penuh: panggilannu;, maka penuhiiah nanti akan panggiianku.!" Mereka itu menjawab: "Boleh!"

Maka Al-Hasan menjanjikan dengan mereka akan suatu waktu tertentu. Maka datanglah mereka, beliau menyugukan makanan yang mewah dan duduk makan bersama dengan mereka.

Adapun perkataan dari orang yang mengatakan: "Bahwa orang dimana aku meletakkan tanganku dalam piringnya, maka sesungguhnya telah hinalah diriku karenanya" - maka sebahagian mereka mengatakan bahwa ucapan itu adalah menyalahi sunnah.

Sebenarnya. tidaklah demikian. Karena kehinaan itu, baru ada, apabila yang mengundang tidak senang dipenuhi undangannya. Dan tidak diikuti dengan dipenuhi undangannya, sebagai suatu nikmat . Dan sipengundang memandang yang demikian itu, bahwa dia telah mempunyai kekuasaan keatas yang diundang. Dan Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم. datang memenuhi sesuaiu undangan. karena beliau tahu bahwa yang mengundang itu merasa dirinya berbuat suatu nikmat bagi Nabi صلى الله عليه وسلم. Dan memandang yang demikian. suatu kemuliaan dan simpanan untuk dirinya didunia dan diakhirat.

1.Dirawikan At Tirmidzi Dan Ibnu Majah dari Anas

Hal itu berlainan dengan berlainan keadaan. Maka barangsiapa menyangka. bahwayang mengundang merasa berat memberi makanan kepada yang diundang dan diperbuatnya yang demikian. adalah karena kebanggaan atau bertakallu). maka tidaklah termasuk sunat. memenuhi undangan-itu. Bahkan yang lebih utama. mencari alasan untuk menolaknya.

Karena itulah. berkata sebahagian orang shufi: "Janganlah kamu memperkenankan. kecuali undangan orang yang memandang bahwa engkau memakan rezeki engkau sendiri. Dan bahwa dia telah menyerahkan kepada engkau akan simpanan milik engkau, yang ada padanya. Dan memandang. bahwa engkau mempunyai kelebihan kepadanya, dalam menerima simpanan daripadanya".

Berkata Sirri As-Suqthi r.a: "Ah. kepadaku sesuap, yang tak ada akibat padanya terhadap Allah dan tak ada padanya cacian bagi makhluk". Apabila diketahui oleh yang diundang, bahwa tak ada cacian padanya. maka. tidak wajarlah ditolak. Berkata Abu Turab An-Nakhsyabi r.a.: "Disugukan kepadaku makanan. lalu aku menolak. Maka aku memperoleh bencana dengan kelaparan. empatbelas hari lamanya. Lalu aku mengetahui. bahwa itu adalah siksaannya".

Ada yang bertanya kepada Ma'ruf Al-Karkhi r.a.: "Tiap-tiap orang yang mengundang engkau, maka engkau pergi kapadanya?", Maka menjawab Ma'ruf: "Saya adalah tamu. saya akan bertempat dimana mereka itu mcnempatkan saya".

Kedua: bahwa tiada wajar menolak dari memenuhi undangan, disebabkan karena jauh. • sebagaimana riada menolak karena kemiskinan yang mengundang dan tiada tcrkenalnya. Tetapi tiap-tiap jarak jauh yang mungkin ditempuh menurut kebiasaan. maka tiada wajar ditolak. Karena itulah, tersebut dalam Taurat atau sebahagian kitab-kitab: "Berjalanlah satu mil. untuk mengunjungi orang sakit! Berjalanlah dua mil, untuk berkunjung kctempat kematian! Berjalanlah tiga mil, untuk memenuhi undangan! Berjalanlah empat mil untuk mengunjungi teman se-agama!" Sesungguhnya didahulukan memenuhi undangan dan berkunjung, karena padanya. menunaikan hak orang hidup. Maka orang hidup itu adalah lebih utama dari orang mati. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Jikalau aku diundang ke Kura Al-Ghumaim, niscaya aku perkenankan". Al-Ghumaim, adalah suatu tempat yang jauhnya beberapa mil dari Madinah, dimana Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم berbuka puasa padanya dalam bulan Ramadlan, tatkala sampai kesitu dan menqasharkan shalat padanya dalam perjalanan (1)
1.Menurut Al Iraqi Beliau tidak mengetahui Asal HAdis ini

Ketiga: bahwa tidak menolak lantaran berpuasa. tetapi datanglah. Kalau menggembirakan teman oleh berbuka, maka berbukalah. Dan hendaklah memperhitungkan dalam berbuka itu, dengan niat mendatangkan kegembiraan kedalam hati teman, akan apa yang diperhitungkannya pada puasa. Bahkan lebih ulama lagi. Dan yang demikian itu ialah pada puasa sunat.

Dan kalau ia tidak meyakini akan kesukaan hati temannya, maka hendaklah dibenarkannya menurut yang zahir dan hendaklah ia berbuka. Dan kalau ia meyakini. bahwa temannya itu bertakalluf (memaksakan diri miengadakan jamuan itu), maka hendaklah ia mencari alasan untuk melepaskan diri . Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  terhadap orang yang menolak undangan :. disebabkan halangan berpuasa: "Telah bertakalluf untukmu saudaramu dan kamu mengatakan: "Bahwa aku berpuasa". (1). Berkata ibnu'Abbas r.a.: "Diantara kebajikan yang terutama. ialah memuliakan orang-orang yang duduk bersama-sama, dengan berbuka puasa". Maka berbuka puasa itu menjadi ibadah dengan niat tersebut dan suatu kebagusan budi. Pahalanya melebihi pahala puasa. Manakala tidak berbuka dari puasa, maka jamuannya ialah bau-bauan, air mawar dan pembicaraan yang baik. Ada yang mengatakan, bahwa celak dan minyak itu. adalah sale satu dari pada dua yang disugukan kepada tamu.

Keempat: bahwa menolak dari memperkenankan undangan, kalau makanan yang akan disugukan itu, makanan syubhat atau tempat atau tikar yang dibentang dari yang tidak halal. Atau terdapat pada tempat iamuan itu. suatu kemunkaran, seperti tikar sutera atau bejana perak atau gambar binatang diatas loteng atau dinding atau mendengar suatu dari bunyi-bunyian dan permainan atau berbuat dengan semacam permainan, bersenda gurau, perbuatan yang sia-sia. mendengar cacian, lalat merah, berita palsu dan yang diada-adakan serta kebohongan dan yang serupa dengan yang demikian.

Maka semuanya itu, adalahsebahagian dari yang melarang untuk memperkenankan undangan dan sunatnya memperkenankannya. Dan mewajibkan keharaman atau kemakruhannya.

Dan begitu pula, apabila yang mengundang itu seorang zalim atau seorang pembuat bid'ah atau seorang fasiq atau seorang jahat atau seorang yang bertakalluf, karena mencari kemegahan dan keagungan. Kelima: bahwa tidak bermaksud dengan memenuhi undangan itu, untuk memenuhi hawa nafsu perut. sehingga ia menjadi seorang yang berbuat Dada pintu-pintu duniawi. Tetapi ia membaguskan niatnya untuk menjadikan diri dengan sambutan undangan itu, sebagai seorang yang beramal untuk akhirat.

1. Dirawikan Al-Baihaqi dari Abi Sa'id Al-Khudri.

Yaitu, bahwa adalah niatnya itu mengikuti jejak dan sunnah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم  pada sabdanya: "Kalau sekiranya aku diundang ke Kura', niscaya aku perkenankan".
Dan hendaklah diniatkan menjauhkan diri berbuat ma'shiat kepada Allah Ta'ala. karena sabdanyaصلى الله عليه وسلم
من لم يجب الداعي فقد عصى الله ورسوله
(Man lam yujibid-daa-ia faqad ashallaaha wa rasuulah). Artinya: "Barangsiapa tiada memperkenankan undangan dari yang mengundang. maka sesungguhnya ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya" (1). Dan diniatkan memuliakan saudaranya sesama mu'min, karena mengikuti sabda Nabiصلى الله عليه وسلم  "Barangsiapa memuliakan saudaranya mu'min, maka seolah-olah ia telah memuliakan Allah". (2).

Dan diniatkan mendatangkan kegembiraan kedalam hati teman, karena mengikuti sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.: "Barangsiapa menggembirakan orang mu'min niscaya sesungguhnya ia telah menggembirakan Allah". Dan diniatkan bersama yang tadi, untuk berkunjung. supaya menjadi berkasih-kasihan pada jalan Allah. Karena "disyaratkan oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم padanya kunjung-mengunjungi dan bcri-memberi karena Allah"(3)
Dan telah berhasil pemberian itu dari salah satu pihak, lalu berhasillah pula kunjungan dari salah satu pihak lagi.

Dan diniatkan memelihara diri daripada buruk sangkaan orang tentang tidak datangnya itu, lalu tersiar pembicaraan, bahwa yang demikian itu disebabkan oleh kesombongan atau keburukan budi atau penghinaan kepada teman muslim. Atau hal-hal yang serupa dengan yang demikian. Maka inilah enam macam niat yang dihubungkan pada memperkenankan undangan, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, secara satu-persatu daripadanya. Maka betapa pula secara keseluruhannya! Ada sebahagian salaf berkata: "Saya menyukai supaya pada tiap-tiap amal perbuatan saya ada niat padanya, sehingga pada makan dan minum".

1.Dirawikan Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
2.Dirawikan Al AshFahani Dari JAbir,Isnad dlaif
3.Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah

Dan dalam contoh yang seperti ini, telah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امريء ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هاجر إليه  (Innamal-a'maalu binniyyaati wa innamaa likullimri-in maa nawaa. Fa man kaanat hijratuhu ilallaahi wa rasuulihi fahijratuhu ilallaahi wa rasuu-lihi wa man kaanat hijratuhu ilaa duu-ya yushiibuhaa awi'mra-atin yataza-wwayuhaa fa hijratuhu ilaamaa haajara ilaih).Artinya: "Segala amal perbuatan itu dengan niat dan sesungguhnya bagi tiap-tiap manusia itu apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa yang
berniat dengan hijrahnya  kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu udaiah kepada Allah dan- RasuliNya. Dan barangsiapa yang berniat dengan hijrahnya kepada dunia yang ingin diperolehnya atau kepada wanita yang ingin dikahwininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang diniatkan "hijrah kepadanya (1).

Niat itu hanya membekas pada perbuatan mubah dan perbuatan tha'at Adapun pada perbuatan yang terlarang. maka tiadalah membekas. Kalau sekiranya la berniat menggembirakan teman-temannya dengan member pertolongan kepada mereka pada minum khamar atau perbuatan haram yang lain, niscaya niat itu tidak bermanfa'at Dan tidaklah boleh dikatakan: "'Segala amal perbuatan itu dengan niat" dalam hal ini. Tetapi kalau bermaksud dengan lampi' kemedan perang - dimana itu adalah suatu perbuatan tha'at  untuk memperoleh kemegahan dan mencari kekayaan, niscaya berkisarlah ia dari segi ketha'atan. Begitu pula perbuatan mubah (perbuatan yang dibolehkan), yang berkisar diantara segi kebajikan dan hendaknya  akan berhubungan dengan segi kebajikannya itu, dengan niat, Maka berpengaruhlah niat pada dua bahagian ini (perbuatan mubah dan tha'at) Jantidak berpengaruh pada bahagian yang ketiga (bahagian yang terlarang;.

Adapun mengenai kedatangan, maka adabnya ialah memasuki rumah itu can tidak duduk di kepala majlis , lalu mengambil tempat yang terbagus. Tetapi hendaklah dengan tawadlu' (merendah diri) dan tidak melamakan orang-orang yang telah datang untuk menunggu kedatangannya. Dan tidak pula menccpatkan, dimana ia datang dengan cara yang tiba-tiba, sebelum sempurna persediaan. Dan tidak mcnyempitkan tempat kepada orang--orang yang telah datang lebih dahulu, dengan desak-mendesak. Tetapi bila ditunjukkan oleh tuan rumah kepadanya suatu tempat, maka janganlah sekali-kali membantahnya. Karena kadang-kadang tuan rumah itu telahieiah menyusun untuk masing-masing undangan itu tempatnya.

1.Dirawikan Bukhari dan muslim dari umar binAl Khattab r.a

Maka kalau di tentang, niscaya membawa kekacauan kepada tuan rumah. Kalau diisyaratkan kepadanya oleh sebahagian tamu, dengan ketinggian derajat. karena memuliakannya, maka hendaklah ia bertawadlu' (meren-dahkan diri). Bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم
إن من التواضع لله الرضا بالدون من المجلس 
(Inna minallawaathu'i lillaahir-ridlaa bidduuni minal-majlis). Artinya: "Diantara sifat merendahkan diri karena Allah, ialah rela dengan yang kurang dari tempat duduk" (1).
Dan tiada wajarlah duduk setentang pintu kamar untuk wanita dan tabir mereka. Dan janganlah banyak memandang ketempat yang dikeluarkan makanan daripadanya. Karena itu menunjukkan kepada kerakusan. Dan dikhususkan salam dan pertanyaan kepada orang yang berdekatan dengan dia, apabila ia telah duduk.

Apabila masuk seorang tamu untuk bermalam, maka hendaklah diberitahukan oleh tuan rumah kepadanya. ketika masuk itu: qiblat, tempat buang air dan tempat berwudlu".
Begitulah diperbuat oleh Imam Malik kepada Imam Asy-Syafi'i r.a. Dan Imam Malik r.a. membasuh tangannya sebelum makan, sebelum orang lain membasuh tangannya, seraya berkata: "Tuan rumah membasuh tangannya sebelum makan. adalah lebih utama. Karena membawa orang kepada memuiiakannya".

Maka cara nya, iaiah tuan rumah itu mendahulukan membasuh tangannya pada awal makan dan mengemudiankan membasuh tangannya pada akhir makan, untuk menunggu masuk orang yang akan makan, laSu makan bersama dengan dia.

Apabila memasuki tempat jamuan, lalu melihat yang munkar, maka hendaklah menghilangkan kemunkaran itu, kalau sanggup. Dan kalau tidak. maka hendaklah diiantangnya dengar, lisan dan kemudian, pergilah. Perbuatan munkar, yaitu: tikar sutera. pemakaian bejana perak dan emas. gambar pada dinding. diperoenaarkan permainan dan bunyi-bunyian, hadir kaum wanita yang terbuka mukanya dan Iain-Iain lagi dari perbuatan-perbuatan haram. Sehingga Ahmad r.a. berkata: "Apabila ia melihat alat celak, dimana kepalanya terbuat dari perak maka seyogialah keluar. Dan janganlah setuju duduk. kecuali pada palang pintu,". Dan beliau berkata pula:"Apabila melihat tabir halus, maka seharusnyalah Keluar, karena itu adalah takalluf. Tak ada padanya faedah, tidak menolak panas dan dingin dan tidak menutupkan sesuatu". Begitu pula beliau berkata: "Keluarlah, apabila melihat dinding rumah, ditutupi dengan sutera, sebagaimana menutupkan Ka'bah!"Seterusnya Ahmad r.a. berkata: Apabila menyewa rumah, dimana padanya gambar atau memasuki kamar mandi, lalu menampak gambar. maka seyogialah mengikiskan gambar itu. Kalau tidak sanggup. maka keluarlah".

2.Dirawikan dari Al Kharataini Dan Abu Naim dari Talhah BinUbaid dengan isnad baik

Semua yang disebut oleh Ahmad r.a. itu benar. Hanya harus diperhatikan tentang tabir halus dan pengemasan dinding dengan sutera. Karena itu tidaklah sampai kepada: mengharamkan. Karena sutera hanya diharamkan kepada laki-laki saja. Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. bersabda:
(Haadzaani haraamun alaa dzukuuri ummatii, hillun li-inaatsihaa). Artinya: "Yang dua ini (emas dan perak). diharamkan kepada umatku yang laki-laki dan dihalalkan kepada yang wanita daripadanya". (1). Dan apa yang diatas dinding itu tidaklah ditujukan kepada laki-laki. Dan kalau itu diharamkan, niscaya diharamkanlah penghiasan Ka'bah. Bahkan yang lebih utama ialah membolehkannya, karena menurut pemahaman yang semestinya dari firman Allah Ta'ala:
 قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ
(Qulmanha'rramaziinata'llaah).Artinya:"Katakanlah!Siapakah yang mengharamkan (memakai) perhiasan Allah?" - S. Al-A'raf, ayat 32. Lebih-lebih pada waktu hiasan itu, apabila tidak diambil menurut adat kebiasaan untuk bermegah-megah. Walaupun dapat dikhayalkan, bahwa orang laki-laki mengambil manfa'at dengan memandang kepada dinding itu. Dan tidaklah diharamkan kepada laki-laki mengambil manfa'at dengan memandang kepada sutera. manakala dipakai oleh budak-budak wanita dan kaum perempuan. Dan dinding tadi, adalah searti dengan wanita. Karena ia tidak disifatkan dengan jantan.

Adapun menghidangkan makanan, maka lima adabnya:
Pertama: menyegerakan makanan itu, karena yang demikian adalah sebahagian dari  memuliakan tamu. Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه  
(Man kaana yu'minu billaahi wal-yaumil-aakhiri fal-yukrim dlaifah). Artinya:"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya!

Manakala telah banyak yang datang dan belum datang seorang atau dua dan mereka itu terkemudian dari waktu yang dijanjikan, maka hak orang-orang yang telah datang untuk disegerakan, adalah lebih utama dari hak mereka yang datang kemudian. Kecuali yang datang kemudian itu orang miskin atau merasa kecil hati dengan yang demikian. Maka dalam hal ini tiada mengapa dikemudiankan.

1.Dirawikan Abu dawud dan An Nasai Dan ibnu Majah dari Ali

Dan salah satu dari dua pengertian, mengenai firman Allah Ta'ala: "Sudah datangkah kepadamu ceritera tamu Ibrahim yang dimuliakan?" -S. Adz-Dzariyat, ayat 24 - bahwa para tamu itu dimuliakan dengan menyegerakan penyuguan makanan kepada mereka. Dibuktikan kepada yang demikian oleh firman Allah Ta'ala: "Setelah seketika lamanya, dihidangkannya daging sapi yang dibakar". - S. Hud, ayat 69. Dan firmanNya:
فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ
(Fa raagha ilaa ahlihii, fajaa-a bi'ijlin samiin).Artinya: "Lalu dia pergi dengan diam-diam kepada keluarganya dan dibawanya daging anak sapi yang gemuk". - S. Adz-Dzariyat, ayat 26. Ragha dan mashdarnya, yaitu: raughanpada ayat diatas, artinya: berjalan dengan cepat. Dan ada yang mengatakan: berjalan dengan diam-diam.(1)

Dan ada yang mengatakan: dia datang dengan daging-paha. Dan dinamakan daging paha itu dengan: 'ijlin (pada ayat diatas), karena dia menyegerakan membawanya dan dalam seketika saja (2).

Berkata Hatim Al-Ashamm: "Cepat tergopoh-gopoh itu dari setan, kecuali pada lima perkara. Maka yang lima ini, adalah dari sunnah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم., yaitu: memberi makanan kepada tamu, menyelenggarakan (tajhiz) mait, mengawinkan anak gadis, membayar hutang dan bertaubat daripada dosa".

Dan disunatkan menyegerakan walimah (pesta kawin). Ada ulama yang mengatakan, bahwa: pesta kawin pada hari pertama itu sunat, pada hari kedua suatu yang ma'ruf (dikenal sebagai adat kebiasaan dalam masyara-kat) dan pada hari ketiga itu ria.

Kedua: penerbitan makanan, dengan mendahulukan pertama-tama buah-buahan, kalau ada. Yang demikian itu, adalah lebih bersesuaian dengan kesehatan, karena lebih melekaskan pencemaan makanan. Maka sewajarnyalah buah-buahan itu jatuh pada bahagian bawah perut-besar. Dan dalam Al-Quran terdapat peringatan untuk mendahulukan buah-buahan, pada firman Allah Ta'ala:
وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ
Artinya: "Dan buah-buahan, mana yang mereka pilih". — S. Al-Waqi'ah, ayat 20. Kemudian Allah berfirman:
وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ
Artinya: "Dan daging burung, mana yang mereka ingini". - S. Al-Waqiah, ayat 21.

1.Seperti Yang kami terjemahkan itu
2.Sebab “Ijlin” Menurut Bahasa Ertinya juga: cepat dan segera.

Kemudian, yang lebih utama didahulukan sesudah buah-buahan, ialah: daging dan rot' yang dihancurkan kedalam ku3h (tsarid). Bersabda Nabis.a.w.: "Kelebihan 'A'isyah dari wanita-wanita lain, adalah seperti kelebihan tsarid dari maka nan-makanan lain". (1).

Kalau dikumpulkan kepada makanan itu, yang manis sesudah tsarid, maka sesungguhnya telah berkumpullah segala yang baik-baik. Dan dibuktikan berhasilnya memuliakan tamu dengan daging, ialah firman Allah Ta'ala: mengenai tamu Nabi Ibrahim a.s. karena ia menyugukan daging sapi yang dibakar, yaitu, yang telah bagus masakannya.

Dan itu adalah salah satu dari pengertian memuliakan, ya'ni dengan mendahulukan daging, Allah Ta'ala berfirman, tentang: menyifatkan: yang baik-baik (ath-thayyibaat):
 وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى
(Wa anzatnaa 'alaikumu'l-manna wa'ssalwaa).Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu al-manna dan assalwa". — S. Al-Baqarah, ayat 57. Al manna .  الْمَنَّyaitu: manisan lebah. Dan assalwa السَّلْوَى , yaitu: daging. Dinamakan'. daging itu, dengan: assalwa السَّلْوَى (2). karena ia menyenangkan. dari semua iauk-paak yang lain. Dan tidak dapat yang lain menggantikan kedudukan daging.

Karena itulah, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Penghulu lauk-pauk, ialah daging" (3)

Kemudian, sesudah menyebutkan Al-manna dan assalwa, maka Allah Ta'ala berfirman:
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
(Kuluu min thajjibaati. n-aa razaqnaakum).Artinya: "Makanlah makanan yang baik-baik yang Kami berikan kepada-mu' - S Al-Baqarah, ayat 57 yang tersebut diatas. Maka daging dan makanan yang manis (halwa) itu, termasuk dari: yang baik-baik. 

Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani r.a.: "Memakan yang baik-baik, mewarisi kerelaan Allah". Dan yang baik-baik itu sempurna dengan meminum air dingin dan menuangkan air yang sudah sejuk keatas tangan ketika membasuhnya.

Berkata A'-Ma'mun: "Meminum air dengan es. adalah mengikhlaskan kesyukuran". Berkata setengah orang yang ahli tentang adab:

1.Dirawikan ibnu Abi syaiban dan At Tirmidzidari Anas
2.Asalwa menurut bahasa ertinya menyenangkan
3.Dirawikan Abu qasim Tammam ArRazi

"Apabila kamu mengundang teman-temanmu, lalu engkau sugukan kepada mereka makanan dari buah-buahan dan ikan, kemudian kamu berikan minuman air dingin, maka sesungguhnya engkau telah menyempurnakan jamuan". Dan sebahagian mereka mengeluarkan belanja beberapa dirham untuk jamuan, lalu berkata sebahagian hukama': "Kami tidak berhajat kepada ini, apabila rotimu bagus, airmu dingin dan cukamu masam. Maka sekedar itu sudah mencukupi".

Berkata setengah mereka: "Adanya kuwe yang manis sesudah makan, adalah lebih baik daripada banyaknya macam makanan. Dan menetap dengan kepuasan pada satu hidangan dengan satu macam, adalah lebih baik daripada lebih kepada dua macam". Ada yang mengatakan, bahwa malaikat mendatangi hidangan, apabila ada padanya sayur-sayuran. Maka sayur-sayuran itu disunatkan pula. Dan karena padanya itu, penghiasan bagi makanan dengan kehijauan. Dan pada suatu berita, tersebut: "Bahwa hidangan yang diturunkan kepada kaum Bani Israil itu, adalah padanya bermacam-macam sayur-sayuran, kecuali daun kurrats (1).

Dan ada pada hidangan itu ikan, dimana pada kepalanya cuka, pada ekor-nya garam. Dan pada hidangan itu tujuh buah roti dan diatas masing-masing roti itu, buah zaitun dan biji buah delima". Ini, apabila berkumpul semuanya, adalah baik karena bersesuaian. Ketiga: bahwa didahulukan dari berbagai macam makanan itu, yang lebih lembut, sehingga dapat dihabiskan daripadanya oleh siapa yang mau. Dan tidak diperbanyakkan makan lagi sesudahnya. Dan kebiasaan orang-orang yang mew ah, ialah mendahulukan makanan yang kasar. Supaya kembali tergerak nafsunya dengan memperoleh makanan yang lembut kemudian. Dan itu adalahberlawanan dengan sunnah. Itu, adalah helah untuk membanyakkan makan.

Dan adalah diantara kebiasaan orang-orang terdahulu, menyugukan se jumlah macam makanan sekali gus dan mengatur berbaris-baris piring makanan diatas meja makan. Supaya masing-masing boleh makan menurut kesukaannya.

Dan kalau tak ada pada tuan rumah itu, selain semacam saja, maka hendaklah disebutkannya. Supaya para tamu dapat menyempurnakan makan dari yang semacam itu. Dan tidak lagi menunggu akan yang lebih baik. Diceriterakan dari sebahagian orang-orang yang mempunyai kehormatan diri (muruah), bahwa ia menulis pada sehelai kertas, berbagai macam makanan yang ada padanya dan disugukannya kepada para tetamu. Berkata setengah para guru: "Disugukan kepadaku oleh sebahagian para guru, suatu macam makanan negeri Syam, lalu aku berkata: "Pada kami di Irak, sesungguhnya ini disugukan pada penghabisan". Lalu menjawab guru tadi: "Begitulah pada kami dinegeri Syam". Dan tak adalah baginya makanan  yang lain. Maka malulah aku daripadanya". Berkata sebahagian guru yang Iain: "Adalah kami serombongan pada suatu perjamuan. Lalu disugukan kepada kami berbagai macam kepala ikan yang dipanggang, yang dimasak dan terpotong-potong. Kami tidak terus  makan, tetapi menunggu macam atau bawaan yang lain. Lalu dibawalah kami baki  dan tidak disugukan makanan yang lain. Maka pandang-memandanglah diantara kami satu sama lain. La!u berkata sebahagian guru secara berkelakar: "Sesungguhnya Allah  Ta'ala mentakdirkan menjadikan kepala, tanpa badan".

1.Daun Kurrats Busuk baunya seperti Bawang (peny)

Guru tadi meneruskan Ceritanya: "Maka bermalamlah kami pada malam itu dengan  perut lapar Kami mencari pecahan-pecahan roti sampai kepada waktu sahur"Maka dari itulah disunatkan  menyugukan semuanya atau diterangkan apa  yang ada pada tuan rumah
Keempat; bahwa tidak mencepatkan mengangkat makanan-makanan itu, sebelum para tamu cukup memakannya . Sehingga mereka telah mengangkat tangannya dari mekanan tersebut. Karena mungkin diantara mereka, masih ingin kepada yang masih tinggal daripada yang telah disugukkan atau masih berhajat kepada makan. Maka tertahanlah ia dari-pada memakannya lantarancepat mengangkatnya. Dan adalah dengan tetap pada satu hidangan  dimana dikatakan, yang demikian itu. adalah lebih baik dari dua macam makanan. Maka mungkin dimaksudkan dengan kata kata tadi ialah tidak menyegerakan rnengangkatkannya. Dan mungkin pula dimaksudkan  dengan suatu hidangan itu. akan keluasan tempat.Diceritakan dari assaturi yangmana beliau adalah seorang shufi suka berkelakar, bahwa ia telah-berkunjung pada salah seorang anak suatu perbidangan. Maka disugukan seekor. kibasy dan adalah tuan rumah itu seorang kikir.

Maka tatkala dilihatnya para tamu merobek-robekkan kibasy tadi, maka hampirlah dadanya  (tiada merasa senang). Lalu ia memanggil pelayannya: Hai pelayan,Angkatlah kepada anak anak makanan ini. Lalu Pelayan mengangkatnya kedalam rumah. Maka bangunlah As-Satturi, berlari lari di belakang kibas itu. Lalu orang bertanya kepadanya: "Mau kemana Beliau  menjawab: "Saya mau makan bersama anak-anak". Maka Maka  tuan rumah dan menyuruh mengembalikan kibasy tadi. Dan macam inilah, bahwa yang mempunyai hidangan tidak mengangkat tangannya sebelum para tamu. Karena mereka itu main. Bahkan seyogialah yang mempunyai makanan, orang yang terakhir siap makan. Adalah setengah crang-orang mulia menerangkan kepada orang ramai (para tamunya) segala macam makanan dan membiarkan mereka memakannya dengan cukup. Maka apabila mereka hampir siap makan, lalu tuan rumah itu duduk berlutut dan mengulurkan tangannya kepada makanan, lalu makan, seraya berkata: "Bismi'Ilaah, tolonglah aku, kira-nya Allah memberkati padamu dan kepadamu!" Dan ulama-ulama terdahulu (salaf) memandang baik yang demikian.

Kelima: bahwa disugukan dari makanan, sekedar mencukupi. Karena kurang dari mencukupi, adalah mengurangkan kehormatan diri (muruah). Dan menambahkan dari yang mencukupi, adalah berbuat-buat (tashannu') dan ria. Lebih-lebih apabila dari tuan rumah itu, tidak membolehkan dimakan seluruhnya. Kecuali bahwa disugukan banyak dan tuan rumah itu baik hati, kalau para tamu mengambil semuanya. Dan berniat memperoleh barakah dengan kelebihan makanan yang dimakan para tamu itu. Karena tersebut pada suatu hadits, tuan rumah itu tidak dihisabkan dosanya (tidak dikira dosa yang memberatkannya).

Ibrahim bin Adham r.a. telah menyugukan banyak makanan pada hidang-annya. Lalu berkata Abu Sufyan: "Hai Abu Ishaq! Apakah tidak engkau takut, bahwa ini adalah berlebih-lebihan?"

Ibrahim menjawab: "Tidak adalah pada makanan itu berlebih-lebihan". Kalau tidak ada niat itu, maka membanyakkan makanan, adalah "takalluf” Berkata Ibnu Mas'ud r.a.: "Kami dilarang mcmperkenankan undangan orang yang bermegah-megah dengan makanannya". Segolongan shahabat memandang makruh memakan makanan yang bermegah-megah. Dari itulah, tidak pernah sekali-kali diangkat dari hadapan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. kelebihan dari sesuatu makanan. Karena mereka itu tidak menyugukan, selain sekedar yang perlu saja dan mereka tidak memakan dengan sempurna kenyang.

Dan seyogialah mula-muia diasingkan bahagian dari keluarga tuan rumah (ahli-bait). Sehingga pandangan mereka tidak tertuju dengan pengharap-an akan kembali sedikit dari makanan itu. Dan mungkin tidak ada yang kembali. maka sempitlah dada mereka dan keluarlah pembicaraan yang tidak baik terhadap para tamu itu. Dan adalah apa yang telah disugukannya kepada tamu-tamu tadi, termasuk kepada apa yang diikuti oleh ke-benciannya kepada mereka. Dan itu adalah pengkhianatan terhadap para tamu.

Apa yang tinggal dari makanan, maka tidaklah bagi tamu-tamu itu mengambilnya. Dan itu adalah apa yang dinamakan oleh kaum shufi dengan "tergelincir". Kecuali telah ditegaskan oleh yang punya makanan itu, dengan keizinan diambil, dengan rela hati atau diketahui yang demikian itu, dengan tanda-tanda dari keadaan. Dan tuan rumah itu amat merasa senang dengan yang demikian.

Kalau berat dugaan, bahwa tuan rumah itu kurang senang, maka tidak seyogialah diambil. Dan apabila diketahui kerelaan dari yang punya makanan itu, maka seyogialah dijaga keadilan dan keinsyafan kepada teman-teman. Maka tidak wajarlah diambil oleh seseorang selain yang tertentu untuknya atau apa yang direlai oleh temannya dengan kepatuhan. Tidak dengan rasa kemalu-maluan.

Adapun kembali dari perjarouan, maka mempunyai tiga adab kesopanan: Pertama:bahwa tuan rumah keluar bersama tamu sampai kepintu rumah. Dan itu adalah sunat. Dan termasuk sebahagian daripada memuliakan tamu. Dan disuruh memuliakan tamu. Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه  
(Man kaana ytfrninu billaahi wal-yau-mil-aakhiri fal-yukrim dlaifah). Artinya: "Barangsiapa beriman dengan Allah dan hari kiamat maka hendaklah memuliakan tamunya!" Dan Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Setengah dari sunat bagi orang yang mempunyai tamu, ialah mengantarkannya sampai kepintu rumah". (1).

Berkata Abu Qatadah, bahwa telah datang utusan raja Habsyi (Negus) kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم., maka bangunlah Rasulu'llah sendiri mengurus kedatangan rnere'ka itu Lalu berkata para shahabatnya: "Kami saja cukup, wahai Rasulu'llah!" (2).
Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم. menjawab: 'Tidak; Adalah mereka dahulu telah memuliakan shahabatk'i, maka sekarang aku ingin membalas budi baik mereka itu!"
Kesempurnaan memuliakan tamu , ialah dengan bermanis muka dan berbicara dengan baik ketika masuk, ketika keluar dan pada hidangan. Ditanyakan kepada Al-Auza'i r.a.: "Bagaimanakah memuliakan tamu itu?" Maka beliau menjawab: "Bermanis muka dan berbicara baik". Berkata Yazid bin Abi Ziad: "Tidak pernah aku masuk ketempat Abdurrahman bin Abi Laila. meiainkan selalu ia berbicara dengan kami, pembicaraan yang baik dan memberikan kami makanan yang baik". Kedua: bahwa tamu itu pulang dengan baik hati, meskipun terjadi terhadap dirinya keteledoran dari pihak tuan rumah. Karena yang demikian itu, termasuk kebaikan budi dan tawadlu' (merendahkan diri). Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Sesungguhnya orang itu akan memperoleh dengan kebaikan budinya, derajat orang yang membanyakkan puasa dan mengerjakan shalat". (3).

Setengah orang terdahulu (ulama salaf) diundang dengan perantaraan utusan. Lalu salaf tadi, tidak berjumpa dengan utusan itu. Tatkala beliau mendengar, lalu beliau datang, dimana para tamu telah bercerai-berai dan telah selesai serta telah keluar. Maka keluarlah tuan rumah menyongsong kedatangan ulama salaf itu, seraya menerangkan, bahwa para tamu telah pulang. Lalu ulama itu, bertanya: "Adakah masih tinggai makanannya?"

1.Dirawikan Ibnu Majah Dari Abu Hurairah
2.Hal ini dapat di fahami dari sejarah dimana para sahabat nabi صلى الله عليه وسلم disuruh berhijrah ke negeri habsyi (Ethiophi) dan mendapat sambutan yang baik(pent)
3.Dirawikan AtThabrani dariAbi Amamah.

Menjawab tuan rumah: 'Tidak ada".
Beliau itu, bertanya lagi: "Adakah tinggal yang hancur-hancur saja?"
Tuan rumah menjawab: "Tidak ada!"
Maka beliau menyambung: "Periuknya saja aku sapu".
Tuan rumah menjawab: "Telah kami basuh".
Lalu ulama itu keluar meninggalkan tempat itu dengan memuji Allah Ta'ala. Maka ditanyakan kepada beliau tentang yang tadi itu, lalu beliau menjawab: "Lelaki yang mempunyai rumah itu telah berbuat baik. Dia mengundang kami dengan niat yang baik dan melepaskan kami dengan niat yang baik"

Itulah artinya merendahkan diri dan kebaikan budi! Diceriterakan bahwa Ustadz Abil-Qasim Al-Junaid diundang oleh seorang anak kecil kedaiam undangan ayahnya sebanyak empat kali. Maka ditolak oleh ayahnya pada keempat kali itu. Dan Abil-Qasim itu kembali pada tiap-tiap kali, dengan memandang baik hati anak kecil itu, dengan kedatangannya dan hati ayah anak kecil itu, dengan kembalinya. Maka inilah jiwa yang telah menghinakan diri dengan tawadlu' karena Allah Ta'ala dan merasa tenteram dengan ketauhidan. Dan memandang pada tiap-tiap penolakan dan penerimaan itu, sebagai suatu ibarat diantaranya dan Tuhannya. Sehingga jiwa itu iidak merasa hancur dengan apa yang berlalu dari segala hamba itu, dari kehinaan, sebagaimana jiwa itu tidak bergembira dengan apa yang berlaku daripada hamba itu, dari penghormatan. Tetapi semuanya itu mereka memandangnya dari Yang Maha Esa dan Maha Perkasa. Dan karena itulah, berkata sebahagian mereka: "Sesungguhnya aku tidak memperkenankan sesuatu undangan, melainkan karena aku teringat dengan undangan itu akan makanan sorga. Yaitu: makanan yang baik, yang menghilangkan dari kami kepayahan, perbelanjaan dan perkiraannya".

Ketiga: bahwa tamu itu tidak keluar, melainkan dengan kerelaan dan keizinan tuan rumah, serta menjaga hatinya tentang lamanya berdiam disitu. Dan apabila ia bertempat selaku tamu, maka janganlah berlebih dari tiga hari. Karena kalau lebih dari itu, kadang-kadang tuan rumah itu tidak merasa senang lagi dan memerlukan untuk mengeluarkannya. Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda:
الضيافة ثلاثة أيام فما زاد فصدفة  
(Adl-dliaafatu tsalaatsatu ayyaa-min, fa maadzaada fashadaqah). Artinya: "Bertamu itu tiga hari, maka yang lebih dari itu, adalah sedekah". (1).
Benar, kalau yang punya rumah itu mendesak lebih dari tiga hari, dengan keikhlasan hati, maka bolehlah baginya tinggal lebih dari tiga hari dalam hal ini.

1.Dirawikan Bukhari dan muslim dari Abi Shuraih Al Khuzai
Dan disunatkan ada pada yang punya rumah itu, tikar (tempat tidur) bagi tamu yang menginap padanya. Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. bersabda:
فراش للرجل وفراش للمرأة وفراش للضيف والرابع للشيطان 
(Firaasyun lirrajuli wa firaasyun lil-mar-ati wa firaasyun lidl-dlaifi war-raabi'u lisy-syaithaan).Artinya: "Suatu tempat tidur bagi laki-laki, suatu tempat tidur bagi wanita, suatu tempat tidur bagi tamu dan yang keempat itu bagi setan". (1).

1.Dirawikan Muslim Dari jabir

PASAL : yang mengumpulkan segala adab dan larangan, menurut ilmu kedokteran dan keagamaan, yang bercerai-berai disana-sini.
Pertama: diceriterakan dari Ibrahim An-Nakha'i, bahwa beliau berkata: "Makan dipasar itu, adalah suatu kehinaan". Disandarkannya (di-isnad-kannya) ucapan ini kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. (1).
Dan isnadnya ini, adalah mendekati kepada kebenaran. Dan telah dinuqil-kan yang berlawanan dengan ucapan tadi dari Ibnu 'Umar r.a. bahwa Ibnu 'Umar berkata: "Adalah kami memakan pada masa Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. dan kami itu berjalan. Kami minum dan kami itu berdiri". (2). Sebahagian guru dari ulama tasawwuf yang terkenal, dilihat orang makan dipasar. Lalu ditanyakan kepadanya tentang yang demikian, maka beliau menjawab: "Apakah saya harus lapar dipasar dan baru nanti makan dirumah?"
Lalu yang bertanya itu menyarankan: 'Tuan guru makan dimasjid saja!". Maka beliau menjawab: "Saya malu memasuki BaitNya untuk makan didalamnya".

Cara mengumpulkan diantara dalil-dalil itu, ialah bahwa makan dipasar adalah tawadlu' dan meninggalkan takalluf. Dari sebahagian manusia itu baik dan dari sebahagian yang lain adalah merusakkan muruah (merusakkan kehormatan diri). Maka menjadi makruh.

Dari itu, adalah berlainan menurut adat-istiadat dari masing-masing negeri dan menurut keadaan masing-masing orang. Maka orang yang tiada layak yang demikian, melihat kepada pekerjaan-pekerjaannya yang lain, niscaya hal itu membawa kepada kurangnya muru-ah dan kesangatan rakusnya. Dan membawa kepada kecederaannya dari menjadi saksi. Dan orang yang layak demikian, dengan semua keadaan dan pekerjaannya, untuk meninggalkan takalluf, maka yang demikian itu adalah menjadi tawadlu' (merendahkan diri) daripadanya.

Kedua: berkata Ali r.a.: "Barangsiapa memulai makannya dengan garam, niscaya dihilangkan oleh Allah daripadanya tujuhpuluh macam bencana. Barangsiapa memakan dalam sehari tujuh biji tamar yang belum terkubak, niscaya terbunuhlah tiap-tiap binatang yang ada dalam perutnya. Dan barangsiapa memakan tiap-tiap hari duapuluh satu biji buah anggur kering yang berwarna merah, niscaya ia tidak akan melihat pada tubuhnya, sesuatu yang tiada disukainya. Daging itu menumbuhkan daging. Tsarid (roti yang dipecah-pecahkan, kemudian dimasukkan kedalam kuah), adalah makanan orang Arab. Bisqarijat (semacam makanan) itu membesarkan perut dan melemahkan dua buah pinggang. Daging lembu itu penyakit, susunya itu penyembuh, minyak saminnya itu obat. Dan lemak itu keluar seperti itu dari penyakit. Dan tidaklah akan memperoleh kesembuhan wanita yang beranak,

1.Hadis itu Dirawikan AtThabrani Dari Abi Amamah dan Hadis itu Daif
2.Dirawikan At Tirmizi dari Ibnu Hibban.

dengan sesuatu, yang lebih utama daripada tamar muda. Ikan itu melemahkan tubuh (1).
Membaca Al-Qur'an dan menggosok gigi, itu menghilangkan dahak. Dan barangsiapa berkehendak kekal — dan sebenarnya tidak adalah kekal — maka hendaklah bersegera memakan makan siang, berkali-kali mengulangi makanan malam dan memakai sepatu. Dan tidaklah berobat manusia dengan sesuatu. seperti minyak samin. Hendaklah menyedikitkan mendatangi wanita dan meringankan pakaian. Dan itu adalah agama". Ketiga: berkata AI-Hajjaj kepada sebahagian tabib (dokter): "Terangkan-lah kepadaku suatu keterangan yang akan aku pegangi dan tidak akan aku langkahi!"

Maka menjawab tabib itu: "Jangan engkau kawini wanita, kecuali yang gadis' Jangan engkau makan daging, kecuali yang hancur! Jangan engkau makan masakan, sehingga bagus masakannya! Jangan engkau minum obat. kecuali dari karena penyakit! Jangan engkau makan buah-buahan, kecuali yang masak! Jangan engkau makan makanan, kecuali telah engkau baguskan pengunyahanya! Makanlah makanan yang engkau sukai! Dan janganlah engkau minum diwaktu sedang makan! Apabila engkau minum, maka janganlah memakan sesuatu diatas minuman itu! Jangan engkau tahan air besar dan air kecil! Dan apabila engkau telah makan siang, maka tidurlah! Dan apabila engkau sudah makan malam, maka berjalan-jalanlah sebelum tidur, walaupun seratus langkah!" Dan seirama dengan yang tadi, ialah kata orang Arab: "Engkau makan siang, maka engkau memanjang. Dan engkau makan malam, maka engkau berjalan ". Ya'ni: mengembang (tamaddad), sebagaimana firman
Allah Ta'ala:
ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى
(Tsumma dzahaba iiaa ahlihii jatamath-thaa).Artinya: "Kemudian itu dia pergi kepada keluarganya dengan penuh kesombongan. - S. Al-qiamah, ayat 33.يَتَمَطَّى"Yatamath-tha" pada ayat tadi, artinya: يَتَمَطَّى yatamath-thath (mengembang Iaksana karet) (2). Ada ulama yang mengatakan„ bahwa menahan air kecil itu merusak badan. sebagaimana sungai merusakkan sekelilingnya apabila tersumbat tempat mengalirnya.

Keempat: tersebut pada hadits: "Memotong urat membawa kepada sakit dan meninggalkan makan malam membawa kepada lemah". Orang Arab mengatakan: "Meninggalkan makan pagi (awal siang) dapat menghilangkan minyak buah pinggang".

1.Ini berbeza dengan masing masing keadaan dan tempat ,Orang arab memang tidak suka makan ikan,kerana keadaan dan anggapan demikian(pent)
2.Yang dimaksud dengan makan siang lalu memanjang ialah,tidur sesudah makan siang.Siang itu dimaksudkan ialah awal siang.Seperti yang dikatakan sebelum ini(peny)

Berkata setengah ahli hikmat kepada putera-nya: "Hai anakku! Janganlah engkau keluar dari tempat tinggalmu, sebelum engkau mengambil santunanmu!" Artinya: engkau makan. Karena dengan makan itu mengekalkan kesantunan dan menghilangkan kelemah-an pikiran. Dan juga mengurangkan hawa-nafsu ketika melihat sesuatu dipasar.
Berkata seorang ahli hikmat kepada seorang gemuk: "Saya melihat padamu yang sudah busuk dari barisan gusimu. Darimanakah datangnya?" Orang gemuk itu menjawab: "Dari memakan yang halus dari gandum, yang kecil-kecil dari kambing. Aku berminyak dengan minyak kacang dan aku berpakaian dengan kain katun".

Kelima: menjaga diri dari hal makanan (alha-miyyah), adalah membawa melarat kepada orang yang sehat, sebagaimana meninggalkannya membawa melarat kepada orang yang sakit. Begitulah dikatakan orang. Dan berkata sebahagian mereka: "Barangsiapa menjaga diri (menjaga diri dari hal makanan atau ai-ha-miyyah) maka dia adalah diatas keyakinan dari barang yang tidak disukai dan diatas keraguan dari barang-barang yang menyehatkan". Dan ini adalah bagus dalam hal keadaan sehat. "Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. melihat Shuhaib memakan tamar, sedang salah satu dari kedua matanya sakit, lalu beliau bertanya: "Apakah engkau makan tamar, Sedang engkau sakit mata?"

Shuhaib menjawab: "Wahai Rasulu'llah. Sesungguhnya aku makan dengan keping yang lain". Ya'ni tepi yang sehat. Maka tertawalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم.mendengar yang demikian (1).

Keenam: disunatkan membawa makanan kepada keluarga orang yang meninggal dunia. Tatkala datang berita kematian Ja'far bin Abi Thalib, maka Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Sesungguhnya keluarga Dja'far itu sibuk dengan orang yang meninggal, daripada menyediakan makanan mereka. Dari itu, bawalah kepada mereka apa yang akan mereka makan nanti!" (2). Membawa makanan itu adalah sunat. Apabila disugukan yang demikian kepada orang banyak, halallah memakan daripadanya. Kecuali yang disediakan untuk orang-orang yang menangis dan yang menolong kepadanya dengan tangisan dan kegundahan. Maka tidak seyogialah makan bersama mereka itu.

Ketujuh: tidak seyogialah menghadiri perjamuan orang yang zalim. Kalau dipaksakan, maka hendaklah disedikitkan memakannya. Dan janganlah menuju kepada makanan yang lebih bagus!

Sebahagian orang yang amat memperhatikan kebersihan batin (al-muzak-ki), menolak menjadi saksi orang yang menghadiri perjamuan sultan (penguasa yang zalim tentunya).

1.Dirawikan ibnu majah dari Syuib dengan isnad baik.
2.Dirawikan Abu Dawud ,At Tirmidzi dan Ibnu Majah Dari Abdullah Bin Jaafar dengan isnad baik.

Maka orang yang ditolak menjadi saksi tadi, menjawab: "Aku adalah karena terpaksa maka menghadiri perjamuan itu.

lalu menjawab al-muzakki iadi: "Aku melihat anda menuju makanan yang lebih bagus dan membesarkan suap. Dan tidaklah anda terpaksa intuk itu".
Kemudian, sultan  memaksakan al-muzakki itu kepada makan. Maka ia menjawab: "Adakalanya. aku makan dan aku melepaskan kebersihan batin ataa aku mempertabankan kebersihan batin dan tidak makan". Maka terpak.sai.ah mereka mengakui kebersihan batin al-muzakki tadi dan membiarkan tidak makan.

Diceritakankan orang, Bahawa Zim-Nun Al-Mishri dipenjarakan dan beliau tidak  makan beberapa hari daiam penjara. Beiiau mempunyai seorang saudara perernpuan pada jalan Allah (fi'llaah). Wanita ini mengirimkan makaaan kepadanya dalam bungkusan, dengan perantaraan pengawal penjara. Beliau tidak mau makan makanan itu. Setelah mengetahui yang Jemikian, maka wanita tad; amat menyesali akan sikap beliau itu. btaiaai menjawab: "Makanan itu betul halal, tetapi sampai kepadaku diatas baki yang zalim".

Dimaksudkan beliau dengan yang zalim itu, ialah tangan pengawal penjara. Dan ini, adalah wara' yang paling penghabisan.

Kelapan: Diriwayatkan  dari FathuJ-Mausuli r.a. bahwa behau berkunjung kepada Bisyr Al-Hafi. Lalu Bisyr mengeluarkan uang sedirham dan memberikannya kenada Ahmad Ai-Jala'-pelayannya, seraya mengatakan: "Belilah dengan uang ini makanan yang baik dan lauk-pauk yang bagus!" Peiayan tadi menerangkan: "Lain aku belikan roti yang bersih, seraya aku mengatakan: 'Tidakkah Nabi صلى الله عليه وسلم. berdo'a bagi sesuatu: "Wahai Allah Tuhanku. beriiah barakah bagi kami padanya dan tambahkanlah kepada kami daripadanya!", selain dari: susu. Maka aku belikan susu dan tamar yang bagus Lalu  aku sugukan kepadanya".

Fathui-Mausuii lalu makan dan mengambil yang tinggal (yang tidak dimakan). Maka berkata Bisyr kepada pelayannya: 'Tahukah kamu, mengapa aku katakan  beiilah makanan yang bagus? Karena makanan yang bagus, menghasilkan kesyukuran yang ikhlas. Tahukah kamu, mengapa Fathul-Mausuii tidak mengatakan kepadaku: "Makanlah!" Karena tidaklah bagi seorang tamu. mengatakan kepada tuan-rumah: "Makanlah!" Tahukah kamu, mengapa Fathul Mausuli membawa yang tinggal? Karena apabila benarlah penyerahan, maka tidak apalah dibawa".

Berceritera Abu Ali Ar-Raudzabari r.a., bahwa ia mengadakan suatu perjamuan, lalu memasang pada perjamuan itu seribu buah lampu. Maka berkata kepadanya seorang laki-laki: "Tuan telah berlebih-lebihan!" Abu Ali menjawab: "Silakan masuk! Maka semua lampu yang aku pasang itu bukan kerena Allah, padamkanlah!"

Orang itu pun lalu masuk, maka ia tidak sanggup memadamkan satu lampu pun daripadanya. Lalu ia tidak dapat berkata apa-apa. Abu Ali Ar-Raudzabari memberi beberapa pikul gula dan menyuruh tukang-tukang gula itu membawanya. Sehingga membangun sebuah dinding dari gu'a itu. dengan berkamar dan bermihrab diatas tiang-tiang yang terukir, dimana seluruhnya dari gula.

Kemudian. Abu Ali itu mengundang beberapa orang shufi. lalu membongkar dan mengambilkannya.

Kesembilan: berkata Asy-Syafi'i r.a: "Makan itu diatas empat macam: makan dengan satu jari, adalah cacian: dengan dua jari  adalah sombong; dengan tiga jari adalah sunnah Nabi(1) صلى الله عليه وسلم
dengan empat dan lima jari. adalah scrakah. Empat perkara, adalah menguatkan batian: memakan daging, mencium bau-bauan, membanyakkan mandi dari bukan bersetubuh dan memakai kain katun Dan empat perkara. adalah melemahkan badan: banyak bersetubuh, banyak dukacita, banyak meminum air, tanpa memakan sesuatu dan banyak memakan yang masam, Dan empat perkara adalah menguatkan penglihatan: duduk arah keqiblat, bercelak ketika tidur. memandang kepada yang hijau dan membersihkan nakaian. Dan empat perkara, adalah melemahkan penglihatan: memandang kepada yang iijik. memandang kepada orang yang dipancung, memandang kepada kemaluan wanita dan duduk membelakangi qiblat. Dan empat macam menambah kekuatan bersetubuh: memakan daging burung, memakan khrifil besar. memakan fuMuq ({semacam buah-buahan, satu tangkai terdapat berpuluh buah banyaknya-Pent,) dan memakan jirjir (semacam sayu-sayuran yang tumbuh atas air dan dimakan Pent.) Tidur itu. adalah empat macam: tidur diatas kuduk, yaitu tidur para nabi a.s., dimana mereka itu bertafakkur tentang kejadian langit dan bumi; tidur diatas lambung kanan, yaitu tidur para ulama dan "abid; tidur diatas lembung kiri, yaitu tidur raja-raja, untuk menghancurkan makanan yang dimakan mereka dan tidur atas muka (menelungkup), yaitu tidur setan-setan.

Empat perkara menambahkan akal kecerdasan: meninggalkan perkataan yang tidak perlu. bersugi, duduk-duduk dengan orang shalih dan dengan uiama-uiama. Empat perkara adalah termasuk ibadah: tidak melangkah dengan suatu langkah (maksudnya: bila akan melangkahkan kaki kemana saja), melainkan dengan berwudlu', membanyakkan sujud (shalat), membiasakan diri dimasjid dan membanyakkan pembacaan Al-Qur'an". Dan Asy-Syafi'i r.a. berkata pula: "Aku heran orang yang masuk keka-mar mandi, tanpa memakan sesuatu. Kemudian melambatkan makan sesudah keluar daripadanya. Bagaimanakah ia tidak mati? Dan aku heran kepada orang yang berbekam, kemudian menyegerakan makan, bagaimanakah ia tidak mati?" Dan seterusnya, beliau berkata: "Tiada aku melihat sesuatu yang lebih bermanfa'at waktu berkecamuk penyakit kolera, selain dari buah binafsaj, dibuat menjadi minyak dan diminum".

Wallahu a'lam bish-shawab! Allah yang mahatahu dengan yang benar'

1. Dirawikan dari Ka'ab bin Malik, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. makan dengan tiga anak jari.

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)