15.Kitab Rahsia Solat dan segala kepentingannya [ Bab 4-7]

AlhafizNet


Bab Keempat : Tentang keimamam dan Mengikut Imam
Mengenai rukun Solat sesudah salam dan atas imam ada tugas tugas sebelum solat dan pembacaan.
Adapun tugas tugas sebelum solat,enam.
Pertama: Bahawa tidaklah seorang itu tampil menjadi imam kepada orang banyak yang tidak suka kepadanya.kalau orang banyak itu , tidak sekata maka yang dilihat ialah yang terbanyak. dan kalau golongan sedikit terdiri dari orang orang baik dan beragama, maka memandang kepada pendapat mereka adalah lebih utama,pada hadis tersebut, tiga golongan tidak dilampaui,oleh solatnya akan kepalanya:Budak yang lari dari tuannya-isteri yang dimarahi suaminya,dan imam yang mengimami suatu kaum dimana kaum itu tidak suka kepdanya(1)
sebagaimana dilarang tampil menjadi imam, kerana tidak disukai orang ramai, maka seperti itu pula dilarang tampil menjadi imam, bila ada dibelakangnya orang yang lebih ahli fiqih, daripadanya.kecuali apabila orang yang lebih utama daripadanya itu menolak, maka bolehlah ia tampil menjadi imam.kalau tida ada sesuatu daripada yang tersebut itu , maka hendaklah ia tampil manakala telah meyakini dan mengetahui pada dirinya terdapat syarat syarat menjadi imam, dan di makruhkan ketika itu menolak,.
sesungguhnya dikatakan bahawa ada satu kaum yang tolak menolak menjadi imam sesudah selesai qamat dari solat,maka terjadilah kekeruhan diantara mereka.dan apa yang diriwayatkan tentang tolak menolaknya menjadi imam diantara para sahabat,ra.,sebabnya ialah kerana pilihan mereka akan orang yang di lihatnya lebih utama untuk itu. atau kerana kekuatiran mereka kepada dirinya akan kealpaan dan beratnya tangungan solat para makmum kerana imam itu adalah penangung. dan siapa yang tiada membiasakan dirinya menjadi imam, kadang-kadang hatinya bimbang dan keikhlasannya kacau di dalam shalat, karena malu kepada para pengikut (ma'mum). Lebih-lebih waktu membaca bacaan dengan suara keras. Dari itu terdapatlah beberapa sebab, bagi orang yang menjaga diri daripada yang demikian itu.
1.Dirawikan Attirmidzi dari abi amamah Hadis hasan Gharib.
** Tidak di lampaui oleh solatnya akan kepalanya**Adalah Kinayah(sindiran) dari tidak diterima solat itu.

dirinya menjadi imam, kadang-kadang hatinya bimbang dan keikhlasannya kacau di dalam shalat, karena malu kepada para pengikut (ma'mum). Lebih-lebih waktu membaca bacaan dengan suara keras. Dari itu terdapatlah beberapa sebab, bagi orang yang menjaga diri daripada yang demikian itu.
Kedua : apabila seseorang disuruh pilih antara melakukan adzan dan menjadi imam, maka wajarlah dipilih menjadi imam.
Masing-masing dari yang dua ini, mempunyai kelebihan. Tetapi mengumpuikan keduanya pada satu orang, adalah makruh. Dari itu, seyogialah bahwa imam itu, tidak muadzin (orang yang melakukan adzan). Dan apabila sukar dikumpulkan itu, maka yang lebih utama, ialah menjadi imam.
Berkata segolongan ulama, bahwa adzan adalah lebih utama. Karena apa yang kami nukilkan dahulu tentang keutamaan adzan dan karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم
الإمام ضامن والمؤذن مؤتمن
(Al-lmaamu dlaaminun wal-muadz-dzinu mu'taman).
Artinya : "Imam itu penanggung dan muadzin itu yang diterima percayaannya (dipegang amanahnya) ". (1) Lalu mereka mengatakan, sulitnya tanggung jawab di dalam shalat.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . :الإمام أمين فإذا ركع فاركعوا وإذا سجد فاسجدو
 (Al-imaamu amiinun fa-idzaa raka'a farka'uu wa idzaa sajada fas-juduu).
Artinya : "Imam itu adalah orang kepercayaan. Apabila ia ruku  maka ruku'lah kamu dan apabila ia sujud,. maka sujudlah kamu! ".(2)
Pada hadits, tersebut : 'Kalau imam itu menyempurnakan dengan baik, maka kesempurnaan itu adalah bagi imam dan bagi para ma'mum. Dan kalau kurang, maka kekurangan itu adalah atas imam dan tidak atas para ma'mum".(3)
 (1)Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah.
(2)Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
(3)Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.

Dan karena Nabi صلى الله عليه وسلم   . berdo'a : "Ya Allah, ya Tuhanku! Berilah petunjuk kepada imam-imam shalat dan ampunilah orang-orang yang melakukan adzan". Ampunan adalah lebih utama dicari, karena petunjuk itu dimaksudkan untuk memperoleh ampunan.
Dalam hadits tersebut : "Barangsiapa menjadi imam pada suatu masjid tujuh tahun, niscaya wajiblah baginya sorga, tanpa hisab (tanpa dihitung amalannya). Dan barangsiapa melakukan adzan empat puluh tahun, niscaya ia masuk sorga, tanpa hisab". (1)
Karena itu, dinukilkan dari para shahabat ra., bahwa mereka tolak-menolak menjadi imam. Dan pendapat yang lebih kuat, adalah menjadi imam itu lebih utama, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم   ., Abu Bakar, Umar dan para imam sesudahnya, membiasakan diri menjadi imam dalam shalat.
Ya, benar pada menjadi imam itu, terdapat bahaya tanggung jawab. Dan kelebihan itu, adalah serta bahaya itu, sebagaimana pangkat jabatan amir dan khalifah, adalah lebih utama, karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Sesungguhnya sehari bagi seorang sultan (penguasa) ydng adil, adalah lebih utama daripada ibadahnya tujuh puluh tahun".
Tetapi pada jabatan-jabatan tersebut itu, ada bahayanya. Dari itu, wajiblah didahulukan orang yang lebih utama dan lebih banyak ilmu fiqihnya. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Imam-imammu itu, adaltih orang-orang yang memberi syafa'at kepadamu". Atau menurut riwayat yang lain, Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "adalah utusanmu kepada Allah". Kalau kamu bermaksud membersihkan shalatmu, maka dahulukanlah orang-orang yang baik daripada kamu, menjadi imam".
Berkata setengah salaf : "Tiadalah sesudah nabi-nabi, yang lebih utama daripada para ulama. Dan tiadalah sesudah para ulama, yang lebih utama daripada imam-imam shalat. Karena mereka adalah berdiri, diantara hadlirat Allah 'Azza wa Jalla dan makhlukNya. Yang ini, dengan "kenabian", yang ini, dengan "keilmuan" dan yang ini, dengan "tiang agama", yaitu : shalat
Dengan alasan inilah, para shahabat mengambil dalil, mendahulukan Abu Bakar Shiddiq ra. untuk memegang jabatan khalifah, karena mereka menyatakan : "Kami memandang, bahwa shalat itu adalah tiang agama. Maka kami pilihlah untuk urusan duniawi kami, orang yang telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم   . untuk urusan agama kami' Dan tidak mereka mendahulukan Bilal, beralasan bahwa Bilal itu telah direlai Nabi صلى الله عليه وسلم  untuk adzan.
1. Diriwayatkan At Tirmidzi dari Ibnu Abbas

Dan apa yang diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki meminta kepada Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Ya Rasulullah! Tunjukilah aku kepada amal, yang dapat kiranya aku memperoleh sorga!".
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم   .: "Hendaklah kamu menjadi muadzin!". Menjawab orang itu : "Aku tidak sanggup menjadi muadzin". Menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم   . ; "Hendaklah kamu menjadi imam!". Menyahut orang itu lagi : "Aku tidak sanggup menjadi imam!". Lalu bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  'Bershalat lah di belakang imam!" (1) Mungkin orang laki-laki tersebut menyangka, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم  tidak merelai ke-imam-annya. Karena adzan itu adalah kepadanya dan keimaman itu adalah kepada orang banyak dan orang banyak itu mendahulukannya. Kemudian, mungkin laki-laki itu menyangka, bahwa ia menyanggupi menjadi imam.
Ketiga : bahwa imam itu menjaga segala waktu shalat. Maka bersha-latlah ia pada awal waktunya, supaya memperoleh kerelaan Allah Ta'ala.
"Maka keutamaan awal waktu, dari akhir waktu, adalah seperti keutamaan akhirat, dari dunia", demikianlah diriwayatkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم   .",(2)
Pada hadits tersebut: "Bahwa hamba itu untuk mengerjakan shalat pada akhir waktunya dan tidak sampai terluput daripadanya, meskipun telah terluput dari awal waktunya, adalah lebih baik baginya daripada dunia dan isinya
Dan tidak seyogialah, mengemudiankan shalat, untuk menunggu banyaknya orang berjama'ah. Tetapi haruslah menyegerakan shalat untuk memperoleh kelebihan awal waktu. Malta kelebihan awal waktu itu, adalah lebih utama daripada banyaknya jama'ah dan panjangnya surat yang dibaca.
Ada yang mengatakan, bahwa mereka apabila telah hadlir dua orang pada shalat jama'ah, mereka tiada menunggu orang ketiga. Dan apa-bila telah hadlir empat orang pada shalat janazah (shalat atas orang meninggal), mereka tiada menunggu orang kelima.
Nabi صلى الله عليه وسلم   telah terlambat dari shalat Shubuh, di mana Nabi صلى الله عليه وسلم  . dan para shahabatnya dalam suatu perjalanan jauh. Sesungguhnya
Nabi صلى الله عليه وسلم  terlambat itu, adalah karena bersuci, lalu beliau tidak ditunggu, Dan ditampilkan kedepan Abdur Rahman bin 'Auf, lalu bershalat bersama mereka, sehingga luputlah seraka'at bagi Nabi صلى الله عليه وسلم   . Maka bangunlah beliau mengerjakannya. Abdur Rahman bin 'Auf berkata : Restuilah kami dari yang demikian", Maka Nabi صلى الله عليه وسلم  . menjawab : Kamu sudah bagus seperti itu, maka buatlah terus!".
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم   صلى الله عليه وسلم  , terlambat pada shalat Dhuhur, lalu mereka menam-pilkan Abu Bakar ra. menjadi imam, Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم   , datang dan Abu Bakar dalam shalat, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم   . berdiri disampingnya",
1.Dirawikan Al Bukhari
2.Dirawikan Abu Mansur AdDailami Dari Ibnu Umar dengan Sanad Dlaif

Dan tidaklah atas imam itu menunggu muadzin, Tetapi muadzin harus menunggu imam, untuk melakukan qamat. Apabila iman itu telah datang, maka tidaklah muadzin itu menunggu orang lain.
Keempat : bahwa menjadi imam itu adalah semata-mata ikhlas karena Allah 'Azza wa Jalla dan menunaikan amanah Allah Ta'ala, mengenai suci dan seluruh syarat-syarat shalatnya..
Adapun ikhlas, yaitu tidak mengambil upah atas pekerjaannya menjadi imam. Rasulullah صلى الله عليه وسلم   menyuruh Usman bin Abil-'Ash Ats-Tsaqafi, dengan mengatakan : "Ambillah seorang muadzin, yang tidak mengambil upah atas adzannya". (1)
Adzan adalah jalan kepada shalat. Maka shalat itu lebih utama lagi, tidak diambil upah. Kalau upah itu diambil dari masjid sebagai penghidupan, dari harta yang telah diwakafkan untuk orang yang ditugaskan menjadi imam di masjid itu atau dari sultan atau dari seseorang manusia, maka tidaklah dihukumkan haramnya. Tetapi adalah makruh hukumnya.
Kemakruhan pada shalat fardiu adalah melebihi dari kemakruhan pada shalat tarawih. Upah itu adalah berdasarkan atas tetap nya mengunjungi tempat shalat dan mengurus kepentingan masjid, tentang mendirikan shalat jama'ah. Dan tidaklah upah itu karena shalat itu sendiri.
Adapun amanah, ialah kesucian bathin dari fasiq, dosa besar dan berkekalan berbuat dosa kecil. Maka orang yang dicalonkan untuk menjadi imam, seyogialah menjaga diri dari perbuatan yang tersebut, dengan seluruh tenaga yang ada padanya. Karena imam itu adalah seperti utusan dan pembawa syafa'at kepada orang banyak. Maka sepantasnyalah, dia orang yang terbaik daripada golongannya.
1.Dirwikan AlHakim dari Usman bin Abil Asshaqofi

Demikian pula, suci dhahir daripada hadats dan najis, karena tidak ada yang memandangnya, selain dia sendiri.
Kalau ia teringat kepada hadats, pada waktu sedang shalat atau keluar daripadanya angin, maka tidaklah wajar ia merasa malu. Tetapi diambilnyalah tangan orang yang berada dekatnya dan orang itu menggantikannya selaku imam.
Sesungguhnya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . teringat akan hadats besar (janabah) waktu sedang shalat, lalu beliau gantikan orang lain menjadi imam dan beliau pergi mandi. Kemudian kembali lagi dan masuk ke dalam shalat. (1)
Berkata Sufyan : "Bershalatlah di belakang tiap-tiap orang yang baik dan orang yang dhalim. Kecuali peminum khamar atau berterang-terangan berbuat fasiq atau mendurhakai ibu-bapa atau pembuat bid'ah atau budak yang melarikan diri daripada tuannya".
Kelima : bahwa imam itu tiada bertakbir, sebelum shaf (barisan) shalat itu lurus. Maka hendaklah ia berpaling ke kanan dan ke kiri. Kalau dilihatnya ada yang belum beres, maka disuruhnya supaya dibereskan dengan meluruskan shaf.
Ada yang mengatakan, bahwa mereka membuat setentang dengan bahu-bahu dan merapatkan diantara tumit-tumit. Dan imam itu tidak bertakbir sebelum selesai muadzin daripada qamat. Dan muadzin itu mengemudiankan qamat daripada adzan, sekedar selesai persiapan orang banyak untuk shalat.
Pada hadits tersebut : "Hendaklah muadzin itu berhenti diantara adzan dan qamat, sekedar selesailah orang makan dari makannya dan orang membuang air dari hajatnya
Yang demikian itu, adalah karena Nabi صلى الله عليه وسلم   . melarang daripada menolak dua keadaan yang tidak disukai (lapar dan membuang air) dan menyuruh dengan mendahulukan makan malam daripada shalat 'Isya', karena mencari keselesaian hati daripada segala gangguan.
Keenam : bahwa imam itu meninggikan suaranya dengan takbiratul-ihram dan takbir-takbir yang lain. Dan ma'mum itu, tidak meninggikan suaranya, selain sekedar didengar oleh dirinya sendiri . Dan imam itu meniatkan menjadi imam, supaya memperoleh pahala. Kalau tidak diniatkannya, maka shalatnya dan shalat ma'mumnya syah, apabila para ma'mum itu meniatkan mengikut imam.
1. Dirawikan Abu Dawud Dari Abi Bakrah dengan isnad Sahih

Dan mereka memperoleh pahala berjama'ah, sedang imam itu tiada memperoleh pahala menjadi imam.
Dan hendaklah ma'mum itu mengemudiankan takbimya daripada takbir imam. Yaitu dimulainya bertakbir sesudah selesai imam daripada bertakbir.
Wallahu A'lam! Allah Yang Maha Tahu!.
Adapun tugas pembacaan di dalam shalat adalah tiga :
Pertama : membaca dengan suara yang dapat didengar olehnya sendiri (secara sirr), do'a iftitah dan ta'awwuz, seperti orang yang bershalat sendirian. Dan membaca dengan suara keras (secara jahr) al-fatihah dan surat sesudahnya pada semua shalat Shubuh dan dua raka'at pertama 'Isya’ dan Maghrib. Dan begitu pula bagi orang yang bershalat sendirian.
Dan mengeraskan bacaan "Aamin" pada shalat jahriyah (shalat yang dikeraskan suara bacaannya, yaitu Shubuh, Maghrib dan 'Isya') Dan begitu pula ma'mum.
Dan ma'mum itu menyertakan bacaan aminnya bersama dengan am in imam, tidak beriring-iringan.
Dan mengeraskan bacaan بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ" Bismillaahir-rahmaanir-rahiim". Dan mengenai ini, terdapatlah beberapa hadits yang bertentangan satu dengan lainnya. Tetapi Asy-Syafi'i ra. memilih dengan jahr.
Kedua : bahwa imam pada tegaknya itu ada tiga kali diam. begitulah diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub dan 'Imran bin Al-Hu-shain daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم  Diam yang pertama, yaitu apabila telah bertakbiratul-ihram. Dan diam inilah yang terpanjang daripadanya, sekedar dapat dibaca oleh orang yang di belakang imam (ma'mum) akan surat al-fatihah. Yaitu, waktu imam membaca do'a iftitah.
Dan kalau imam itu tidak diam, maka luputlah bagi ma'mum mendengar bacaan imam. Dan imamlah yang menanggung akan kekurangan yang terdapat pada shalat ma'mum.
Kalau ma'mum itu tiada membaca al-fatihah pada waktu imam diam dan menghabiskan waktunya dengan yang lain, maka risikonya adalah tanggungan mereka sendiri, tidak tanggungan imam. Diam yang kedua, yaitu : apabila selesai daripada membaca al-fatihah. Gunanya supaya disempurnakan oleh orang yang membaca al-fatihah pada diam yang pertama tadi, akan al-fatihahnya. Dan lamanya, ialah setengah daripada diam yang pertama di atas. Dan diam yang ketiga, yaitu apabila telah selesai daripada membaca surat, sebelum ia ruku'. Diam inilah yang tercepat, yaitu : sekedar terpisahlah bacaan dari takbir untuk ruku \ Dan Nabi صلى الله عليه وسلم   . melarang disambung padanya.
Dan ma'mum tidak membaca di belakang imam, selain daripada al-fatihah. Kalau imam itu tiada diam, maka ma'mum membaca al-fatihah bersama imam. Dan yang teledor dalam hal ini, ialah imam.
Kalau ma'mum itu tiada mendengar bacaan imam pada shalat jahriyah, karena jauh atau pada shalat sirriyah, maka tiada mengapa ma'mum itu membaca surat.
Ketiga : bahwa imam itu membaca pada shalat Shubuh, dua surat yang panjang yang kurang dari seratus ayat panjangnya. Karena memanjangkan bacaan shalat fajar m dan gelap padanya adalah sunat dan bila tidak mendatangkan melarat kepadanya, oleh perjalanan jauh. Dan tiada mengapa membaca pada raka'at kedua, penghabisan surat, kira-kira tiga puluh atau dua puluh ayat lagi, sampai pada kesudahan surat itu. Karena yang demikian, tiadalah banyak berulang-ulang pada pendengaran, sehingga lebih mendalam untuk pengajaran dan lebih membawa kepada pemikiran.
Hanya sebahagian ulama, memandang makruh membaca sebahagian permulaan surat dan memotong pembacaan itu. Dan diriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . "membaca sebahagian surat yunus. Maka tatkala sampai kepada menyebut Musa dan Fir'aun, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم   . memu-tuskannya dan terus ruku'".
Diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . membaca pada shalat Fajar (shalat Shubuh), suatu ayat dari jurat Al-Baqarah, yaitu firmanNya :
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا
(Quuluu aamannaa billaahi wa maa unzila ilainaa).
Artinya : "Katakan! Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami".    (S. Al-Baqarah, ayat 136).
Dan pada raka'at kedua :   رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ 
 (Rabbanaa aamannaa bimaa anzalta).
Artinya : "Wahai Tuhan Kami! Kami mempercayai apa yang Engkau turunkan (S. Ali 'Imran, ayat 53).

** Solat Fajar=Solat Subuh


Nabi صلى الله عليه وسلم  mendengar Bilal membaca, dengan memetik dari sanasini, lalu bertanya dari yang demikian itu. Maka Bilal menjawab : "Aku mencampurkan yang baik dengan yang baik".Maka sahut Nabi صلى الله عليه وسلم: "Bagus, baik sekali! (Ah-santa)!'.
Nabi صلى الله عليه وسلم  membaca pada shalat Dhuhur, surat yang panjang ayat-ayatnya, sampai tiga puluh ayat. Dan pada 'Ashar, setengah dari itu. Dan pada Maghrib, membaca akhir dari surat-surat yang panjang itu.
Dan penghabisan shalat yang dikerjakan Nabi صلى الله عليه وسلم  ialah shalat Maghrib, di mana Nabiصلى الله عليه وسلم  , membaca padanya surat Al-Mursalat. Dan tidaklah Nabi صلى الله عليه وسلم  mengerjakan shalat sesudah itu, sehingga wafatlah beliau. (1)
Kesimpulannya, meringankan shalat, adalah lebih utama, lebih-lebih apabila jama'ah itu banyak. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم, tentang keringanan ini :
 إذا صلى أحدكم بالناس فليخفف فإن فيهم الضعيف والكبير وذا الحاجة
(Idzaa shallaa ahadukum bin-naasi fal-yukhaffif fa-inna fiihimidl-dla'iifa wal-kabiira wa dzal-haajah).
Artinya : "Apabila bershalat seorang kamu dengan orang banyak (sebagai ma'mum), maka hendaklah diringankan, karena diantara mereka, ada yang lemah, yang tua dan yang berkeperluan''. (2) Dan apabila bershalat sendirian, maka dapatlah memanjangkannya sesuka hati.
Adalah Mu'az bin Jabal bershalat 'Isya' dengan suatu kaum, lalu dibacanya surat A l-Baqarah. Maka keluarlah seorang dari shalat dan menyempurnakan sendiri shalatnya.
Kemudian, kaum itu mengatakan : "Telah munafiq orang itu!".

1.Dirawikan Bukhari dan Muslim, Dari Ummil Fadli
2.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah

Maka datanglah Mu'az dan laki-laki itu, mengadu pada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم   . marah kepada Mu'az, seraya berkata :
فقال أفتان أنت يا معاذ اقرأ سورة سبح والسماء والطارق والشمس وضحاها 
 (A-fattaanu anta yaa Mu'aadzuqra' suuiata "Sabbih", "Wassamaa-i wath-thaariqi", "wasy-syamsi wa dluhaahaa".).Artinya : "Engkau berbuat fitnah, hai Mu'az! Baca sajalah surat "Sabbih", والسماء والطارق "Wassamaa-i wath-thaariqi", dan 'والشمس وضحاها 'Wasy-syamsi wa dlu-haahaa!". (1)
Adapun tugas mengenai rukun-rukun, maka adalah tiga :
Pertama ; bahwa imam itu meringankan ruku' dan sujud. Tidak melebihkan pembacaan tasbih dari tiga kali. Diriwayatkan dari Anas, bahwa ia berkata : "Tidaklah aku melihat shalat yang lebih ringan dan sempurna daripada shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم   .
Ya benar, diriwayatkan pula bahwa Anas bin Malik tatkala mengerjakan shalat di belakang Umar bin Abdul Aziz,ketika itu, Umar bin Abdul Aziz menjadi amir Madinah, mengatakan : "Belum pernah aku bershalat di belakang seseorang, yang lebih menyerupai shalatnya dengan shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم  daripada pemuda ini". Kemudian Anas meneruskan : "Kami membaca tasbih di belakangnya sepuluh-sepuluh".
Dan diriwayatkan secara tidak terperinci, bahwa para shahabat itu, berkata : "Adalah kami membaca tasbih di belakang Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . pada ruku' dan sujud sepuluh-sepuluh".
Adalah yang demikian itu (membaca tasbih sepuluh-sepuluh) baik, tetapi membaca tiga kali, apabila jama'ah itu banyak, adalah lebih baik.
Apabila tiada hadlir pada shalat jama'ah, kecuali orang-orang yang menyerahkan seluruh waktunya untuk agama, maka tidak mengapa membaca tasbih sepuluh kali.
Inilah cara menghimpunkan diantara riwayat-riwayat yang berbeda-beda itu.
Dan seyogialah, imam membaca ketika mengangkatkan kepalanya dari ruku' : سمع الله لمن حمده "Samiallaahu liman hamidah" (Didengar Allah akan siapa yang memujikanNya).
1.Dirawikan Bukhari dan muslim dari jabir

Kedua : mengenai ma'mum. Seyogialah ia tiada menyamai imam pada ruku' dan sujud, tetapi mengemudiankan daripadanya. Maka ia tiada turun kepada sujud, kecuali apabila telah sampai dahi imam kepada tempat sujud. Begitulah para shahabat mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . Dan tiada turun kepada ruku', sehingga imam itu sudah lurus badannya pada ruku'.
Ada yang mengatakan, bahwa manusia itu keluar dari shalat, terdiri daripada tiga kelompok : sekelompok dengan dua puluh lima shalat, yaitu : mereka yang bertakbir dan ruku' sesudah imam; sekelompok dengan satu shalat, yaitu : mereka yang menyamai dengan imam; dan sekelompok lagi dengan tanpa shalat, yaitu : mereka yang mendahului imam.
Berbeda pendapat para ulama, tentang imam di dalam ruku', apabila ia menunggu orang yang akan masuk ke dalam shalat, supaya memperoleh keutamaan jama'ah dan mendapat raka'at itu?.
Bahwa, yang lebih utama, menunggu yang demikian tadi, secara ikhlas, tiada mengapa (boleh), asal tiada tampak berlebih-kurang bagi orang-orang yang datang kepada shalat itu. Sebab hak mereka, dijaga, dengan meninggalkan berpanjang-panjang yang membawa kemelaratan kepada mereka.
Ketiga : imam itu tiada menambahkan pada do'a tasyahhud, dari sekedar tasyahhud saja, karena menjaga daripada memanjang-manjangkan. Dan tidak menentukan dirinya sendiri dengan do'a, tetapi dengan kata-kata jama yaitu :اللهم اغفر لنا  "Allaahum-maghfir lanaa" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah kami!,. Dan tidak: اللهم اغفر لي  "Allaahum-maghfir — lii" (Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah aku!).
Maka dimakruhkan bagi imam, menentukan dirinya sendiri dengan do'a. Dan tiada mengapa ia meminta perlindungan pada tasyahhud, dengan lima kalimat yang diterima daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . yaitu :فيقول نعوذ بك من عذاب جهنم وعذاب القبر ونعوذ بك من فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال وإذا أردت بقوم فتنة فاقبضنا إليك غير مفتونين
(Na'uudzu bika min 'adzaabi jahannama wa 'adzaabilqabri, wana-'uudzu bika min fitnatilmahyaa wal-mamaati, wa min fitnatil-masii-hiddajjal. Waidzaa aradta biqaumin fitnatan faqbidlnaa ilaika ghaira maftuuniin).
Artinya:"Kami berlindung dengan Engkau daripada azab neraka jahannam dan daripada azab kubur.Dan kami berlindung dengan Engkau daripada fitnah hidup dan fitnah mati dan daripada fitnah dajjal penyapu.Dan apabila Engkau berkehendak mendatangkan fitnah kepada suatu kaum, maka peganglah kami kepada Engkau, sampai tidak terkena fitnah itu ". (1)
1.Dirawikan  Ittaf Sharah ihya Di sebutkan HAdis ini di rawikan Bukhari dan Muslim Abu Dawud dan An Nasai dari Aishah

Ada yang mengatakan, dajjal itu, dinamakan "masih" (penyapu), karena dia menyapukan bumi dengan kekuasaannya. Dan ada yang mengatakan, karena ia tersapu sebelah matanya, yakni : hilang penglihatan dari sebelah matanya.
Adapun tugas dari "tahallul" (mengluarkan diri dari shalat), adalah tiga :
Pertama : meniatkan dengan kedua salam itu, memberi salam kepada orang banyak dan kepada para malailat.
Kedua : bahwa menetap sebentar sesudah salam (1) Begitulah di-perbuat Rasulullah صلى الله عليه وسلم   ., Abu Bakar ra. dan Umar ra. Lalu imam itu mengerjakan shalat sunat pada tempat lain.
Kalau di belakangnya ada kaum wanita, maka tidaklah ia bangun sampai kaum wanita itu pergi.
Dalam hadits masyhur, tersebut : "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . tiada duduk sesudah shalat, melainkan sekedar membaca :اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام
(Allaahumma antas salaamu wa minkas salaamu tabaarakta yaadzal jalaali wal ikraam).
Artinya:"Ya Allah, ya Tuhanku! Engkaulah keselamatan. Dan daripada Engkaulah keselamatan. Anugerahilah keberkatan, wahai Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan". (2)
Ketiga : Apabila telah memberi salam, maka seyogialah menghadapkan muka kepada para ma'mum. Dan dimakruhkan bagi ma'mum bangun sebelum berpaling imam.
Diriwayatkan dari Thalhah dan Az-Zubair ra. bahwa keduanya mengerjakan shalat di belakang seorang imam. Tatkala telah mem-beri salam, lalu keduanya mengatakan kepada imam itu : "Alangkah bagus dan sempurnanya shalat engkau, kecuali suatu perkara. Yaitu, tatkala engkau memberi salam, tiada memalingkan muka engkau".
1.Dirawikan Bukhari Dari ummi salamah
2.Dirawikan muslim dari Aisyah

Kemudian keduanya mengatakan kepada orang banyak : "Alangkah bagusnya shalat kamu, kecuali kamu terus pergi sebelum berpaling imammul".
Kemudian sesudah selesai shalat itu , maka imam pergi ke arah mana disukainya, dari jurusan kanannya atau kirinya. Dan kananlah yang lebih baik!.
Inilah tugas dari shalat-shalat itu.
Adapun shalat Shubuh, maka ditambahkan padanya bacaan Qunut. Maka imam membacakan :اللهم اهدنا  "Allaahummahdinaa" (Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah kami), dan tidak : "اللهم اهدني Allaahummahdinii" (Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah aku). Dan ma'mum, membacakan amin atas do'a qunut imam. Tetapi waktu sampai kepada :إنك تقضي ولا يقضى عليك  "Innaka taqdlii wa laa yuqdlaa 'alaik" (Bahwasanya Engkau yang menghukum dan tiadalah Engkau yang dihukum), maka tidak layak lah padanya dibacakan amin, karena itu adalah pujian. Dari itu, ma'mum membacakannya seperti bacaan imam atau mengucapkan:يقول بلى وأنا على ذلك من الشاهدين  "Balaa wa ana 'alaa dzaalika minasy syaahidiin" (Benar, bahwa aku termasuk orang-orang yang mengakui demikian itu), atau mengucapkan : "Shadaqta wa bararta" (Benar engkau dan berbuat kebajikan engkau). Dan bacaan-bacaan lain yang serupa dengan itu.
Diriwayatkan suatu hadits, tentang mengangkat kedua tangan pada qunut (1). Apabila hadits itu benar, niscaya disunatkanlah yang demikian. Meskipun berbeda dengan do'a-do'a yang dibacakan pada akhir tasyahhud. Karena di situ tidak diangkatkan tangan, tetapi berpegang menurut yang diperoleh daripada Nabi صلى الله عليه وسلم.
Dan diantara keduanya (do'a qunut dan do'a akhir tasyahhud), terdapat perbedaan pula. Yaitu : tangan pada tasyahhud, mempunyai tugas, yakni : diletakkan di atas kedua paha, menurut cara tertentu dan tak ada tugas bagi kedua tangan itu di sini (pada qunut)
Dari itu, tiada jauh dari kebenaran, bahwa mengangkatkan kedua tangan, adalah menjadi tugas pada qunut. Karena yang demikian itu layak dengan do'a. Wallaahu A'lam! Allah Maha Tahu!.
Inilah kumpulan adab mengikuti imam dan menjadi imam di dalam shalat! Kiranya Allah memberikan taufiq!.

bab kelima : Tentang kelebihan jum'at, adabnya, sunatnya dan syarat-syaratnya.
KEUTAMAAN JUM'AT (JUMU'AH) :
Ketahuilah! Bahwa hari ini (hari Jum'at), adalah hari besar. Dibe-.^sarkan oleh Allah agama Islam dengan sebab hari ini dan dikhusus-
kanNya kaum muslimin dengan hari ini! Berfirman Allah Ta'ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
(Idzaa nuudiya lishshalaati min yaumil jumu'ati fas-'au ilaa dzikril-laahi wa dzarul bail')-
Artinya : "Apabila ada panggilan untuk mengerjakan shalat di hari Jum'at, maka segeralah kamu mengingati Tuhan dan tinggalkanlah jual-beli!". (S. Al-Jumu'ah, ayat 9).
Diharamkan mengurus urusan duniawi dan tiap-tiap perbuatan yang menghalangi daripada pergi ke jum'at. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
إن الله عز وجل فرض عليكم الجمعة في يومي هذا في مقامي هذا
(Innallaaha 'azza wa jalla faradla 'alaikumul jumu'ata fii yaumii haadzaa fii maqaamii haadzaa).
Artinya : "Bahwa Allah 'Azza wa Jalla mewajibkan atasmu shalat Jum'at pada hariku ini, pada tempatku ini". (1)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  :
من ترك الجمعة ثلاثا من غير عذر طبع الله على قلبه
(Man tarakal jumu -'ata tsalaatsan min ghairi 'udz-rin thaba-'allaahu 'alaa qalbih).
Artinya : "Siapa yang meninggalkan Jum'at tiga kali tanpa kalangan, niscaya dicapkan oleh Allah pada hatinya". (2)
Dan pada riwayat lain, berbunyi : "Sesungguhnya ia telah melem-parkan Islam ke belakangnya".
1.Dirawikan ibnu majan dari jabir,isnad Daif
2.Dirawikan Ahmad dari Abi Al ya'di Adl Dlamri

Datang seorang laki-laki kepada Ibnu Abbas, menanyakan tentang orang yang mati tidak menghadliri Jum'at dan shalat Jama'ah. Maka menjawab Ibnu Abbas : "Dalam neraka!".
Maka bulak-baliklah orang itu kepada Ibnu Abbas sebu)an lamanya, menanyakan yang demikian. Tetapi Ibnu Abbas tetap menjawab : "Dalam neraka!".
Pada hadits, tersebut: "Bahwa ahli dua kitab itu (orang Yahudi dan Nasrani), diberikan kepada mereka hari Jum'at, maka bertengkarlah mereka, lalu berpaling daripadanya. Dan diberi petunjuk kita oleh Allah Ta'ala untuk menerima hari Jum'at itu dan dikemudiankan oleh Allah memberikannya kepada ummat ini dan dijadikannya menjadi hari raya bagi mereka. Maka adalah ummat ini menjadi manusia yang lebih utama didahulukan dan ahli kedua kitab itu menjadi pengikutnya", (1)
Dan pada hadits yang diriwayatkan Anas daripada Nabi. صلى الله عليه وسلم  bahwa Nabi صلى الله عليه وسلمbersabda : "Datang kepadaku Jibril as. dan pada tangannya sebuah cermin putih, seraya berkata : "Inilah Jum'at, yang diwajibkan atas engkau oleh Tuhan engkau, untuk menjadi hari raya bagi engkau dan ummat engkau sesudah engkau". Lalu aku menjawab : "Apakah yang ada untuk kami pada hari Jum'at itu?".
Menjawab Jibril : "Engkau mempunyai waktu yang baik. Barangsiapa berdo'a padanya kebajikan, niscaya dianugerahkan oleh Allah akan dia. Atau dia tiada memperoleh bahagian, maka disimpankan oleh Allah baginya, yang lebih besar. Atau berlindung ia daripada kejahatan yang telah dituliskan kepadanya, niscaya dilindungi Allah yang lebih besar daripada kejahatan itu. Hari Jum'at adalah penghulu segala hari pada kita. Kita bermohon kepada Allah, pada hari. akhirat, akan menjadi hari kelebihan!", Lalu aku bertanya : "Mengapa demikian?".
Maka menjawab Jibril as. : "Sesungguhnya Tuhan engkau 'Azza wa Jalla telah menjadikan dalam sorga sebuah lembah yang luas, dari kesturi putih. Maka apabila datang hari Jum'at, niscaya turunlah Ia dari sorga yang tinggi di atas KursiNya. Lalu jelaslah Ia kepada mereka,sehingga mereka memandang kepada wajahNya yang mulia"(2)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : '"Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari, ialah hari Jum'at. Pada hari Jum'at, dijadikan Adam as. Pada hari Jum'at, ia dimasukkan ke dalam sorga, diturunkan ke bumi, diterima tobatnya, pada hari itu ia meninggal dan pada hari Jum'at itu, berdirinya qiamat. Adalah hari Jum'at pada sisi Allah itu, hari kelebihan. Begitulah hari Jum'at dinamakan oleh para malaikat di langit, yaitu : hari memandang kepada Allah Ta'ala dalam sorga".(3)

1.Dirawikan Bukhari Dan muslim dari abu hurairah
2.Dirawikan AsSyafi i dari Anas,Hadith Dlaif
3.Dirawikan Muslim Dari Abu Hurairah

Pada hadits, tersebut : "Bahwa pada tiap-tiap hari Jum'at, Allah 'azza wa Jalla mempunyai enam ratus ribu orang yang dimerdeka-kan dari api neraka "
Pada hadits yang diriwayatkan Anas ra., bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   bersabda:
"Apabila selamatlah hari Jum'at, niscaya selamatlah segala hari".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Bahwa neraka Jahim itu menggelegak pada tiap-tiap hari sebelum tergelincir matahari pada tengah haridipun-cak langit. Maka janganlah kamu mengerjakan shalat pada sa'at itu, selain hari Jum 'at. Maka hari Jum 'at itu, adalah shalat seluruhnya dan neraka Jahannam tiada menggelegak padanya".
Berkata Ka'ab : "Bahwa Allah 'Azza wa Jalla melebihkan Makkah dari segala negeri, Ramadlan dari segala bulan-, Jum'at dari segala hari dan Lailatul-qadar dari segala malam. Dan dikatakan bahwa burung dan hewan yang berjumpa satu sama lain pada hari Jum'at mengucapkan : "Selamat, selamat. hari yang baik!".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Siapa yang meninggal pada hari Jum'at atau malamnya, niscaya dituliskan oleh Allah baginya, pahala syahid dan dipeliharakan oleh Allah daripada fitnah qubur".
Penjelasan syarat-syarat Jum'at.
Ketahuilah! Bahwa shalat Jum'at itu, menyamai dengan segala shalat yang lain, tentang syarat-syaratnya. Dan berbeda dari shalat-shalat yang lain itu, dengan enam macam syarat
Pertama : waktu. Maka kalau jatuhlah salam imam pada waktu 'Ashar, niscaya luputlah Jum'at. Dan haruslah menyempurnakan Jum'at itu, menjadi Dhuhur dengan empat raka'at.Dan orang masbuq (orang yang terkemudian masuknya ke dalam shalat Jum'at) apabila jatuh raka'atnya yang terakhir, di luar waktu, maka terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama. (1)

1.Ada yang berpendapat,masbuk itu mendapat jumaah.dan ada yang berpendapat tidak mendapat jumaat,maka hendaklah disempurnakan untuk zuhur menjadi empat rakaat

Kedua : tempat. Maka tidak shah shalat Jum'at di padang pasir sahaia, di tanah-tanah tandus yang tak herpenghuni dan diantara kemah-kemah. Tetapi haruslah pada tempat yang terdapat padanya rtimah-rumah, yang tidak dipindahkan, yang mengumpulkan sejum-lah empat puluh orang, yang wajib bershalat Jum'at.
Dan kampung adalah seperti negeri. Dan tidak disyaratkan akan kedatangan dan keizinan sultan (penguasa) pada shalat Jum'at itu. Tetapi adalah lebih baik dengan keizinannya.
Ketiga : bilangan. Maka tidak shah Jum'at dengan bilangan yang kurang daripada empat puluh orang laki-laki, mukallaf (yang telah dipikulkan kewajiban agama, tegasnya : yang telah baligh dan berakal), yang merdeka dan yang bertempat tinggal, di mana mereka tiada berpindah pada musim dingin dan musim panas dari tempat tersebut.
Jikalau mereka meninggalkan tempat shalat, sehingga kuranglah bilangan itu, baik waktu sedang khuthbah atau di dalam shalat, maka tidaklah shah Jum'at itu. Tetapi, haruslah bilangan tersebut, dari permulaan sampai kepada penghabisan shalat.
Keempat : jama'ah. Kalau bershalat orang yang empat puluh itu, di kampung atau di negeri dengan berpisah-pisah, niscaya tidak shah Jum'at mereka. Tetapi bagi orang masbuq, apabila mendapati raka'at kedua, maka bolehlah ia bershalat sendirian pada raka 'atny a yang kedua. Dan kalau orang masbuq itu tiada mendapat ruku' raka'at kedua, maka ia mengikut imam serta meniatkan shalat Dhuhur. Dan apabila imam memberi salam, maka ia menyempurnakan shalat Dhuhurnya.
Kelima : bahwa tidaklah Jum'at itu, didahului oleh shalat Jum'at yang lain dalam negeri itu. Maka kalau sukar berkumpul pada satu tempat shalat Jum'at, niscaya bolehlah pada dua, tiga dan empat, menurut yang diperlukan.
Dan jikalau tidak perlu, maka yang shah ialah shalat Jum'at, yang pertama-tama takbiratul-ihramnya.
Apabila ternyata perlunya lebih dari satu Jum'at, maka yang lebih utama, ialah shalat di belakang yang lebih utama daripada dua imam, yang mengimami shalat Jum'at itu.
Kalau keduanya sama, maka masjid yang lebih lama, yang lebih utama.Kalau keduanya sama juga, maka yang lebih dekat. Dan mengenai banyaknya orang, juga mempunyai keutamaan yang harus diper-hatikan.

Keenam : dua khuthbah. Kedua khuthbah itu, adalah fardlu. Dan berdiri waktu membaca kedua khuthbah itu dan duduk diantara keduanya, adalah fardlu juga.
Pada khuthbah pertama, terdapat empat fardlu :
1.Memuji Allah. Sekurang-kurangnya : "Alhamdulillaah" (Segala pujian bagi Allah).
2.Selawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم
3.Wasiat (nasehat) dengan bertaqwa kepada Allah Ta'ala.
4.Membaca suatu ayat dari Al-Quran.
Begitu pula, yang fardlu pada khuthbah kedua, adalah empat juga, kecuali wajib berdo 'a pada khuthbah kedua itu, sebagai ganti dari pada pembacaan Al-Qur'an pada khuthbah pertama.
Mendengar kedua khuthbah, adalah wajib kepada orang yang empat puluh itu.
Adapun sunat : yaitu, apabila telah tergelincir matahari, muadzin telah melakukan adzan dan imam telah duduk di atas mimbar, maka putuslah (tidak boleh lagi) shalat, selain dari shalat tahiyah masjid. Dan berkata-kata tidaklah terputus, kecuali dengan dimulai khuthbah.
Khatib memberi salam kepada orang banyak, apabila telah berhadapan muka dengan mereka. Dan orang banyak itu, membalas sa-lamnya.
Apabila telah siap muadzin daripada adzan, maka bangunlah khatib itu menghadapkan muka kepada orang banyak, tiada berpaling ke kanan dan ke kiri.
Ia memegang tangkai pedang atau tangkai kampak dan mimbar dengan kedua tangannya. Supaya ia tidak bermain-main dengan kedua tangan itu atau meletakkan tangan yang satu ke atas lainnya.
Khatib itu berkhuthbah dua khuthbah, diantara keduanya duduk sebentar. Dan tidaklah memakai bahasa yang ganjil-ganjil, berhias dengan irama dan tidak bernyanyi-bergurindam. Dan adalah khuth-bah itu pendek, padat dan berisi.
Disunatkan khatib itu, membaca juga ayat pada khuthbah kedua. Dan tidaklah orang yang masuk di dalam masjid, membari salam,
ketika khatib sedang membaca khuthbah. Kalau diberinya juga salam, maka tiada berhak dijawab. Dan diisyaratkan dengan. penjawaban, adalah lebih baik. Dan tidak juga ber-tasymit kepada orang-orang bersin (membalas pembacaan "Alhamdulillaah" dari orang yang bersin, dengan mengucapkan "Yarhamukallaah").
Inilah syarat-syarat syahnya Jum'at.

Adapun syarat-syarat loajibnya. Maka Jum'at itu, tiada wajib, selain atas : laki-laki, baligh, berakal, muslim, merdeka dan bertempat tinggal pada suatu desa, yang mencukupi empat puluh orang yang mempunyai sifat-sifat yang tersebut tadi, Atau pada suatu desa dari pmggir negeri, yang sampai kepadanya seruan adzan dari negeri yang menghubungi kampung itu, pada sa'at keadaan tenang dan suara muadzin itu keras meninggi. Karena firman Allah Ta'ala : "Apabila ada panggilan untuk mengerjakan shalat di hari Jum'at, maka bersegeralah kamu mengingati Tuhan dan tinggalkanlah jual beli". (S, Al-Jumu'ah, ayat 9).
Diberi keringanan untuk meninggalkan Jum'at, karena berhalangan: hujan, lumpur, takut, sakit dan menjaga orang sakit, apabila orang sakit itu tiada mempunyai penjaga yang lain.
Kemudian, disunatkan kepada mereka yang berhalangan dengan halangan-halangan yang tersebut tadi, supaya mengemudiankan shalat Dhuhurnya, sampai selesai orang banyak dari shalat Jum'at.
Kalau orang sakit atau orang dalam berpergian jauh (orang musafir) atau budak atau wanita, menghadliri shalat Jum'at, maka shahlah Jum'at mereka dan mencukupilah, tanpa mengerjakan Dhuhur lagi.
Wallaahu A'lam! Allah Yang Maha Tahu!.
Penjelasan : adab shalat Jum'at menurut tertib kebiasaan. Yaitu sepuluh bahagian.
Pertama : bahwa bersedialah sejak hari Kamis untuk shalat Jum'at, dengan cita-cita dan menghadapkan segala pikiran, untuk menyam-but keutamaan Jum'at itu.
Maka berbuatlah ibadah dengan : berdo'a, membaca istighfar (me-mohonkan ampunan Tuhan) dan bertasbih, sesudah 'Ashar hari Kamis. Karena sa'at itu adalah sa'at yang disamakan, dengan sa'at yang tidak dapat dipastikan waktunya (sebagai sa'at mustajabah) pada hari Jum'at.

Berkata setengah salaf, bahwa Allah Ta'ala mempunyai kurnia, selain daripada rezeki yang diberikanNya kepada segala hambaNya. Dan kumia itu, tidak dianugerahiNya, selain kepada siapa yang memintanya pada petang Kamis dan hari Jum'at. Orang itu pada hari ini, menyucikan kainnya, memutihkannya, menyediakan bau-lbauan kalau belum ada padanya. Menyelesaikan hatinya dari segala yang membimbangkan, yang mencegahkan daripada berpagi-pagi ke Jum'at (masjid) dan meniatkan pada malam ini (malam Jum'at) akan puasa hari Jum'at. Berpuasa itu ada kelebihannya. Dan hendaklah puasa itu dikumpulkan dengan hari Kamis atau dengan hari Sabtu, tidak hari Jum'at saja, karena demikian itu makruh hukumnya. Dan bekerja menghidupkan malam Jum'at itu dengan shalat dan mengkhatamkan Al-Qur'an, karena malam itu mempunyai banyak kelebihan. Dan ditarikkan kepada malam Jum'at itu akan kelebihan siangnya. Dan disetubuhinya orang rumahnya pada malam Jum'at atau pada siangnya. Disunatkan demikian oleh segolongan ulama, yang membawa maksud sabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . yang berikut ini, kepada yang demikian, yaitu :
 رحم الله من بكر وابتكر وغسل واغتسل حديث رحم الله من بكر وابتكر وغسل واغتسل
(Rahimallaahu man bakkara wabtakara wa ghassala waghtasala).
Artinya : "Diberi rahmat oleh Allah kepada orang yang bersegera dan berpagi-pagi, kepada orang yang memandikan (menyucikan) dan yang mandi". (1)
Yaitu : membawa keluarga (orang rumah) kepada mandi. Ada yang mengatakan, bahwa maksudnya : menyucikan kain, lalu diriwayatkan, bahwa perkataan Arabnya, dibacakan dengan tidak bertasydid (yaitu dibacakan : ghasala, tidak : ghassala) dan membersihkan badannya dengan mandi.
Dengan ini, sempurnalah adab menyambut kedatangan hari Jum'at. Dan keluarlah dari golongan orang-orang yang alpa, mereka yang bertanya pada pagi-pagi hari Jum'at : "Hari apakah sekarang?".
Berkata setengah salaf : "Manusia yang lebih sempurna nasibnya hari Jum'at, ialah orang yang menunggu hari Jum'at dan menjaganya dari sejak kemarin. Dan orang yang paling ringan nasibnya, ialah orang yang berkata pada pagi-paginya : "Hari apakah sekarang?".
Sebahagian mereka, bermalam pada malam Jum'at di masjid, karena lantaran Jum'at itu.

1.Dirawikan ibnu hibban dan Al Hakim dan di shahkan oleh aus bin aus

Kedua : apabila sudah pagi Jum'at, maka mulailah mandi setelah terbit fajar. Kalau tidak akan berpagi-pagi ke masjid, maka mendekatkan mandi kepada waktu sesudah gelincir matahari, adalah lebih baik, sebab lebih mendekatkan masanya dengan kebersihan.
Mandi itu sangat disunatkan. Setengah ulama, berpendapat wajib.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   صلى الله عليه وسلم  . :
 غسل الجمعة واجب على كل محتلم حديث غسل يوم الجمعة واجب على كل محتلم
(Ghuslul-jumu'ati waajibun 'alaa kulli muhtalim).
Artinya : "Mandi Jum'at itu wajib atas tiap-tiap orang yang dewasa". (1)
Yang termasyhur ialah hadits yang diriwayatkan Nafi' dari Ibnu Umar ra. :
(Man atal-jumu'ata fal-yaghtasil)من أتى الجمعة فليغتسل
Artinya : "Siapa yang datang ke Jum'at, maka hendaklah mandi". (2)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . :
من شهد الجمعة من الرجال والنساء فليغتسل  
(Man syahidal-jumu'ata miliar-rijaali wan-nisaa-i fal-yaghtasil).
Artinya :"Siapa yang hadlir ke Jum'at, baik laki-laki atau wanita, maka hendaklah mandi". (3)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
Adalah penduduk Madinah, apabila maki-memaki diantara dua orang, maka berkata yang seorang kepada lainnya : "Sungguh, engkau lebih jahat daripada orang yang tidak mandi pada hari Jum'at".
Berkata Umar kepada Usman ra. tatkala ia masuk ke dalam masjid, sedang Umar membaca khuthbah : "Bukankah sa'at ini dilarang meninggalkan berpagi-pagi?".
Maka berkata Usman ra.: "Setelah aku mendengar adzan, tidak lain daripada aku berwudlu dan terus pergi".
1.Dirawikan Bukhari dan muslim dari Abu Said
2.Dirawikan Bukhari dan muslim dari Ibnu Umar RarhiallahuAn
3.Dirawikan Ibnu Hibban Dari Ibnu Umar r.a

Menyambung Umar ra. : "Dan wudlu juga! Bukankah engkau ketahui, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   menyuruh kita mandi?",
Dan dapatlah diketahui dengan wudlu Usman ra. itu, boleh me-ninggalfean mandi. Dan dengan apa yang diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa yang berwudlu pada hari Jum'at, maka baiklah Jum'atnya dan siapa yang mandi, maka mandi itu adalah lebih baik ". (1)
Siapa yang mandi karena berjunub (janabah), maka hendaklah menyiramkan air kepada badannya, satu kali lagi dengan niat mandi Jum'at. Kalau dicukupkannya dengan suatu mandi saja, maka mencukupilah. Dan memperoleh kelebihan (pahala) apabila ia ber-niat keduanya (mandi janabah dan mandi Jum'at). Dan masuklah mandi Jum'at itu, ke dalam mandi janabah.
Telah datang sebahagian shahabat kepada anaknya yang sudah mandi. Lalu bertanya : "Apakah mandimu itu untuk Jum'at?".
Maka manjawab anak dari shahabat yang bertanya itu : "Tidak, tetapi untuk janabah!".
Lalu menyambung shahabat tadi : "Ulangilah mandi yang kedua!".
Dan ia meriwayatkan hadits tentang mandi Jum'at atas tiap-tiap orang yang dewasa. Dan sesungguhnya disuruh demikian, karena belum diniatkan mandi Jum'at itu. Dan tidaklah jauh daripada yang sebenarnya, bahwa dikatakan : yang dimaksudkan ialah : kebersihan. Dan kebersihan itu telah berhasil tanpa niat. Tetapi ini terisi juga dengan wudlu.
Mandi itu pada agama adalah merupakan pendekatan diri kepada Tuhan. Dari itu, maka seharusnyalah dicari kelebihan (pahalanya).
Orang yang telah mandi, kemudian berhadats, niscaya mengambil wudlu. Dan tidaklah bathal mandinya. Yang lebih baik, hendaklah ia menjaga diri daripada berhadats itu.
Ketiga : berhias. Yaitu : disunatkan pada hari ini (hari Jum'at). Yaitu : tiga perkara : pakaian, kebersihan dan bau-bauan.
Adapun kebersihan, adalah dengan bersugi, mencukur rambut, mengerat kuku, menggunting kumis dan lainnya daripada apa yang telah diterangkan dahulu pada : Kitab Bersuci.

1.Dirawikan Abu Dawud Annasai dari Samrah.

Berkata Ibnu Mas'ud : "Siapa yang mengeratkan kukunya pada hari Jum'at, niscaya dikeluarkan oleh Allah 'Azza wa Jalla daripadanya penyakit dan dimasukkanNya kepadanya obat".
Kalau sudah memasuki hammam pada hari Kamis atau hari Rabu, maka telah berhasillah yang dimaksud. Lalu hendaklah pada hari Jum'at itu, memakai bau-bauan yang terbaik yang ada padanya, supaya hilanglah segala bau yang tidak menyenangkan. Dan sampai-lah bau-bauan yang harum itu kepada penciuman orang yang datang ke masjid, yang duduk dikelilingnya.
"Bau-bauan yang terbaik bagi laki-laki, ialah yang keras baunya dan tiada terang warnanya. Dan yang terbaik bagi wanita, ialah yang terang warnanya dan tidak keras baunya". Ucapan ini, diriwayatkan dari perkataan shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم   . (atsar).
Berkata Asy-Syafi'i ra. : "Siapa yang bersih kainnya, niscaya ku-ranglah kesusahannya dan siapa yang baik baunya, niscaya bertam-bahlah akalnya".
Adapun pakaian, maka yang lebih baik adalah pakaian putih, karena pakaian yang lebih disukai Allah Ta'ala ialah yang putih. Dan tidak dipakai, apa yang padanya kemasyhuran.
Pakaian hitam, tidaklah dari sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم  dan tak ada padanya kelebihan (pahala). Tetapi segolongan ulama berpendapat, makruh memandang kepada pakaian hitam, karena bid'ah yang diada-adakan sesudah Rasulullah  صلى الله عليه وسلم
Serban adalah disunatkan pada hari Jum'at. Diriwayatkan Watsilah bin Al-Asqa', bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم  bersabda : "Bahwa Allah dan para malaikatNya berdo'a kepada orang-orang yang memakai serban pada hari Jum'at".
Kalau menyukarkan baginya oleh karena panas, maka tidak mengapa di buka sebelum shalat dan sesudahnya. Tetapi tidaklah di buka, waktu berjalan dari rumah ke Jum'at, waktu mengerjakan shalat, waktu imam naik ke atas mimbar dan waktu sedang khuthbah.'
Keempat : berpagi-pagi ke masjid (masjid jami'). Dan disunatkan menuju ke masjid jami' yang terletak dua atau tiga farsakh jaraknya (satu farsakh adalah kira-kira delapan kilometer). Dan hendaklah berpagi-pagi benar ke tempat shalat Jum'at. Dan waktu berpagi-pagi itu, masuk dengan terbit fajar.
Keutamaan berpagi-pagi itu besar sekali. Dan seyogianya berjalan ke Jum'at itu dengan khusyu', merendahkan diri, meniatkan i'tikaf di dalam masjid sampai kepada waktu shalat, bermaksud menyegerakan menyahut seruan Allah 'Azza wa Jalla kepadanya dengan Jum'at, bersegera kepada pengampunan dan kerelaanNya.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
Siapa yang pergi ke Jum'at pada jam pertama, maka seakan-akan ia menyembelih kurban seekor unta. Siapa yang pergi pada jam kedua, maka seakan-akan ia menyembelih kurban seekor sapi. Siapa yang pergi pada jam ketiga, maka seakan-akan ia menyembelih kurban seekor kibasy (biri-biri) yang bertanduk. Siapa yang pergi pada jam keempat, maka seakan-akan ia menghadiahkan seekor ayam. Dan siapa yang pergi pada jam kelima, maka seakan-akan ia menghadiahkan sebutir telur. Apabila imam telah keluar ke tempat shalat, maka tertutuplah segala buku tempat dituliskan amalan, terangkatlah segala pena dan segala malaikat berkumpul pada mimbar, mendengar dzikir. Siapa yang datang sesudah itu, maka sesungguhnya ia datang untuk shalat semata-mata dan tak ada baginya sesuatu daripada kelebihan".
Jam pertama, adalah sampai terbit matahari.
Jam kedua, adalah sampai kepada meninggi matahari.
Jam ketiga, adalah sampai kepada meluas sinar matahari, ketika sudah panas tempat tapak berpijak:
Jam keempat dan kelima, adalah sesudah waktu dluha meninggi, sampai kepada waktu tergelincir matahari.
Kelebihan jam keempat dan kelima adalah sedikit. Dan waktu tergelincir (waktu zawal) itu, adalah waktu untuk shalat, maka tak ada kelebihan padanya.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
ثلاث لو يعلم الناس ما فيهن لركضوا ركض الإبل في طلبهن الأذان والصف الأول والغدو إلى الجمعة
(Tsalaatsun lau ya'-lamun naasu maa fiihinna larakadluu rakdlal ibili fii thalabihinna; al-adzaanu washshafful awwalu wal ghuduwwu ilal jum'ah).Artinya :"Tiga perkara, kalau tahulah manusia apa yang ada padanya,niscaya mereka mengendarai unta mencarikannya, yaitu :adzan, shaf pertama dan berpagi-pagi ke Jum'at". (1)
Berkata Ahmad bin Hanbal ra. : "Yang lebih utama dari yang tiga tadi, ialah berpagi-pagi ke Jum'at".
Pada hadits, tersebut: "Apabila datang hari Jum'at, maka duduklah para malaikat di pintu-pintu masjid. Pada tangannya, kertas daripa-da perak dan pena daripada emas. Dituliskannya siapa yang lebih dahulu ke masjid, satu persatu menurut urutannya". (2)
1.Dirawikan AbuAs Sheikh Dari Abu Hurairah.
أبو الشيخ في ثواب الأعمال من حديث أبي هريرة
2.Dirawikan Ibnu Mardawaih Dari Ali dengan isnad Daif

Dan tersebut pada hadits : "Bahwa para malaikat itu mencari orang yang terkemudian daripada waktunya pada hari Jum'at. Maka ber-tanyalah para malaikat itu sesamanya, tentang orang itu : "Apakah yang dikerjakan si Anu? Apakah kiranya yang menyebabkan si Anu itu terlambat daripada waktunya?". Maka berdo'alah para malaikat : "Ya Allah, ya Tuhanku. Kalau kiranya orang itu terkemudian karena miskin, maka kayakanlah dia! Kalau karena sakit, maka sembuhkanlah dia! Kalau karena sibuk, maka berikanlah kepadanya kelapangan waktu beribadah kepadaMu!. Dan kalau karena bermain-main, maka hadapkanlah hatinya untuk menta'ati-Mu!' (1)
Adalah pada abad pertama, mulai waktu sahur atau setelah terbit fajar, jalan-jalan sudah penuh dengan manusia yang pergi dengan kendaraan dan berdesak-desak ke masjid jami', seperti pada hari-hari raya. Sehingga lenyaplah yang demikian itu, lalu dikatakan : "Bahwa bid'ah pertama yang datang dalam Islam, ialah meninggalkan berpagi-pagi ke masjid jami1. Mengapakah tidak malu kaum muslimin, dengan orang Yahudi dan Nasrani dan berpagi-pagi benar sudah kekelenting dan gereja, pada hari Sabtu dan Ahad? Penuntut-penuntut dunia, betapa kiranya mereka berpagi-pagi benar ke halaman toko untuk berjual-beli dan mencari keuntungan, maka mengapakah tiada berlomba-lomba dengan mereka, para penuntut akhirat? Ada yang mengatakan, bahwa manusia itu pada kedekatannya ketika memandang kepada wajah Allah Ta'ala, adalah menurut kadar pagi-paginya ke Jum'at.
Adalah Ibnu Mas'ud datang pagi-pagi ke suatu masjid jami', maka dilihatnya tiga orang telah mendahuluinya dengan berpagi-pagi benar ke masjid jami' itu. Maka susahlah hatinya karena itu, lalu mengatakan kepada dirinya dengan perasaan menyesal : "Keempat dari empat dan tidaklah yang keempat dari empat itu, berjauhan daripada pagi-pagi".
Kelima : tentang cara masuk, seyogialah tiada melangkahi leher orang dan tiada melalui dihadapan mereka. Dan berpagi-pagi itu, memudahkan kepadanya yang demikian itu.
Telah datang janji 'azab yang berat, pada melangkahi leher orang, yaitu orang yang berbuat demikian, akan dijadikan jembatan pada hari kiamat, yang akan di Langkah i oleh manusia.
1.Dirawikan Al Baihaqi Dari Amr Bin Syuib

Diriwayatkan Ibnu Juraij suatu hadits mursal yaitu : "Bahwa Rasulullah taw. ketika sedang membaca khuthbah pada hari Jum'at, tiba-tiba melihat seorang laki-laki melangkahi leher orang, sehingga laki-laki itu sampai ke depan, lalu duduk. Tatkala Nabi صلى الله عليه وسلم   . telah selesai daripada shalat, maka beliau mencari laki-laki itu, sampai berjumpa, lalu bertanya : "Hai Anu! Apakah yang menghalangi engkau, untuk berjum'at hari ini bersama kami?".
Menyahut laki-laki itu : "Wahai Nabi Allah! Aku telah berjum'at bersama engkau",
Menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم   : "Bukankah kami telah melihat engkau melangkahi leher manusia?".(1)Maka dengan ucapan Nabi صلى الله عليه وسلم   , itu menunjukkan kepada batalnya amalan dengan melangkahi leher orang.
Pada hadits musnad, Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Apakah yang menghalangi engkau bershalat bersama kami?". Maka menjawab laki-laki itu : "Apakah tidak engkau melihat aku, wahai Rasulullah?". Nabi صلى الله عليه وسلم   menjawab : "Aku melihat engkau terkemudian dan menyusahkan orang", (2) Artinya : terkemudian dari berpagi-pagi dan menyusahkan orang yang telah datang lebih dahulu.
Kalau shaf (barisan) pertama itu, tertinggal kosong, maka bolehlah melangkahi leher orang, karena mereka telah menyia-nyiakan hak-nya dan meninggalkan tempat yang lebih utama.
Berkata Al-Hasan : "Langkahilah leher mereka yang duduk pada pintu masjid di hari Jum'at, karena tak ada kehormatan bagi mereka".
Apabila tidak ada di dalam masjid, selain daripada orang yang mengerjakan shalat, maka seyogialah tidak memberi salam, karena memberatkan penjawaban salam yang tidak pada tempatnya.
Keenam : tiada melalui dihadapan orang dan duduklah pada tempat yang mendekati tiang atau dinding, sehingga orang ramai tiada melalui dihadapannya. Yakni : dihadapan orang yang sedang mengerjakan shalat.
1.Dirawikan Ibnu Mubarak Dari Ibnu Juraij.
2.Dirawikan Abu Dawud An Nasai dan lain lain dari Abdullah Bin Bars

Melalui dihadapan orang yang sedang shalat, tidaklah memutuskan shalat, tetapi dilarang. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
لأن يقف أربعين عاما خير له من أن يمر بين يدي المصلي
(Lian yaqifa arba 'iina 'aaman khairun lahu min an yamurra baina yadayil mushallii).
Artinya : "Tegak berdiri ernpat puluh tahun, adalah lebih baik dari pada melalui dihadapan orang yang sedang shalat (1)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Sampai menjadikan orang itu debu yang halus yang diterbangkan angin adalah lebih baik baginya daripada melalui dihadapan orang shalat ". (2)
Diriwayatkan pada hadits lain, tentang orang yang lalu dan orang yang mengerjakan shalat, di mana orang itu bershalat atas jalan besar atau tak sanggup menghalangi orang lalu dihadapannya, yaitu: "Kalaulah tahu orang yang melalui dihadapan orang yang bershalat dan orang yang bershalat tahu pula, akan apa yang menimpa ke atas keduanya, maka sesungguhnya tegak berdiri empat puluh tahun, adalah lebih baik baginya, daripada melalui dihadapan orang yang sedang mengerjakan shalat itu".
Tiang, dinding dan tikar musalla yang terbentang, adalah menjadi batas bagi orang yang bershalat. Maka orang yang melintasi batas ini, seyogialah ditolaknya. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   '"Hendaklah dito-laknya! Kalau orang itu tidak memperdulikan, maka hendaklah ditolaknya lagi! Kalau tidak juga orang itu memperdulikan, maka hendaklah dibunuh saja, karena dia itu setan!". (3)
Adalah Abu Sa'id Al-Khudri ra. menolak orang yang melalui dihadapannya, sehingga orang itu terjatuh ke lantai. Mungkin orang itu bergantung pada Abu Sa'id. Kemudian ia mengadu kepada Marwan. Maka Marwan menerangkan kepadanya, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . menyuruh yang demikian.
Kalau tidak diperoleh tiang, maka hendaklah ia menegakkan sesuatu dihadapannya, yang panjangnya kira-kira sehasta, supaya menjadi tanda untuk batas.

1.Dirawikan Al BAzzar Dari Zaid Bin Khalid
2.Dirawikan Abu Naim Dan Ibnu Abdil Bir dari Abdullah Bin Umar dengan Hadis Mauquf
3.Dirawikan Abul Abbas Muhammad Bin Yahya dari zaid Bin Khalid isnad sahih

Ketujuh : dicari shaf pertama, karena banyak kelebihannya, sebagaimana yang telah kami riwayatkan dahulu. Dan pada hadits tersebut "Siapa yang mencucikan dan mandi, bersegera dan berpagi-pagi, mendekati imam dan mendengar, niscaya adalah yang demikian itu, menjadi kafarat (penutup dosa) baginya diantara dua Jum'at dan tambah tiga hari lagi". Pada riwayat lain, berbunyi : "niscaya dtampunikan Allah baginya, sampai kepada Jum'at yang lain Dan pada setengah riwayat, disyaratkan :"dia tidak melangkahi leher orang".
Dan hendaklah tidak dilupakan, pada mencari shaf pertama itu, daripada tiga perkara :
1. Apabila ia melihat perbuatan munkar dekat khatib, yang tak sanggup ia mencegahnya, seperti pakaian sutera pada imam (kepala pemerintahan) atau pada orang lain atau orang itu mengerjakan shalat dengan memakai banyak senjata yang berat yang mengganggu atau senjata yang beremas ataupun yang lain, yang merupakan perbuatan yang wajib ditantang, maka dalam hal ini mundur ke belakang, adalah lebih menyelamatkan baginya dan lebih memusatkan perhatian kepada shalat. Dan telah dikerjakan yang demikian, oleh segolongan ulama yang mencari keselamatan.
Ditanyakan kepada Bisyr bin Al-Harts : "Kami melihat engkau berpagi-pagi ke tempat shalat dan engkau mengerjakan shalat pada penghabisan shaf".
Menjawab Bisyr : "Yang dimaksud, ialah berdekatan hati, tidak berdekatan tubuh".
Diisyaratkan oleh Bisyr dengan perkataannya itu, bahwa yang demikian, adalah lebih mendekatkan untuk keselamatan hatinya.
Sufyan Ats-Tsuri memandang kepada Syu'aib bin Harb di sisi mimbar, yang memperhatikan khuthbah Abi Ja'far Al-Manshur. Tatkala selesai dari shalat, berkata Sufyan : "Terganggu hatiku oleh berdekatanmu dengan Abi Ja'far itu. Apakah engkau merasa aman mendengar perkataan yang harus engkau tantang, lantas engkau tiada bangun menantangnya?". Lalu Sufyan menyebutkan, apa yang diperbuat mereka, seperti memakai pakaian hitam.
Maka jawab Syu'aib : "Hai Abu Abdillah! Bukankah tersebut pada hadits : "Dekatilah dan perhatikanlah!".
Menjawab Sufyan : "Benar, itu terhadap khulafa'-rasyidin yang memperoleh petunjuk! Adapun mereka ini, semakin jauh engkau daripada mereka dan tidak memandang mereka, maka adalah lebih mendekatkan engkau kepada Allah 'Azza wa Jalla".

Berkata Sa'id bin 'Amir : "Aku mengerjakan shalat di samping Abid Darda'. Dia mengambil shaf yang terakhir, sehingga kami berada pada akhir shaf. Tatkala telah siap daripada shalat, lalu aku bertanya kepadanya : "Bukankah dikatakan bahwa shaf yang terbaik, ialah shaf pertama?".
Menjawab Abid Darda' : "Benar, tetapi ummat ini dirahmati,lagi dipandang kepadanya dari antara ummat-ummat lain. Sesungguhnya Allah Ta'ala apabila memandang kepada seorang hamba di dalam shalatnya, maka Ia mengampunkan dosa hamba itu dan dosa orang lain yang di belakangnya. Dari itu, aku mengambil di belakang, dengan harapan kiranya aku diampunkan dengan sebab seseorang daripada mereka, yang dipandang Allah kepadanya",
Diriwayatkan oleh setengah perawi hadits, yang mengatakan : "Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda demikian. Maka siapa yang mengambil tempat di belakang atas niat itu, karena memilih dan melahirkan kebaikan budi-pekerti, maka tidak mengapa. Dan ketika itu, maka dikatakan : "Segala amal perbuatan itu dengan niat'.
2.Kalau tidak ada di samping khatib, sebahagian tempat yang dikhususkan kepada sultan-sultan, maka shaf pertama itu disunatkan. Kalau ada, maka sebahagian ulama memandang makruh masuk ke tempat yang dikhususkan itu. Al-Hasan dan Bakr Al-Mazani tidak mengerjakan shalat di tempat yang dikhususkan itu. Dan keduanya berpendapat, bahwa tempat itu ditentukan untuk sultan-sultan. Dan itu adalah bid'ah yang diada-adakan di dalam masjid-masjid sesudah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . Padahal masjid itu, adalah diuntukkan kepada sekalian manusia. Dan dengan dikhususkan itu, telah menyalahi dasar tersebut.
Anas bin Malik dan 'Imran bin Hushain mengerjakan shalat, di tempat yang dikhususkan itu dan tidak memandang makruh, karena mencari kedekatan.
Mungkin kemakruhan itu tertentu kepada keadaan pengkhususan dan pelarangan orang lain. Kalau semata-mata pengkhususan, tanpa ada pelarangan, maka tidaklah mengharuskan adanya kemakruhan itu.
3.Bahwa mimbar memutuskan sebahagian shaf. Dari itu, shaf pertama satu-satunya, ialah yang bersambung dihadapan mimbar. Dan yang terletak di kedua tepi mimbar, adalah shaf yang terputus.

Sufyan Ats-Tsuri berkata, bahwa shaf pertama, ialah yang keluar dihadapan mimbar, Yaitu yang menghadap kepada mimbar, karena dia bersambung dan karena orang yang duduk pada shaf itu, menghadap khatift dan mendengar daripadanya. Dan tidaklah jauh daripada kebenaran, kalau dikatakan, bahwa yang terdekat kepada qiblat, ialah shaf pertama. Dan pengertian ini, tiada begitu diperhatikan orang.
Dimakruhkan shalat di pasar-pasar dan di beranda-beranda luar dari masjid. Dan sebahagian shahabat, memukul orang dan membangun-kannya dari beranda-beranda itu,
Kedelapan : bahwa dihabiskan shalat, ketika imam keluar ke tempat shalat dan juga dihabiskan berkata-kata, Dan waktu itu, dipakai untuk menjawab adzan dari muadzin, kemudian mendengar khuthbah.
Telah berlaku kebiasaan sebahagian orang awwam, dengan melakukan sujud ketika bangun muadzin untuk adzan. Yang demikian itu, tidaklah berdasarkan kepada atsar dan hadits. Tetapi kalau kebetulan bertepatan dengan sujud tilawah maka tiada mengapa untuk do'a, karena itu adalah waktu yang baik. Dan tidak dihukum dengan haramnya sujud ini, karena tiada sebab untuk mengharamkannya.
Diriwayatkan dari Ali ra. dan Usman ra. bahwa keduanya berkata : "Siapa yang mendengar dan memperhatikan, maka baginya dua pahala. Siapa yang tidak mendengar, tetapi memperhatikan, maka baginya satu pahala. Siapa yang mendengar dan menyianyiakan, maka atasnya dua dosa. Dan siapa yang tidak mendengar dan menyianyiakan, maka atasnya satu dosa'.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
من قال لصاحبه والإمام يخطب أنصت أو مه فقد لغا ومن لغا والإمام يخطب فلا جمعة له
(Man qaala lishaahibihi wal-imaamu yakhthubu anshit au-mah faqad Iaghaa wa man laghaa wal-imaamu yakhthubu falaa jumu'ata lahu). Artinya : "Siapa yang mengatakan kepada temannya, ketika imam berkhuthbah : "Perhatikan!" atau "jangan berbicara!", maka ia telah berbuat yang stasia. Siapa yang berbuat sia-sia, dan imam berkhuthbah, maka tak adalah Jum'ah baginya". (1)
Ini menunjukkan, bahwa menyuruh diam teman itu, seyogialah dengan isyarat atau dengan melemparkan batu kecil saja kepadanya, tidak dengan kata-kata.

1.Dirawikan AtTirmidzi dan AnNasai dari Abi  Hurairah

Pada hadits dari Abi Dzar, bahwa Abi Dzar bertanya kepada Ubai, ketika Nabi صلى الله عليه وسلم   . sedang membaca khuthbah : "Bilakah diturunkan surat ini?" Ubai berisyarat kepadanya, supaya diam. Tatkala Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . turun dari mimbar, maka berkata Ubai kepada Abi Dzar : "Pergilah! Tak ada Jum'at bagimu!".
Lalu Abi Dzar mengadukannya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم  ., maka bersabda Nabi : "Benar Ubai!".
Kalau berjauhan dari imam, maka tidak seyogialah berkata-kata mengenai ilmu dan lainnya. Tetapi diam, karena yang demikian itu tali-bertali dan membawa kepada suara yang halus, sehingga sampai kepada para pendengar khuthbah.
Dan janganlah duduk dalam lingkungan orang yang berkata-kata!, Siapa yang tidak dapat mendengar karena jauh, maka hendaklah memperhatikan saja. Dan itu adalah sunat.
Apabila shalat dimakruhkan pada waktu imam berkhuthbah, maka berkata-kata, adalah lebih utama lagi dimakruhkan.
Berkata Ali ra. : "Dimakruhkan shalat pada empat waktu : sesudah fajar (sesudah Shubuh), sesudah 'Ashar, waktu tengah hari dan bershalat ketika imam berkhuthbah "
Kesembilan : bahwa diperhatikan pada mengikuti imam shalat Jum'at, apa yang telah kami sebutkan dahulu pada tempat lain. Apabila mendengar bacaan imam, maka ma'mum itu tiada membaca, selain dari al-fatihah.
Apabila telah selesai dari shalat Jum'at, maka dibacakan : "Alham-dulillaah" tujuh kali, sebelum berkata-kata dan "Qul-huwallaahu ahad" dan "Muawwadzatain" (yaitu :"Qul-A'uudzubirabbil-falaq" dan "Qulla'uudzu birabbmnas"). tujuh -tujuh kali.
Diriwayatkan oleh setengah salaf bahwa siapa mengerjakan yang tersebut tadi, niscaya ia terpelihara dari Jum'at ke Jum'at. Dan adalah penjaga baginya daripada gangguan setan.

 (1) Dirawikan At-Tirmldil dan An-Nasa-i dari Abi Hurairah.

Disunatkan membaca sesudah shalat Jum'at :
اللهم يا غني يا حميد يا مبدىء يا معيد يا رحيم يا ودود أغنني بحلالك عن حرامك وبفضلك عمن سواك 
(Allahumma yaa ghaniyyu ya hamiid ya mubdi-u ya muiid ya rahii-mu ya waduud. Aghninii bihalaalika 'an haramika wa bifadl lika amman siwaak). Artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Ya Yang Maha Kaya, ya Yang Maha Terpuji, ya Yang Maha Pencipta, ya Yang Maha Mengembalikan, ya Yang Maha Penyayang, yang Maha Pengasih! Cukup-kanlah aku dengan yang halal daripadaMu, daripada yang haram dan dengan kurniaMu daripada yang lain!".
Dikatakan, bahwa siapa yang berkekalan membaca do'a ini, niscaya ia dikayakan Allah daripada makhlukNya, dan diberikan Allah rezeki, dari yang tidak diduga-duga.
Kemudian, sesudah Jum'at. lalu bershalat enam raka'at. Telah diriwayatkan Ibnu Umar ra. bahwa : "Nabi صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat dua raka'at sesudah Jum'at". Dan diriwayatkan Abu Hurairah "empat raka'at" dan diriwayatkan Ali dan Abdullah bin Abbas ra. "enam raka'at".
Semuanya itu benar dalam berbagai macam keadaan. Dan yang lebih sempurna, adalah lebih utama.
Ke sepuluh : bahwa meneruskan tinggal di masjid, sampai shalat Ashar. Kalau diteruskan sampai kepada Maghrib, maka adalah lebih utama. Dikatakan, bahwa siapa yang bershalat 'Ashar di masjid-jami', maka adalah baginya pahala hajji. Dan siapa yang bershalat Maghrib, maka baginya pahala hajji dan 'umrah.
Kalau tidak merasa aman dari sifat berbuat-buat dan dari datangnya bahaya kepadanya, dengan pandangan orang banyak kepada i'tikaf-nya (diamnya di dalam masjid dengan ibadah) atau ia takut terjerumus pada yang tidak perlu, maka yang lebih utama, ialah kembali ia ke rumahnya, dengan berdzikir kepada Allah, memikirkan tentang segala nikmatNya, mensyukuri atas taufiqNya, takut dari keteledorannya, mengawasi akan hari dan lidahnya sampai kepada terbenam matahari. Sehingga ia tidak tertinggal oleh sa'at yang mulia itu.
Dan tidaklah wajar bercakap-cakap dalam masjid jami' dan masjid-masjid lainnya, dengan percakapan duniawi. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . :
"Akan datang kepada manusia suatu zaman, yang pembicaraan mereka dalam masjid-masjid, adalah urusan duniawi. Tak adalah bagi Allah hajat pada mereka. Dari itu, janganlah kamu duduk-duduk bersama mereka!

 (1)Dirawikan Al Bahaqi Dari Al Hassan-Hadis Mursal.

Penjelasan : adab dan sunat yang diluar daripada susunan yang !atu, yang meratai seluruh hari. Yaitu: tujuh perkara:
Pertama : mengunjungi majelis ilmu pengetahuan pada pagi hari atau sesudah 'Ashar. Dan tidaklah mengunjungi majelis tukang-tukang ceritera, karena tak adalah kebajikan pada perkataan mereka.
Dan tak wajarlah bagi seorang murid (yang menuntut jalan akhirat), mengosongkan seluruh hari Jum'at itu, dari amal kebajikan dan do'a-do'a, sehingga sa'at yang mulia itu dapatlah diperolehnya. Dan dia dalam kebajikan.
Tidaklah wajar menghadliri tempat pelajaran ilmu, sebelum shalat Jum'at. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar : "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   melarang, menghadliri tempat pelajaran ilmu pada hari Jum'at, sebelum shalat". (1). Kecuali ia ulama pada jalan Allah, mengingati segala hari Allah, memahami agama Allah, berbicara pada masjid jami' pada pagi hari. Lalu ia duduk di situ, maka adalah ia menghimpunkan diantara berpagi-pagi dan mendengar ilmu.
Mendengar ilmu yang bermanfa'at pada jalan akhirat, adalah lebih utama, daripada mengerjakan amalan sunat. Diriwayatkan oleh Abu Dzar : "Bahwa menghadliri majelis ilmu, adalah lebih utama daripada shalat seribu raka'at".
Berkata Anas bin Malik, tentang firman Allah Ta'ala :
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
(Fa-idzaa qudliyatish shalaatu fantasyiruu fil ardli wabtaghuu min fadi-Iillaah).
Artinya : "Dan apabila selesai mengerjakan shalat, kamu boleh bertebaran di muka bumi dan carilah kumia Allah ". (S. Al-Jumu'ah, ayat 10),

1.Dirawikan Abu Dawud, An-Nasa-i dan lain-lain dari 'Ama bin Syu'aib.

bahwa yang dimaksud bukanlah mencari dunia, tetapi mengunjungi orang sakit, bertukam pada orang meninggal, mempelajari ilmu pengetahuan dan menziarahi saudara pada jalan Allah 'Azza wa Jalla (fillahi Ta'ala). Allah 'Azza wa Jalla menamakan "ilmu" itu "kurnia" pada beberapa tempat di dalam Al-Qur'an. Berfirman Allah Ta'ala :
وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ ۚ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا   
(Wa 'allamaka maalam takun ta'-lamu wa kaana fadl-lullaahi 'alaika adhiimaa). Artinya : "Dan Allah mengajarkan apa yang belum engkau ketahui, Kurnia Allah kepada engkau sangat besarnya". (S. An-Nisa', ayat 113).
Dan Allah Ta'ala berfirman :
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا
(Wa laqad aatainaa daawuuda minnaa fadl-Ia).Artinya : "Sesungguhnya Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami sendiri". (S. As-Saba', ayat 10), yakni : ilmu.
Mempelajari ilmu pengetahuan dan mengajarkannya pada hari ini, adalah pengorbanan yang lebih utama. Dan shalat adalah lebih utama daripada majelis tukang-tukang ceritera. Karena mereka memandang perbuatan tukang ceritera itu bid'ah. Dan mereka mengeluarkan tukang-tukang ceritera itu dari masjid jami'.
Ibnu Umar ra. datang pagi-pagi ke tempatnya dalam masjid jami', tiba-tiba di situ seorang tukang cerita berceritera pada tempatnya. Berkata Ibnu Umar : "Bangunlah dari tempatku!".Menjawab tukang ceritera itu : "Aku tidak mau. Aku telah duduk di sini dan aku telah lebihdahulu daripada engkau!"Maka Ibnu Umar meminta bantuan polisi. Lalu datanglah polisi membangunkan orang itu. Kalau adalah yang demikian itu, termasuk sunnah, tentulah tidak boleh membangunkannya.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . :
 لا يقيمن أحدكم أخاه من مجلسه ثم يجلس فيه ولكن تفسحوا وتوسعو
(Laa yuqiimanna ahadukum akhaahu min majlisihi tsumma yajlisu fiihi wa laakin tafassahuu wa tawassa'uu).Artinya : "Janganlah dibangunkan seorang kamu akan saudaranya dari tempat duduknya, kemudian ia duduk padanya. Tetapi berlapang-lapanglah dan berluas-luaslah! ". (1)

1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari ibnu Umar.

Dan ketika laki-laki tukang ceritera itu, telah bangun dari tempat Ibnu Umar, maka Ibnu Umar tidak duduk di situ, sehingga kembalilah laki-laki itu ke tempat tadi.
Diriwayatkan, bahwa seorang tukang ceritera duduk di halaman kamar 'Aisyah ra., maka beliau mengirimkan kabar kepada Ibnu Umar, dengan kata-kata : "Bahwa orang itu, telah menyakitkan aku dengan ceriteranya dan mengganggukan aku dari pembacaan tasbihku".
Maka orang itu dipukul oleh Ibnu Umar, sampai pecah tongkatnya pada punggung orang itu, kemudian diusirnya.
Kedua : bahwa adalah muraqabah yang sebaik-baiknya pada sa'at mulia itu. Dan hadits masyhur, tersebut:
 إن في الجمعة ساعة لايوافقها عبد مسلم يسأل الله عز وجل فيها شيئا إلا أعطاه
(Inna fil jumu'ati saa-'atan laa yuwaafiquhaa 'abd'in muslimun yas-alullaaha 'azza wa jalla fiihaa syai-an illaa a'-thaahu).Artinya : "Sesungguhnya pada hari Jum'at ada suatu sa'at, kalau kebetulan seorang hamba muslim, meminta sesuatu kepada Allah 'Azza wa Jalla pada sa'at itu, niscaya diberikanNya". (1)
Pada hadits lain : "Tidak dijumpai sa'at itu oleh hamba yang bershalat". Berbeda pendapat tentang sa'at itu. Ada yang mengatakan,. ketika terbit matahari, ada yang mengatakan ketika gelincir matahari, ada yang mengatakan beserta adzan, ada yang mengatakan apabila imam naik ke mimbar dan berkhuthbah, ada yang mengatakan apabila manusia berdiri kepada shalat, ada yang mengatakan pada akhir waktu 'ashar, yakni waktu ikhtiar (waktu yang dipilih untuk shalat) dan ada yang mengatakan sebelum terbenam matahari.

 (1)Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Maiab dari 'Amr bin 'Auf Al-Mazani.

Dan Fatimah ra. menjaga waktu itu dan menyuruh pembantunya melihat matahari, untuk diberitahukan kepadanya matahari itu sudah jatuh ke tepi langit. Maka masuklah ia ke dalam doa dan istighfar, sampai kepada terbenam matahari. Ia menceriterakan, bahwa sa'at itu, adalah sa'at yang ditunggu-tunggu. Dan ia terima berita itu daripada ayahandanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم   .
Berkata setengah ulama, bahwa sa'at mulia itu tidak jelas pada seluruh hari Jum'at, seperti Lailatul-Qadar, sehingga hendaknya sempurnalah segala cara mengintipnya. Ada yang mengatakan, bahwa sa'at mulia itu berpindah-pindah dalam segala sa'at hari Jum'at seperti berpindahnya Lailatul Qadar.
Inilah yang lebih sesuai. Dan mempunyai rahasia, yang tidak layak diterangkan pada ilmu mu 'amalah. Tetapi seyogialah membenarkan apa yang dikatakan Nabi صلى الله عليه وسلم   . :
 إن لربكم في أيام دهركم نفحات ألا فتعرضوا لها
(Inna lirabbikum fii ayyaami dahrikum nafahaatin alaa fata-'arra-dluu lahaa).
Artinya : "Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai wangi-wangian dalam hari-hari masamu. Dari itu, datangilah kepada wangi-wangian itu. (1)
Dan hari Jum'at, termasuk diantara hari-hari itu. Maka seyogialah harnba itu pada seluruh harinya. mencari sa'at mulia itu, dengan menghadlirkan hati, membiasakan berdzikir dan mencabutkan diri dari segala gangguan dunia. Semoga ia memperoleh sedikit dari wangi-wangian yang harum itu!.
Berkata Ka'b Al-Ahbar, bahwa sa'at mulia itu, adalah pada sa'at terakhir, daripada hari Jum'at, yaitu : ketika terbenam matahari.
Lalu berkata Abu Hurairah : "Bagaimana adanya sa'at mulia itu, pada sa'at terakhir, padahal aku telah mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Tidak dijumpai sa'at itu oleh hamba yang bershalat. Dan tidaklah ketika shalat".
Maka menjawab Ka'b : "Tidakkah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda -."Siapa yang duduk menunggu shalat, maka adalah dia di dalam shalat?".
Menjawab Abu Hurairah : "Ya, benar!".
Menyambung Ka'b : "Maka yang demikian itu shalat!".
1.Dirawikan Abdil Birr dari anas

Maka Abu Hurairah diam. Dan Ka'b condong kepada sa'at mulia itu, adalah rahmat dari Allah Ta'ala kepada mereka yang tegak berdiri menunaikan hak hari Jum'at. Dan waktu turunnya sa'at itu, adalah ketika selesai daripada menyempurnakan amal perbuatan.
Kesimpulan, itu adalah waktu mulia, bersamaan dengan waktu naiknya imam ke mimbar. Maka perbanyakkanlah do'a pada kedua waktu itu!.
Ketiga : disunatkan berbanyak selawat kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . pada hari Jum'at. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   , : "Siapa yang berselawat kepadaku pada hari Jum'at, delapan puluh kali, niscaya diampunkan Allah dosanya delapan puluh tahun".
Maka bertanya shahabat .: "Bagaimanakah berselawat kepada engkau?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم    :
Engkau bacakan : اللهم صل على محمد عبدك ونبيك ورسولك النبي الأمي
(Allaahumma shalli 'alaa Muhammadin abdika wa nabiyyika wa ra-suulikan-nabiyyil-ummiy).
Artinya : "Ya Allah, ya Tuhan kami! Berilah rahmat kepada Muhammad hambaMu, nabiMu. dan rasulMu, nabi yang ummi  ". (1) Dan ini, engkau kirakan satu kali. Dan kalau engkau bacakan :
 اللهم صلي على محمد وعلى آل محمد صلاة تكون لك رضاء ولحقه أداء وأعطه الوسيلة وابعثه المقام المحمود الذي وعدته واجزه عنا ما هو أهله واجزه أفضل ما جازيت نبيا عن أمته وصل عليه وعلى جميع إخوانه من النبيين والصالحين يا أرحم الراحمين
(Allaahumma shalli 'alaa Muhammadin wa 'alaa aali Muhammadin shalaatan takmmu laka ridlaa-an wa lahiq-qihi adaa-an wa a'tliihil-wasiilah wab-'ats-hul maqaamal-hammuudal-lady.ii wa'adtah wajzihi 'annaa maa huwa ahluhu wajzihi afdlala maa jaazaita nabiyyan 'an ummatihi wa shalli 'alaihi wa 'alaa jamii-'i ikhwaanihi minan-nabiy-yiina wash-shaalihiin yaa arhamar-raahimiin)

 (1) Dirawikan Ibnul Musayyab dari Abu Hurairah. Katanya : hadits gharib.

Artinya : "Ya Allah , ya Tuhan kami! Berikanlah rahmat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, rahmat yang menjadi kerelaanMu dan iringilah tunainya rahmat itu. Anugerahilah dia jalan dan berikanlah kepadanya tempat terpuji yang Engkau janji-kan. Dan berikanlah kepadanya balasan daripada kami, akan apa yang menjadi haknya dan berikanlah kepadanya sebaik-baik apa yang Engkau berikan balasan kepada seorang nabi daripada ummat-nya. Berikanlah rahmat kepadanya dan kepada segala saudaranya dari nabi-nabi dan orang-orang shalih, wahai yang amat penyayang dari segala yang penyayang".
Engkau bacakan ini, tujuh kali. Ada yang mengatakan bahwa siapa yang membacanya pada tujuh Jum'at dan pada tiap-tiap Jum'at tujuh kali, niscaya wajiblah baginya syafa'at Nabi صلى الله عليه وسلم
Dan kalau bermaksud menambahkan lagi, maka bacakan selawat yang berasal dari atsar, yang artinya sebagai berikut : اللهم اجعل فضائل صلواتك ونوامي بركاتك وشرائف زكواتك ورأفتك ورحمتك وتحيتك على محمد سيد المرسلين وإمام المتقين وخاتم النبيين ورسول رب العالمين قائد الخير وفاتح البر ونبي الرحمة وسيد الأمة اللهم ابعثه مقاما محمودا تزلف به قربه وتقر به عينه يغبطه به الأولون والآخرون اللهم أعطه الفضل والفضيلة والشرف والوسيلة والدرجة الرفيعة والمنزلة الشامخة المنيفة اللهم أعط محمدا سؤله وبلغه مأموله واجعله أول شافع وأول مشفع اللهم عظم برهانه وثقل ميزانه وأبلج حجته وارفع في أعلى المقربين درجته اللهم احشرنا في زمرته واجعلنا من أهل شفاعته وأحينا على سنته وتوفنا على ملتهوأوردنا حوضه واسقنا بكأسه غير خزايا ولا نادمين ولا شاكين ولا مبدلين ولا فاتنين ولا مفتونين آمين يا رب العالمين  حديث اللهم اجعل فضائل صلواتك الحديث أخرجه ابن أبي عاصم في كتاب الصلاة على النبي "Ya Allah, ya Tuhanku! Jadikanlah segala rahmatMu yang utama, berkatMu yang bertambah-tambah, kesucianMu yang mulia, kasih-sayangMu, rahmatMu dan ucapan selamatMu kepada Muhammad, penghulu segala rasul, imam segala orang yang bertaqwa, kesudahan segala nabi dan rasul Tuhan seru sekalian alam, panglima kebajikan, pembuka kebaikan, nabi rahmat dan penghulu ummat! Ya Allah, ya Tuhanku! Berikanlah kepadanya tempat terpuji yang bertambah dekat kehampirannya dengan tempat itu, dan Engkau tetapkan matanya, yang digemari oleh orang-orang dahulu dan orang-orang kemudian! Ya Allah, ya Tuhanku! Berikanlah kepadanya kelebihan dan keutamaan, kemuliaan, jalan, derajat tinggi dan tempat agung mulia! Ya Allah, ya Tuhanku! Berikanlah kepada Muhammad permintaannya, sampaikanlah cita-citanya, jadikanlah dia yang pertama memberi syafa'at dan yang pertama yang diterima syafa'at-nya! Ya Allah, ya Tuhanku! Agungkanlah dalil kebenarannya, beratkanlah timbangannya, tegaskanlah alasannya dan tinggikanlah derajatnya pada tempat tertinggi dari orang-orang muqarrabin! Ya Allah, ya Tuhanku! Kumpulkanlah kami dalam rombongannya, jadikanlah kami dari orang yang memperoleh syafa'atnya, hidup-kanlah kami di atas sunnahnya, matikanlah kami di atas agamanya, bawakanlah kami kekolamnya dan anugerahilah kami minuman dengan gelasnya, tiada merugi, menyesal, ragu-ragu, bertukar-tukar, berbuat fitnah dan. mendapat fitnah! Terimalah do'aku, wahai Tuhan seru sekalian alam!". (1)

Kesimpulannya, tiap-tiap yang dibacakan dari kata-kata selawat, walaupun kalimat yang terkenal pada do'a tasyahhud, adalah ia telah berselawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   .
Seyogialah ditambahkan kepada pembacaan selawat itu, istighfar. Itupun disunatkan juga pada hari Jum'at.
Keempat : membaca Al-Quran. Maka hendaklah membanyakkan pembacaan itu dan hendaklah membacakan surat Al-Kahf khusus-nya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah ra.: "Bahwa siapa membaca surat Al-Kahf pada malam Jum'at atau siangnya, niscaya dianugerahkan kepadanya nur, di mana dibacanya surat itu, sampai ke Makkah dan diampunkan dosanya sampai kepada hari Jum'at yang lain serta dilebihkan lagi tiga hari. Dan berdo'a kepadanya tujuh puluh ribu malaikat, sampai kepada pagi hari. Dan disembuhkan dia daripada penyakit biasa, penyakit dalam, sesak nafas, supak, kusta dan fitnah Dajjal".
Disunatkan khatam (menamatkan) Al-Quran pada hari Jum'at dan malamnya, kalau sanggup. Dan hendaklah penamatan Al-Qur'an itu, pada kedua raka'at shalat Shubuh, kalau dibacanya pada malam atau pada kedua raka'at Maghrib atau diantara adzan dan qamat bagi shalat Jum'at.
Menamatkan pembacaan Al-Qur'an itu, mempunyai kelebihan besar. Dan adalah orang-orang 'abid (yang banyak beribadah), me-nyunatkan pembacaan "Qul-huwallaahu ahad" seribu kali pada hari Jum'at. Dan dikatakan, bahwa siapa yang membacanya pada sepuluh raka'at atau dua puluh, maka itu adalah lebih utama daripada penamatan Al-Qur'an. Dan mereka berselawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   . seribu kali dan membaca "Subhaanallah, wal-hamdu lillaah wa laa-ilaaha illallaah wallaahu akbar" seribu kali.
Kalau dibacakan enam surat dari tujuh surat yang panjang di dalam Al-Qur'an, pada hari Jum'at atau pada malamnya, maka adalah baik. Dan tiadalah diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . ada membacakan beberapa surat tertentu, selain pada hari Jum'at dan malamnya, di mana beliau membaca pada shalat Maghrib dari malam Jum'at, surat "Qul yaa ayyuhal kafiriiun"dan "Qul huwallaahu ahad". Dan beliau membaca pada shalat 'Isya', surat "AI-Jumu'ah"dan "Al-Munaafiquun".
Diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . membaca kedua surat tadi, pada kedua raka'at Jum'at. Dan beliau membaca pada shalat Shubuh hari Jum'at, surat "As-Sajadah" dan surat "Hal ataa 'alal-insaan".

Kelima : shalat-shalat. Disunatkan apabila memasuki masjid jami', tidak duduk sebelum bershalat empat raka'at,"yang dibacakan pada raka'at itu "Qul huwallaahu ahad" dua ratus kali, pada masing-masing raka'atnya lima puluh kali.
Dinukilkan daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bahwa : "Siapa yang berbuat demikian, niscaya ia tidak mati, sehingga dilihatnya tempatnya di dalam sorga". Atau diperlihatkan kepadanya.
Dan tidak ditinggalkan dua raka'at shalat tahiyyah masjid, meskipun imam berkhuthbah. Tetapi hendaklah diringankan shalat itu. Disuruh oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . dengan demikian. Dan pada suatu hadits gharib (hadits tidak terkenal), tersebut : "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . diam daripada meneruskan khuthbah, untuk orang yang masuk sampai ia menyelesaikan shalat dua raka'at tahiyyah masjid".
Berkata ulama-ulama Kufah : "Kalau imam diam untuk orang yang masuk itu, maka orang yang masuk itu mengerjakan shalat tahiyyah masjid dua raka'at".
Disunatkan pada hari Jum'at atau pada malamnya bershalat empat raka'at, dengan membaca empat surat, yaitu : surat Al-An'am, Al-Kahf, Tho Ha dan Ya-Sin. Kalau tidak dihafalnya surat-surat tersebut, maka dibaca : surat Ya-Sin, surat As-Sajadah, surat Ad-Dukhan dan surat Al-MuLk. Dan tidak ditinggalkan membaca surat-surat yang empat ini pada malam Jum'at, karena padanya banyak kelebihan. Dan orang yang tidak menghafal Al-Qur'an, maka dibaca apa yang dihafalnya. Bacaan itu, adalah berkedudukan pengkha-taman Al-Qur'an baginya.
Dan diperbanyakkan membaca surat "Al-Ikhlash ". Dan disunatkan mengerjakan shalat tasbih, sebagaimana akan diterangkan caranya pada "Bab Amalan Sunat", karena Nabi صلى الله عليه وسلم   . mengatakan kepada pamannya Al Abbas:  "Kerjakanlah shalat tasbih itu, pada tiap-tiap Jum'at". Dan adalah Ibnu Abbas ra. tidak meninggalkan shalat ini pada hari Jum'at, sesudah tergelincir matahari. Dan ia menerangkan tentang besar kelebihannya.
Yang lebih baik, menggunakan waktu sampai kepada tergelincir matahari, untuk shalat. Dan sesudah Jum'at sampai kepada waktu Ashar, untuk mendengar ilmu pengetahuan. Dan sesudah Ashar sampai kepada waktu Maghrib, untuk bertasbih dan beristighfar.

Keenam : disunatkan bersedekah pada hari Jum'at khususnya, karena berganda-ganda pahalanya. Kecuali kepada orang yang meminta-minta, sedang imam membaca khuthbah dan ia berbicara pada waktu imam sedang berkhuthbah itu. Maka ini dimakruhkan bersedekah.
Berkata Saleh bin Muhammad : "Seorang miskin meminta-minta pada hari Jum'at dan imam sedang membaca khuthbah dan orang yang meminta-minta itu menuju ke samping ayahku. Lalu seorang laki-laki menyerahkan sepotong barang kepada ayahku, untuk dibe-rikannya kepada orang yang meminta-minta itu. Ayahku tiada mau mengambilnya".
Berkata Ibnu Mas'ud : "Apabila seorang meminta-minta dalam masjid, maka mustahaklah tidak diberikan. Dan apabila ia meminta-minta atas pembacaan Al-Qur'an, maka janganlah engkau berikan!"
Sebahagian ulama berpendapat, makruh bersedekah atas permin-taan dalam masjid jami', di mana mereka yang meminta-minta itu, melangkahi leher orang. Kecuali ia meminta-minta dengan berdiri atau duduk pada tempatnya, tanpa melangkahi leher orang. Berkata Ka'b Al-Ahbar : "Siapa yang menghadliri Jum'at, kemudian pulang, lalu bersedekah dengan dua benda yang berlainan, kemudian kembali lagi, lalu mengerjakan shalat dua raka'at, dengan menyempurnakan ruku', sujud dan khusyu' pada kedua raka'at itu, kemudian ia membaca :
يقول اللهم إني أسألك باسمك بسم الله الرحمن الرحيم وباسمك الذي لا إله إلا الله هو الحي القيوم الذي لا تأخذه سنة ولا نوم
(Allaahumma innii as-aluka bismika bismillaahir-rahmaanir-rahiim wa bismikalladzii laa ilaaha illallaah huwal-hayyul-qayyuumulladzii laata' khudzuhuu sinatuwwa laa naum).
Artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Bahwasanya aku bermohon akan Engkau dengan nama Engkau, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan dengan nama Engkau, yang tiada disembah selain Allah, yang hidup, yang berdiri sendiri, yang tidak didatangi kelupaan dan ke tidur an maka tidaklah orang itu, meminta sesuatu pada Allah Ta'ala melainkan diberiNya ".
Dan berkata setengah salaf : "Siapa memberikan makanan kepada orang miskin pada hari Jum'at, kemudian ia berpagi-pagi dan bersegera dan tidak menyusahkan seseorang, kemudian membaca, ketika imam memberi salam.
الإمام بسم الله الرحمن الرحيم الحي القيوم أسألك أن تغفر لي وترحمني وتعافيني من النار
(Bismillaahir-rahmaanir-rahiimil hayyil-qayyuum . As-aluka an tagh-fira liiwatarhamanii wa tu'aafiyanii minan naar).Artinya: "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, yang hidup, lagi yang berdiri sendiri, Aku bermohon akan Engkau, kiranya mengampuni akan aku, mengrahmati akan aku dan meme-liharakan aku daripada neraka".
Kemudian berdo'a dengan apa yang ada padanya, niscaya dimak-bulkan doanya.
Ketujuh : bahwa dijadikan hari Jum'at itu untuk akhirat. Maka mencegah diri pada hari itu, daripada segala pekerjaan duniawi dan memperbanyakkan bermacam-macam wirid. Dan tidaklah dimulai bermusafir (berjalan jauh) pada hari Jum'at. Diriwayatkan : "Bahwa siapa yang bermusafir pada malam Jum'at, niscaya berdo'a yang merugikan kepadanya oleh dua malaikatnya". a) Bermusafir setelah terbit fajar, adalah haram, kecuali ada keperluan penting yang akan Ienyap.
Dimakruhkan oleh setengah salaf, membeli air dalam masjid dari pembawa air minum, untuk diminumnya sendiri atau untuk disedekahkan kepada orang. Sehingga tidak adalah barang yang diperju-al-belikan dalam masjid. Karena berjual-beli dalam masjid, adalah makruh hukumnya.
Mereka mengatakan, tidak mengapa kalau diberikan kepadanya sepotong barang di luar masjid. Kemudian ia minum atau bersedekah barang itu dalam masjid.
Kesimpulannya, seyogialah ditambahkan pada hari Jum'at dengan bermacam-macam wirid dan kebajikan. Karena Allah Ta'ala apabila mengasihi seorang hamba, niscaya dipakaikanNya hambaNya itu pada waktu yang baik dengan amal perbuatan yang baik. Dan apabila membencinya, niscaya dipakaikanNya pada waktu yang baik dengan perbuatan yang jahat. Supaya adalah yang demikian itu lebih menyakitkan pada cacianNya dan lebih memberatkan pada kutukanNya, karena diharamkanNya keberkatan waktu dan dibina-sakanNya kehormatan waktu.
Disunatkan pada hari Jum'at bermacam-macam do'a dan akan datang penjelasannya pada "Kitab do'a-do'a", insya Allah Ta'ala!". Dan rahmat Allah kepada tiap-tiap hambaNya yang pilihan!.

Bab keenam : Tentang masalah-masalah yang berpisah-pisah, yang meratai bencananya dan memerlukan murid mengenalinya.
Adapun masalah-masalah yang jarang terjadi, maka dapatlah kita menyelidikinya dalam kitab-kitab fiqih.
Masalah :
Perbuatan yang sedikit, meskipun tidak membatalkan shalat, maka adalah makruh, kecuali diperlukan. Umpamanya : menolak orang lalu, membunuh kalajengking yang ditakuti dan mungkin membu-nuhnya dengan sekali atau dua kali pukul.
Apabila tiga kali, maka telah banyak dan batallah shalat. Begitu pula kutu dan kutu anjing, apabila menyakitkan badan, maka bolehlah membuangnya. Dan demikian juga, hajatnya kepada menggarut, yang mengganggu kekhusyu'annya.
Adalah Mu'az mengambil kutu dan kutu anjing dalam shalatnya. Dan Ibnu Umar membunuh kutu dalam shalat, sehingga kelihatan darah pada tangannya.
Berkata An-Nakha'i : "Bahwa orang yang bershalat itu, mengambil kutu dan membuangnya dan tiada mengapa kalau membunuhnya". Berkata Ibnul-Musayyab : "Bahwa orang yang bershalat itu mengambil kutu dan menutupkannya, kemudian membuangkannya". Dan berkata Mujahid : "Bahwa yang lebih baik padaku ialah membiarkan kutu itu, kecuali menyakitinya, sehingga mengganggunya dari shalat, maka disingkirkan sekedar yang menyakitinya. Kemudian sesudah shalat baru dicampakkan".
Itu, adalah suatu keringanan. Kalau tidak, maka yang sempurna, ialah menjaga dari perbuatan, walaupun sedikit.
Dari itu, adalah setengah mereka, tiada mengusir lalat dan berkata: "Tidak aku biasakan diriku yang demikian, nanti merusakkan shalatku. Aku mendengar bahwa orang-orang fasiq dihadapan raja-raja, sabar menahan kesakitan yang keras dan tidak bergerak."
Kalau menguap, maka tiada mengapa meletakkan tangan pada mulut. Yang begitu, adalah lebih utama. Dan kalau bersin, maka memujikan Allah di dalam hati dan tidak menggerakkan lidah. Dan kalau bersandawa, maka seyogialah tidak mengangkatkan kepala arah ke langit. Dan kalau jatuh kain penutup badan, maka tidaklah wajar memperbaiki pemakaian nya. Begitu pula tepi serban.
Semuanya itu makruh, kecuali kalau diperlukan.

Masalah :
Bershalat dengan dua alas kaki, dibolehkan, walaupun membukanya itu mudah. Dan tidaklah keringanan itu,pada muza (sepatu pansus), karena sukar membukanya. Bahkan najis itu, dima'afkan daripadanya. Dan disamakan dengan najis yang ada pada sepatu pansus itu, najis yang ada pada madas (semacam sandal).
Nabi صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat dengan dua alas kakinya, kemudian dibukanya. Lalu orang banyakpun membuka alas kaki mereka. Maka bertanya Nabi صلى الله عليه وسلم: "Mengapakah kamu membuka alas kakimu?".
Mereka menjawab : "Kami lihat engkau membuka, maka kamipun membuka".
Maka menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم: "Bahwa Jibril as. datang kepadaku, menerangkan bahwa pada kedua alas kakiku ada najis. Apabila bermaksud seorang kamu ke masjid, maka hendaklah membalikkan kedua alas kakinya dan memperhatikan pada keduanya. Kalau ia melihat najis, maka hendaklah disapunya dengan tanah dan bershalatlah dengan keduanya".
Berkata setengah mereka : "Shalat dengan dua alas kaki itu, adalah lebih utama (afdhal), karena Nabi صلى الله عليه وسلم  bersabda : "Mengapakah kamu membuka alas kakimu?".
Ini adalah berlebih-lebihan, karena Nabi صلى الله عليه وسلم  menanyakan mereka, untuk menerangkan kepada mereka sebabnya Nabi صلى الله عليه وسلم  membuka alas kakinya. Sebab Nabi صلى الله عليه وسلم  mengetahui, bahwa mereka membuka alas kakinya adalah menyesuaikan perbuatannya dengan perbuatan Nabi  صلى الله عليه وسلم
Diriwayatkan oleh Abdullah bin As-Saib, bahwa : "Nabi صلى الله عليه وسلم  membuka kedua alas kakinya".
Jadi, Nabi صلى الله عليه وسلم  telah berbuat dengan membuka kedua alas kakinya itu.
Siapa yang membuka, maka tidaklah wajar meletakkan kedua alas
kakinya itu, pada kanannya atau pada kirinya, lalu menyempitkan tempat dan memutuskan shaf. Tetapi hendaklah diletakkan dihadapannya dan tidak ditinggalkan di belakang, karena membawa hati menoleh kepada alas kaki itu. Dan mungkin orang yang berpendapat bahwa bershalat dengan keduanya lebih utama, adalah menjaga maksud itu, yaitu : berpalingnya hati kepada kedua alas kaki tersebut.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم  bersabda : "Apabila mengerjakan shalat seorang kamu, maka hendaklah menjadikan kedua alas kakinya diantara kedua kakinya".
Berkata Abu Hurairah kepada orang yang lain : "Letakkanlah keduanya diantara kedua kakimu! Janganlah engkau menyusahkan orang muslim dengan kedua alas kaki itu! Dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . meletakkan keduanya di sebelah kirinya dan beliau adalah imam shalat"
Jadi, imam boleh berbuat demikian, karena tiada berdiri seorang pun pada kirinya. Yang lebih utama, ialah kedua alas kaki itu, tidak diletakkan diantara kedua tapak kaki, karena mengganggu kannya, tetapi diletakkan di muka kedua tapak kaki, Kiranya, itulah yang dimaksud dengan hadits tadi.
Berkata Jubair bin Muth-'im : "Meletakkan kedua alas kaki, diantara kedua tapak, adalah bid'ah".
Masalah :
Apabila meludah dalam shalat, maka tidaklah batal shalat, karena itu adalah perbuatan yang sedikit. Dan yang tidak mendatangkan suara, maka tidaklah dinamakan berkata-kata dan tidaklah merupakan bentuk huruf dari kata-kata. Hanya meludah itu, adalah makruh. Dari itu, seyogialah dijaga daripadanya, kecuali seperti apa yang diizinkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم  Karena diriwayatkan setengah shahabat : "Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم  melihat dahak pada qiblat, maka amat marahlah beliau. Lalu digosokkannya dengan gundar yang ada pada tangannya dan bersabda : "Bawalah kepadaku sedikit bau-bauan! Lalu beliau letakkan kumkuma pada bekas dahak itu. Kemudian berpaling kepada kami dan bersabda : "Siapakah diantara kamu, yang suka meludah dimukanya?".
Maka kami menjawab : "Tiada seorangpun!".
Menyambung Nabi صلى الله عليه وسلم: "Sesungguhnya seorang. kamu, apabila masuk dalam shalat, maka sesungguhnya Allah Ta'ala adalah dian-taranya dan qiblat". Dan pada riwayat yang lain : "Dia dihadapi oleh Allah Ta'ala. Maka janganlah meludah seorang kamu, di depan mukanya dan di kanannya. Tetapi di kirinya atau di bawah tapak kirinya. Kalau terburu-buru, maka hendaklah meludah dalam kainnya dan hendaklah mengatakan : "Beginilah!" (1) Dan digosok kan sebahagian dengan sebahagian yang lain".
1.Dirawikan Muslim dari Jabir

Masalah :
Berdiri ma'mum itu, ada yang sunat dan ada yang fardlu, Yang sunat, ialah : berdiri ma'mum yang seorang di kanan imam,terkebelakang daripadanya sedikit. Dan ma'mum wanita yang seorang, berdiri di belakang imam. Kalau ia berdiri di samping imam, maka tidaklah membawa melarat, tetapi menyalahi sunnah.
Kalau bersama ma'mum wanita, ada ma'mum laki-laki, maka ma'mum laki-laki berdiri di kanan imam dan ma'mum wanita di belakang ma'mum laki-laki tadi.
Dan janganlah berdiri seorang sendirian di belakang shaf, tetapi masuklah ke dalam shaf atau menarikkan seorang dari shaf kepadanya. Kalau berdiri juga ia sendirian, maka shalatnya shah tetapi makruh.
Adapun yang fardlu, maka yaitu : menyambung shaf. Yakni diantara ma'mum dan imam, ada ikatan yang menghimpunkan, karena keduanya, adalah dalam suatu jama'ah.
Kalau keduanya dalam masjid, maka mencukupilah yang demikian itu, menghimpunkan keduanya. Karena masjid itu dibangun untuk yang demikian. Maka tidaklah memerlukan kepada sambungan shaf, tetapi mencukupilah sampai ma'mum itu mengetahui segala perbuatan imam. Abu Hurairah ra. mengerjakan shalat pada bahagian atas masjid dengan mengikuti shalat imam.
Apabila ma'mum berada di h alam an masjid pada jalan besar atau pada lapangan luas milik perkongsian dan tak ada diantara imam dan ma'mum bermacam-macam rumah yang memisahkan, maka memadailah kedekatan, sekedar tembakan anak busur. Dan mencukupilah ikatan dengan yang demikian, karena sampai perbuatan salah seorang daripada keduanya kepada yang lain.
Sesungguhnya,disyaratkan apabila ma'mum itu berdiri pada beranda rumah di kanan masjid atau di kirinya dan pintunya menempel pa-da masjid, maka yang disyaratkan.ialah : bahwa memanjang shaf masjid yang dalam lorongnya, tanpa putus sampai kepada beranda rumah.
Kemudian shahlah shalat orang yang dalam shaf itu dan orang yang di belakangnya. Tidak shah orang yang dihadapannya. Begitulah hukumnya, kalau dalam rumah yang berlain-lanan. Adapun satu rumah dan satu lapangan, maka adalah seperti satu tanah lapang.

Masalah :
Masbuq (ma'mum yang terkemudian masuk ke dalam shalat), apabila mendapati akhir shalat imam, maka itulah awal shalatnya. Maka hendaklah ia menyesuaikan dengan shalat imam, kemudian ia meneruskan shalatnya, ketika imam telah selesai dari shalat.
Dan hendaklah ia ber qunut Shubuh pada akhir shalatnya sendiri, meskipun ia telah berqunut bersama imam.
Kalau masbuq itu mendapati bersama imam sebahagian berdiri, maka janganlah membaca do'a iftitah. Dan hendaklah memulai dengan Al-Fatihah dan hendaklah meringkaskannya. Kalau imam ruku' sebelum sempurna al-fatihah-ny a dan sanggup ia menghubungi imam pada i'tidalnya dari ruku \ maka hendaklah ia menyempurnakan Al-Fatihah.
Dan kalau tidak sanggup, maka ia menyesuaikan dengan shalat imam dan terus ia rukuDan Al-Fatihah yang dibacanya sebahagian itu, dihitung cukup dan yang tidak sempat dibacanya menjadi gugur, disebabkan ia orang masbuq.
Kalau imam ruku' dan ia sedang membaca surat, maka hendaklah diputuskannya pembacaan itu.
Kalau la mendapati imam dalam sujud atau tasyahhud, maka ia bertakbiratul-ihram, kemudian terus duduk, tanpa takbir perpindahan (takbir intiqalat). Lain halnya, kalau ia mendapati imam pada ruku; maka ia bertakbir intiqalat, sebagai takbir kedua sesudah takbiratul-ihram pada turunnya kepada ruku'. Karena yang demikian itu, adalah kepindahan yang dihitung bagi -nya.
Segala takbir intiqalat yang asli adalah dalam shalat, tidaklah karena hal-hal yang mendatang, disebabkan mengikut imam. Dan ma'mum masbuq itu, tiada memperoleh raka'at, selama tidak bcrthu-ma'ninah dalam ruku' sebagai orang yang ruku' dan imampun masih dalam keadaan orang yang ruku'. Kalau ia belum menyempurnakan thuma'ninahnya, kecuali sesudah imam keluar dari batas orang yang ruku', maka dalam keadaan demikian ma'mum masbuq tadi, tidak mendapat raka'at itu.
Masalah :
Siapa yang luput shalat Dhuhur sampai kepada waktu 'Ashar, maka hendaklah ia mengerjakan shalat Dhuhur dahulu. kemudian baru mengerjakan 'Ashar.
Kalau ia memulai dengan Ashar, memadai juga, tetapi telah meninggalkan yang lebih utama dan menjerumuskan diri ke dalam persoalan yang diperselisihkan.
Kalau ia mendapati imam, maka hendaklah mengerjakan shalat 'Ashar, kemudian barulah ia mengerjakan Dhuhur sesudahnya. Karena berjama'ah dengan shalat ada' (shalat dalam waktunya), adalah lebih utama.
Kalau ia bershalat sendirian pada awal waktu, kemudian ia mendapati shalat jama'ah, maka bershalatlah lagi dalam jama'ah dan meniatkan shalat waktu itu. Allah Ta'ala akan menghitung mana yang dikehendakiNya. Kalau ia meniatkan shalat yang tertinggal (shalat qadla') atau meniatkan shalat sunat, maka bolehlah yang demikian.
Kalau ia telah bershalat jama'ah, kemudian memperoleh lagi jama'ah lain, maka hendaklah ia meniatkan shalat yang tertinggal (shalat qadla') atau shalat sunat. Karena mengulangi shalat yang sudah dilaksanakan dengan jama'ah, sekali lagi, tak ada alasan baginya. Cara berbuat demikian, adalah untuk memperoleh keutamaan berjama'ah semata-mata.
Masalah :
Siapa yang telah shalat, kemudian melihat pada kainnya najis, maka yang lebih disukai ialah mengerjakan shalat itu kembali dan tidak wajib.
Kalau ia melihat najis itu sedang shalat, maka hendaklah dilempar-kannya kain itu dan diteruskannya shalat. Dan yang lebih disukai, ialah mengulangi shalat itu kembali.
Pokok pemahaman ini, ialah ceritera penanggalan dua alas kaki Nabi صلى الله عليه وسلم  ketika diterangkan oleh Jibril as. kepadanya, bahwa pada kedua alas kakinya itu ada najis. Nabi صلى الله عليه وسلم   . tidak mengulangi shalatnya.

Masalah :
Siapa yang meninggalkan tasyahhud pertama atau qunut atau selawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   . pada tasyahhud pertama atau berbuat suatu perbuatan karena lupa dan kalau disengaja, shalat menjadi batal, atau ia ragu, lalu tidak diketahuinya, apakah ia telah shalat tiga raka'at atau empat raka'at, maka dfllam hal ini, diambil yang yakin dan sujud dua sujud sahwi (sujud karena kelupaan), sebelum salam.
Kalau lupa, lalu sesudah salam, manakala ia teringat dalam waktu berdekatan. Maka jikalau ia sujud sahwi sesudah salam dan sesudah berhadats, maka batallah shalatnya. Karena tatkala ia masuk ke dalam sujud, adalah seolah-olah ia menjadikan salam nya itu terlupa, tidak pada tempatnya. Maka tidaklah berhasil tahallul (menjadi halal apa yang dilarang dengan shalat) dengan salam itu. Dan ia telah kembali'kepada shalat. Dari itulah, diulangi salam sesudah sujud sahwi.
Kalau ia teringat kepada sujud sahwi setelah keluar dari masjid atau setelah lama masanya, maka luputlah waktu untuk sujud sahwi itu.
Masalah :
waswas (bimbang hati) pada "niat shalat, adalah disebabkan oleh kelemahan pikiran atau kebodohan tentang Agama. Karena menuruti perintah Allah Ta'ala, adalah seperti menuruti perintah lainNya. Dan mengagungkanNya adalah seperti mengagungkan lainNya, tentang kasad di hati.
Siapa yang datang kepadanya seorang ulama, lalu ia berdiri meng-hormatmya, maka kalau ia mengatakan : "Aku meniatkan berdiri, untuk menghormati kedatangan Pak Zaid yang mulia, karena kemuliaannya, menyambut kedatangannya, dengan menghadapkan wajahku kepadanya", maka perkataan itu, menunjukkan kepada kebodohan.
Tetapi sebegitu melihatnya dan mengetahui kelebihannya, terus timbul pendorong untuk menghormatinya. Lalu pendorong itu membawa ia berdiri dan memuliakannya. Kecuali ia berdiri karena urusan lain atau dalam kealpaan.
Pensyaratan adanya shalat itu Dhuhur, dalam waktu dan fardlu, dalam keadaannya, menuruti perintah Allah, adalah seperti pensyaratan adanya berdiri yang disertai dengan masuk, serta menghadapkan muka kepada orang yang masuk itu dan tanpa penggerak lain-nya, selain yang tersebut dan maksud penghormatan dengan demikian, adalah supaya menjadi penghormatan. Karena kalau ia berdiri membelakangi orang yang mau dihormati atau ia bersabar dahulu, kemudian sesudah sejenak, baru ia bangun berdiri, maka tidaklah itu penghormatan namanya.

Kemudian, sifat-sifat tersebut, harus ada, harus dimaklumi dan dimaksudkan. Kemudian tidak lama datangnya pada hati dalam satu detik. Yang lama, hanyalah menyusun kata-kata yang menunjukkan kepada sifat-sifat itu. Adakalanya diucapkan dengan lisan dan adakalanya dipikirkan dengan hati.
Siapa yang tidak memahami niat shalat secara ini, adalah seolah-olah ia tiada memahami niat. Sehingga tiada padanya selain daripada anda dipanggil supaya mengerjakan shalat pada suatu waktu, lalu anda terima panggilan itu dan anda tegak berdiri. Was-was itu, adalah semata-mata kebodohan.
Segala maksud dan pengetahuan itu, berkumpul dalam hati pada suatu keadaan. Dan tidaklah berpisah-pisah satu dengan lainnya di dalam hati, dari segi dilihat dan diperhatikan semuanya itu oleh hati.
Berbeda antara kehadliran sesuatu dalam hati dan perinciannya dengan pemikiran.
Kehadliran adalah berlawanan dengan keghaiban dan kealpaan, meskipun tidak diperincikan. Siapa yang mengetahui suatu kejadian, umpamanya, maka ia mengetahuinya dengan suatu pengetahuan dalam suatu keadaan. Pengetahuan itu mengandung beberapa pengetahuan yang mendatang, walaupun tiada diperincikan.
Siapa yang mengetahui suatu kejadian, sesungguhnya ia telah mengetahui : yang ada (maujud), yang tiada (ma'dum), yang dahulu, yang kemudian dan waktu. Dan yang dahulu itu, adalah untuk tiada dan kemudian itu, adalah untuk ada.
Segala pengetahuan tadi, tersimpul di bawah pengetahuan dengan suatu kejadian itu, dengan dalil bahwa orang itu mengetahui kejadian itu, apabila ia tiada mengetahui yang lain. Kalau umpamanya ditanyakan kepadanya : "Adakah anda mengetahui yang dahulu saja atau yang kemudian atau tiada atau terdahulu tiada atau terkemudian ada atau waktu yang terbagi kepada yang dahulu dan yang kemudian?", lalu ia menjawab : "Aku tiada mengetahuinya sekali-kali", maka adalah dia itu pembohong. Dan perkataannya itu ber-tentangan dengan perkataannya : "Aku mengetahui kejadian itu".
Dari kebodohan dengan pengertian yang halus ini, melonjaklah kewaswasan itu.
Orang yang waswas itu, memberatkan dirinya untuk menghadlirkan ke dalam hatinya, pengertian ke Dhuhuran, dalam waktu (adaa') dan fardlu, dalam suatu keadaan yang terperinci dengan kata-kata yang dibacanya.
Yang demikian itu, adalah mustahil! Kalau ia memberatkan dirinya yang demikian, mengenai bangunnya untuk menghormati seorang ahli ilmu, niscaya amat sukarlah baginya.
Dengan pengetahuan tersebut, tertolaklah waswas itu. Yaitu, ia mengetahui bahwa menuruti perintah Allah Ta'ala dalam niat, adalah seperti menuruti perintah lainNya.
Kemudian, aku tambahkan untuk lebih memudahkan dan menje-laskan, bahwa kalau orang yang waswas itu tidak memahami niat, kecuali dengan menghadlirkan segala keadaan itu dengan terperinci dan tidak tergambar dalam hatinya dengan sekaligus, mengikuti perintah Allah dan ia menghadlirkan secara keseluruhan yang demikian itu, waktu sedang bertakbir, dari'permulaannya sampai kepada penghabisannya, di mana ia tiada selesai daripada takbir itu, melainkan telah berhasillah niat tadi, niscaya memadailah yang demikian.
Kita tidak memberatkan orang yang waswas itu, bahwa menyerta-kan semua tadi, dengan awal takbir atau dengan akhir takbir. Karena yang demikian adalah amat memberatkan. Dan kalau itu disuruh, tentu telah menimbulkan pertanyaan bagi orang-orang dahulu. Dan tentulah mendatangkan waswas bagi seseorang daripada shahabat tentang niat.
Maka tidak terjadinya yang demikian itu, adalah menjadi dalil bahwa hal itu dipermudahkan (tidak dipersulitkan). Maka bagaimanakah niat itu menjadi mudah bagi orang waswas, selayaknyalah dicukupkan dengan itu. Sehingga ia terbiasa yang demikian dan ia terpisah daripada sifat waswas. Dan tidak memaksakan dirinya dengan meyakinkan yang demikian itu. Karena untuk meyakinkan itu, menambahkan kewaswasan.
Telah kami sebutkan dalam "Al-Fatawa", cara-cara yang meyakinkan, untuk mendatangkan keyakinan bagi segala pengetahuan dan maksud-maksud yang berhubungan dengan niat, di mana para ulama memerlukan untuk mengetahuinya.
Adapun orang awwam, mungkin membawa kemelaratan mendengarnya dan membangkitkan was-was kepada mereka. Dari itu, kami tinggalkan menerangkannya!.

Masalah.
Seyogialah ma'mum tidak mendahului imam pada ruku', sujud, pada bangkit daripada keduanya dan pada perbuatan-perbuatan yang lain.
Dan tidak seyogialah ma'mum menyamai imam, tetapi hendaklah ia mengikuti imam dan menuruti di belakangnya.
Inilah, arti mengikuti imam. Kalau ma'mum itu menyamai imam dengan sengaja, tidaklah batal shalatnya, sebagaimana kalau ma'mum itu berdiri di samping imam, tidak terbelakang daripada iman
Kalau ma'mum itu mendahului imam, maka mengenai batal shalatnya terdapat perbedaan paham diantara para ulama. Dan tidaklah jauh daripada kebenaran, kalau dihukum dengan batalnya. Karena diserupakan dengan : kalau ma'mum itu, lebih ke muka tempat berdirinya daripada imam. Bahkan ini lebih utama lagi, karena berjama'ah ialah mengikuti imam pada perbuatan, bukan pada tempat berdiri.
Maka mengikuti pada perbuatan itu, adalah lebih penting!.
Disyaratkan, tidak ke muka pada tempat berdiri, adalah untuk memudahkan bagi ma'mum mengikuti perbuatan imam dan untuk memperoleh bentuk mengikuti itu. Karena selayaknyalah bagi yang diikut, mendahului daripada yang mengikut.
Tak adalah cara bagi ma'mum mendahului perbuatan imam, kecuali ia terlupa. Karena itulah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . sangat menantangnya, dengan sabdanya :
أما يخشى الذي يرفع رأسه قبل الإمام متفق عليه من حديث أبي هريرة
(Amaa yakhsyalladzii yarfa'u ra'-sahu qablal imaami an yuhawwi-lallaahu ra'-sahu ra'-sa hiniaar) Artinya : "Apakah tidak takut orang yang mengangkatkan kepalanya sebelum imam, bahwa diputar oleh Allah kepalanya itu, menjadi kepala keledai?". (1)
Adapun terkemudian daripada imam dengan satu rukun, tidaklah membatalkan shalat. Yang demikian itu, umpamanya : imam i'tidal dari ruku', sedang ma'mum belum lagi ruku'. Tetapi terkemudian sampai batas ini adalah makruh.

1.Hadis Bukhari Dan muslim Dari Abi Hurairah

Kalau imam telah meletakkan dahinya ke lantai, sedang ma'mum belum lagi sampai kepada batas ruku', niscaya batallah shalat ma'mum itu. Begitu pula kalau imam telah meletakkan dahinya untuk sujud kedua, sedang ma'mum belum lagi sujud pertama.
Masalah :
Berhaklah orang yang menghadliri shalat, apabila melihat orang lain berbuat salah pada shalatnya, menegur dengan memperbaiki dan menantang. Kalau kesalahan itu timbul pada orang bodoh, maka hendaklah orang bodoh itu dikawani dan diajari.
Diantara yang tersebut itu, ialah menyuruh menyamakan shaf, melarang sendirian berdiri di luar shaf dan menegur orang yang mengangkatkan kepalanya sebelum imam dan lain-lain sebagainya.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :  ويل للعالم من الجاهل حيث لا يعلمه
(Wailun Iil-'aalimi minal-jaahili haitsu laa yu-'allimuh)
Artinya ;"Neraka wailun bagi orang berilmu, daripada orang bodoh, yang tidak diajarinya", (1)
Berkata Ibnu Mas'ud ra. : "Siapa yang melihat orang berbuat salah dalam shalatnya dan tidak ditegurnya, maka dia adalah sekutu orang itu dalam kedosaan".
Dari Bilal bin Sa'ad, bahwa ia berkata : "Kesalahan apabila disem-bunyikan, maka tidak mendatangkan melarat, kecuali atas orang yang berbuat kesalahan itu. Apabila kesalahan itu telah lahir dan tidak diadakan perobahan, maka adalah memberi melarat kepada orang awwam".
Pada hadits tersebut : "Bahwa Bilal meratakan shaf-shaf shalat dan memukul ujung betis mereka dengan cambuk ". (2)
Dari Umar ra., bahwa ia berkata : Periksalah saudara-saudaramu yang tidak hadlir pada shalat! Apabila kami dapati, mereka tidak menghadliri shalat, kalau mereka sakit, maka hendaklah kamu kunjungi mereka. Dan kalau mereka sehat, maka hendaklah kamu menentang mereka. Menentang itu ialah, membantah terhadap orang yang meninggalkan jama'ah.

(1)Dirawikan Ad-Dailami dari Anas, dengan sanad dla'if.
(2)Menurut Al-lraqi, dia tidak pernah menjumpai hadits tersebut.

Tidak layaklah mempermudah-mudahkan shalat jama'ah. Orang-orang dahulu, bersangatan benar padanya, sampai sebahagian mereka membawa janazah kepada sebahagian orang yang meninggalkan shalat jama'ah, sebagai pertanda bahwa orang matilah yang meninggalkan jama'ah. Tidak orang yang hidup.
Siapa yang masuk masjid, hendaklah menuju kebahagian kanan shaf. Dari itulah, berdesak-desak manusia kejurusan itu pada masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم  sampai orang mengatakan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   . : Telah kosonglah bahagian kiri shaf.
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم   :من عمر ميسرة المسجد كان له كفلان من الأجر
(Man 'amaya maisaratal-masjidi kaana lahuu kil'laani minal-ajri).
Artinya : "Siapa yang meramaikan bahagian kiri masjid, adalah baginya dua kali pahala". (1)
Manakala dijumpai seorang budak dalam shaf dan ia sendiri tidak memperoleh tempat, maka bolehlah ia mengeluarkan budak itu ke shaf belakang dan ia masuk ke tempat tadi. Ini maksudnya, kalau budak itu belum dewasa.
Inilah yang kami maksudkan menyebutnya mengenai masalah-masaalah yang meratai bencananya! Dan akan datang hukum beberapa shalat yang bercerai-berai dalam "Kitab Wirid".
Insya Allah Ta'ala!.

1.Dirawikan ibnu majah dari ibnu Umar dengan sanad Daif


BAB KETUJUH : Tentang shalat sunat ( Shalat nawaafil ).
Ketahuilah, bahwa selain dari shalat-shalat fardlu, terbagi kepada tiga bahagian,
Iaitu : sunat, مستحبات mustahab dan تطو tathawwu.
Yang kami maksudkan dengan sunat, ialah yang dinukilkan daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   , bahwa beliau rajin mengerjakannya, seperti shalat sunat.rawatib di belakang shalat fardlu, shalat Dluha, witir, tahajjud dan lainnya, karena sunat (sunnah), adalah ibarat jalan yang selalu ditempuh.
Yang kami maksudkan dengan mustahab, ialah yang datang hadits menerangkan keutamaannya dan tidak dinukilkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم  rajin mengerjakannya. Seperti apa yang akan kami nukilkan tentang shalat siang dan malam dalam seminggu dan seperti shalat ketika keluar dari rumah dan masuk ke dalam rumah dan lain-lain sebagainya.
Yang kami maksudkan dengan tathawwu', ialah yang lain dari itu, yang tak datang pada a tsar. Hanya hamba berbuat tathawwu' (amalan sunat dan bakti), karena ingin bermunajah dengan Allah Ta'ala, dengan shalat yang telah diterangkan Agama keutamaannya secara mutlak. Seolah-olah ia berderma, karena tidak disunatkan shalat itu secara khusus, tetapi disunatkan mengerjakan shalat secara mutlak.
Tathawwu adalah ibarat daripada berderma (ber-tabarru!).
Shalat yang tiga macam tadi dinamakan shalat-nawaafil, dari segi bahwa, kata-kata "an-naflialah : tambah. Karena jumlahnya, menambahkan kepada shalat fardlu.
Kata-kata : nafilah (1); sunat (sunnah), mustahab dan tathawwu kami maksudkan memberikan, istilah kepadanya, ialah untuk memperkenalkan maksud-maksud tersebut tadi dan tak ada salahnya orang yang merobah istilah itu. Maka tak ada artinya perbedaan kata-kata, setelah dipahami maksudnya.
Masing-masing bahagian tadi, berlebih-kurang derajat kelebihannya, sepanjang yang datang dari hadits dan atsar, yang menerang-kan kelebihannya dan menurut tingkat kerajinan Nabi صلى الله عليه وسلم   mengerjakannya dan menurut shahnya dan terkenalnya hadits-hadits yang meriwayatkannya.

1) Nafilah-Kata Kata tunggal (mufrad) Dari Nawafil, Dan Nawafil adalah jama', dan kata kata an'nafi adalah Masdarnya (Asal Kata kata tersebut )

Dari itu dikatakan : Shalat sunat yang dikerjakan dengan berjamaah, adalah lebih utama dari shalat sunat yang dikerjakan dengan sendirian. Dan yang lebih utama dari shalat sunat yang dikerjakan dengan berjama'ah, ialah : shalat hari raya, kemudian shalat gerhana bulan atau matahari, kemudian shalat minta hujan (shalat istisqa).
Dan yang lebih utama dari shalat yang dikerjakan sendirian, ialah : shalat witir, kemudian dua raka'at fajar (sebelum shalat Shubuh), kemudian sunat-sunat rawatib sesudah yang dua ini, menurut tingkat kelebih-kurangannya.
Ketahuilah, bahwa shalat nawaafil, mengingat kepada hubungannya, terbagi kepada : yang berhubungan kepada sebab, seperti shalat gerhana dan shalat minta hujan dan yang berhubungan dengan waktu.
Dan yang berhubungan dengan waktu, terbagi kepada : yang berulang-ulang dengan berulang-ulangnya siang dan malam atau dengan berulang-ulangnya minggu atau dengan berulang-ulangnya tahun.
Maka jumlahnya empat bahagian :
Bahagian pertama : Yang berulang-ulang dengan berulang-ulangnya siang dan malam.
iaitu : delapan. Lima, yaitu : shalat sunat rawatib dari lima shalat fardlu.
Dan tiga, yang lain, yaitu : shalat Dhuha, shalat yang dikerjakan diantara Maghrib dan 'isya' dan shalat Tahajjud.
Pertama : sunat rawatib Shubuh, yaitu dua raka'at. Bersabda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم 
 ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها
(Rak'atal-fajri khairun minad-dunya wa maa fiihaa).
Artinya : "Dua raka'at fajar adalah lebih baik daripada dunia dan isinya ( 1)

1.Dirawikan Muslim dari Aisyah

Masuk waktunya dengan terbit fajar shadiq. Yaitu yang melayang tidak memanjang. Mengetahuinya dengan memandangnya, adalah sukar pada mulanya. Kecuali orang yang mempelajari tempat kedudukan bulan atau mengetahui persamaan terbitnya dengan bintang-bintang yang kelihatan dengan mata. Lalu diambil dalil. dengan bintang-bintang itu, atas terbitnya fajar. Dapat dikenal fajar itu dengan bulan, pada dua malam dari tiap-tiap bulan. Karena bulan terbit bersama fajar pada malam dua puluh enam dan terbit cahaya fajar serta terbenam bulan pada malam dua belas dari tiap-tiap bulan.
Ini adalah menurut kebiasaan dan terjadi padanya berlebih-kurang pada sebahagian buruj. Untuk menerangkannya memerlukan kepada waktu panjang.
Mempelajari tempat kedUdukan (munazil) bulan, adalah termasuk yang penting bagi murid, sehingga ia mengetahui batasan waktu pada malam hari dan Shubuh.
Dan hilanglah waktu dua raka'at fajar. dengan hilangnya waktu fardlu Shubuh. Yaitu terbitnya matahari. Tetapi sunat mengerjakannya, adalah sebelum mengerjakan fardlu.
Kalau masuk ke masjid dan telah diqamatkan, maka hendaklah dikerjakan shalat fardlu, karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم  صلى الله عليه وسلم    :
 قال إذا أقيمت الصلاة فلا صلاة إلا المكتوبة
(Idzaa uqiimatish-shalaatu falaa shalaata illal-muktuubah).
Artinya : "Apabila telah ditegakkan shalat (diqamatkan), maka tak ada shalat selain dari fardlu (1)
Kemudian, apabila telah selesai dari shalat fardlu, maka bangunlah mengerjakan dua raka'at fajar itu. Dan yang shahih (pendapat yang lebih benar) keduanya masih di dalam waktunya (adaa), selama dikerjakan sebelum terbit matahari. Karena keduanya, mengikuti fardlu tentang waktunya. Dan tertib diantara keduanya yaitu mendahulukan yang sunat dan mengemudiankan yang fardlu, adalah sunat apabila tidak menjumpai shalat jama'ah.
Apabila menjumpai shalat jama'ah, maka terbaliklah tertib dan tinggallah dua raka'at fajar itu masih di dalam waktu (dengan mengerjakannya sesudah berjama'ah itu).

1.Dirawikan Muslim Dari Abu Hurairah.

Disunatkan dua raka'at fajar dikerjakan di. rumah dengan diringankan. Kemudian masuk ke masjid dan mengerjakan dua raka'at tahiyat masjid Kemudian duduk dan tidak mengerjakan shalat, sampai kepada mengerjakan shalat fardlu. Diantara waktu shalat Shubuh sampai terbit matahari, disunatkan berdzikir, berfikir dan menyingkatkan dengan mengerjakan saja dua raka'at fajar dan fardlu Shubuh.
Kedua : sunat rawatib Dhuhur, yaitu enam raka'at. Dua raka'at sesudah Dhuhur, dan dia juga sunat muakkadah (sunat dikuatkan) dan empat raka'at sebelumnya, yaitu sunat juga, walaupun yang empat raka'at ini, kurang derajatnya dari dua raka'at yang kemudian shalat Dhuhur.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   . bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat empat raka'at sesudah tergelincir matahari, dengan membaguskan bacaan, ruku' dan sujudnya,. niscaya bershalatlah sertanya rujuh puluh ribu malaikat, yang meminta ampun kepadanya malam".
Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم   . tidak meninggalkan shalat empat raka'at sesudah tergelincir matahari, yang dipanjangkannya, seraya bersabda : "Bahwa segala pintu langit terbuka pada sa'at itu, maka aku menyukai bahwa diangkatkan amalanku padanya".
Hadits ini diriwayatkan Abu Ayyub Al-Anshari dan dia sendiri saja yang meriwayatkannya.
Dan juga ditunjukkan kepada yang tersebut tadi, oleh apa yang diriwayatkan Ummu Habibah —isteri Nabi صلى الله عليه وسلم   bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم  bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat tiap-tiap hari dua belas raka'at, di luar shalat fardlu, niscaya dibangun baginya sebuah rumah dalam sorga, yaitu : dua raka'at sebelum fajar, empat raka'at sebelum Dhuhur dan dua raka'at sesudahnya, dua raka'at sebelum 'Ashar dan dua raka'at sesudah Maghrib ".
Berkata Ibnu Umar ra. : "Saya hapal dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم   pada tiap-tiap hari sepuluh raka'at", lalu disebutkannya apa yang disebutkan Ummu Habibah ra., kecuali dua raka'at fajar. Maka mengenai ini, berkata Ibnu Umar ra. : "Itulah sa'at yang tidak dikerjakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . di muka saja. Tetapi diceriterakan kepada saya oleh saudara perempuan saya Hafshah ra. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat dua raka'at di rumahnya, kemudian beliau keluar. Dan beliau bersabda dalam haditsnya : dua raka'at sebelum Dhuhur dan dua raka'at sesudah 'Isya'. Maka jadilah dua raka'at sebelum Dhuhur, lebih muakkadah dari yang empat raka'at itu. Dan masuk waktunya, dengan tergelincir matahari. Tergelincir matahari (zawal), dapat dikenal dengan bertambahnya bayang-bayang sesuatu yang ditegakkan, condong arah ke Timur, karena bayang-bayang sesuatu ketika terbit matahari menuju arah ke Barat dengan memanjang. Kian matahari meninggi, kian bayang-bayang itu berkurang panjangnya dan beralih dari pihak Barat, sampai matahari itu meninggi ke puncaknya, yaitu lingkaran setengah hari.
Maka yang demikian itu penghabisan kurangnya bayang-bayang.
Apabila matahari sudah gelincir dsri penghabisan ketinggiannya, lalu bayang-bayang kian bertambah. Tatkala bertambahnya bayang-bayang tengah hari sudah kelihatan. maka masuklah waktu Dhuhur.
Dan diketahui dengan sebenarnya, bahwa zawal pada ilmu Allah Ta'ala telah terjadi sebelumnya. tetapi kewajiban hukum tidaklah terikat selain dengan yang tampak pada pancaindra.
Kadarnya sisa dari bayang-bayang tengah hari, yang akan bertambah itu, adalah panjang pada musim dingin dan pendek pada musim panas (1). Dan sepanjang-panjangnya, ialah sampainya matahari pada awal lingkaran bintang al-jad-yi (anak kambing) dan sependek-pendeknya, ialah sampainya matahari pada awal lingkaran bintang assarthan (ketam). Dan itu dapat diketahui dengan tapak kaki dan timbangan.
Jalan yang dekat untuk membuktikannya bagi orang yang mau menjaganya baik-baik, ialah memperhatikan kutub Utara di malam hari dan meletakkan papan empat persegi dengan meratakan di atas tanah, di mana salah satu pinggirnya dari pihak kutub, sehingga kalau diumpamakan jatuh sebutir batu dari kutub ke bumi, kemudian diumpamakan suatu garis dari tempat jatuh batu itu ke pinggir seterusnya dari papan, niscaya tegaklah suatu garis atas pinggir itu, di atas dua sudut yang lurus. Artinya : garis itu tiada miring ke salah satu dari dua pinggir tadi. Kemudian, ditegakkan suatu tiang ke atas papan dengan lurus, pada tempat yang bertanda X, yaitu : yang setentang dengan kutub. Maka terjadilah bayang-bayang di atas papan pada awal siang, miring ke arah Barat, jurusan garis A. Kemudian bayang-bayang itu terus miring, sampai melimpit ke atas garis B, di mana kalau ujung dari tiang itu di pegang, maka sampailah ia lurus ke tempat jatuh batu itu. Dan setentang dengan pinggir bahagian Timur dan bahagian Barat, tanpa miring kepada salah satu daripada keduanya.

1.Ini Adalah menurut letak tempat Dari imam Alghazali sendiri iaitu utara dari khatulistiwa Maka sebaliknya padawaktu yang bersamaan itu pada tempatyang terletak di bahagian selatan dari khatulistiwa seperti australia

Apabila tiada miring lagi ke pihak Barat, maka adalah matahari pada keadaan yang tertinggi sekali. Dan apabila bayang-bayang miring dari garis yang di atas papan itu ke arah Timur, maka nyata-lah telah gelincir matahari. Dan ini dapat diketahui kebenarannya dengan pancaindra, pada waktu yang dekat dari permulaan gelincir pada ilmu Allah Ta'ala. Kemudian diketahui atas ujung bayang-bayang ketika berpalingnya dari tanda. Apabila bayang-bayang dari tanda itu telah menjadi sepanjang tiang, maka masuklah waktu 'Ashar.
Sekedar ini, tak mengapalah mengetahuinya mengenai pengetahuan tentang bayang-bayang.
Inilah gambarnya!,
  


Ketiga : sunat rawatib 'Ashar, yaitu empat raka'at sebelum 'Ashar. Diriwayatkan Abu Hurairah ra. daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   . bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   bersabda : “Dirahmati Allah akan hamba yang mengerjakan shalat empat raka'at sebelum 'Ashar". (1)

1) Dirawikan Abu Dawud, ibnu Hibban dan lain-lain, dari ibnu Umar.

Mengerjakan yang demikian, dengan mengharap agar termasuk dalam do'a Nabi صلى الله عليه وسلم   ., adalah disunatkan sebagai sunat muakkadah. Dan do'a Nabi صلى الله عليه وسلم   — tidak meragukan lagi — adalah diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dan kerajinan Nabi صلى الله عليه وسلم   mengerjakan sunat sebelum 'Ashar, tidaklah seperti kerajinannya mengerjakan dua raka'at sebelum Dhuhur.
Keempat : sunat rawatib Maghrib, yaitu dua raka'at sesudah fardlu Maghrib, yang tak ada perselisihan riwayat tentang dua raka'at itu.
Mengenai dua raka'at sebelum fardlu Maghrib, antara adzan dan qamat, secara cepat saja, maka telah dinukilkan dari segolongan shahabat seperti Ubai bin Ka'b, Ubbadah bin Ash-Shamit, Abi Dzar, Zaid bin Tsabit dan lain-lain.
Berkata Ubbadah atau orang lain : "Adalah muadzin apabila telah mengerjakan adzan untuk shalat Maghrib, lalu bersegeralah para shahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . ke dekat tiang, untuk mengerjakan dua raka'at shalat".
Berkata setengah mereka : "Adalah kami mengerjakan dua raka'at shalat sebelum Maghrib, sehingga masuklah orang yang masuk ke dalam masjid, lalu menyangka kami telah mengerjakan shalat. Lalu orang yang masuk itu bertanya: "Sudahkah tuan-tuan mengerjakan shalat fardlu Maghrib?".
Hal itu termasuk dalam umumnya sabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Diantara tiap-tiap dua adzan, ada shalat bagi siapa yang mau mengerjakannya".
Imam Ahmad bin Hanbal mengerjakan shalat dua raka'at itu, lalu beliau dilecehkan oleh orang banyak, maka beliau tinggalkan.
Beliau ditanyakan tentang itu, lalu menjawab : "Aku tiada melihat orang banyak mengerjakannya, dari itu aku tinggalkan". Kemudian beliau menyambung : "Kalau seseorang mengerjakan kedua raka'at itu di rumahnya atau di tempat yang tidak dilihat orang banyak, maka adalah baik".
Waktu Maghrib itu masuk dengan terbenam matahari dari pandangan mata, pada daerah yang rata tanahnya, yang tidak dikelilingi oleh bukit-bukit. Kalau dikelilingi oleh bukit-bukit pada arah matahari terbenam, maka terletaklah waktu Maghrib itu, kepada tampaknya kedatangan hitam di sebelah Timur.
 إذا أقبل الليل من ههنا وأدبر النهار من ههنا فقد أفطر الصائم
(Idzaa aqbalal-lailu min haa hunaa wa adbaran-nahaaru min haa hunaa faqad aftharash-shaaimu).
Artinya : "Apabila datanglah malam dari sini dan pergilah siang dari sini, maka berbuka puasalah orang yang berpuasa". (1)
Lebih disunatkan, menyegerakan shalat Maghrib khususnya. Kalau dilambatkari dan dikerjakan sebelum terbenam Syafaq-merah, maka Maghrib itu jatuh dalam waktunya (adaa'), akan tetapi makruh. Pada suatu malam, Umar ra. terlambat mengerjakan Maghrib, sampai terbit sebuah bintang, lalu beliau memerdekakan seorang budak. Dan Ibnu Umar terlambat mengerjakan Maghrib, sampai terbit dua bintang, lalu ia memerdekakan dua orang budak,
Kelima : sunat rawatib 'Isya', empat raka'at sesudah shalat fardlu 'Isya.
Berkata 'Aisyah ra. : "Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   mengerjakan shalat empat raka'at sesudah 'Isya', kemudian ia tidur".
Dipilih oleh setengah ulama dari kumpulan hadits-hadits, bahwa bilangan shalat rawatib, ialah tujuh belas raka'at, seperti bilangan raka'at shalat fardlu. Yaitu : dua raka'at sebelum Shubuh, empat raka'at sebelum Dhuhur dan dua raka'at sesudahnya, empat raka'at sebelum 'Ashar, dua raka'at sesudah Maghrib dan tiga raka'at sesudah 'Isya'. Yaitu shalat Witir.
Manakala telah dikenal hadits-hadits yang menerangkan apa yang tersebut tadi, maka tak adalah artinya untuk diterkakan. Nabi صلى الله عليه وسلم   . telah bersabda : "Shalat adalah sebaik-baik tempat. Siapa yang mau,perbanyakkanlah dan siapa yang mau, sedikitkanlahl". (2)
Jadi, pilihan tiap-tiap murid, dari shalat-shalat ini adalah menurut kegemarannya pada kebajikan. Dan telah terang pada apa yang telah kami sebutkan, bahwa setengahnya adalah lebih kuat sunatnya daripada yang lain. Meninggalkan yang lebih muakkad itu adalah lebih jauh daripada kebaikan. Apalagi, yang fardlu itu disempurnakan dengan yang sunat. Siapa yang tidak memperbanyakkan sunat, mungkin fardlunya itu tidak selamat, tanpa ada yang menempelkan dari kekurangan.
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari ibnu umar r.a

Keenam : Sunat Witir. Berkata Anas bin Malik : "Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat Witir sesudah 'Isya' tiga raka'at. Beliau baca pada raka'at pertama "Sabbihisma rabbikal-'alaa", pada raka'at kedua "Qul  yaa ayyuhal kaafiruun",dan pada raka'at ketiga "Qul  huwallaahu ahad". (1)
Tersebut pada hadits bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat dua raka'at sesudah Witir dengan duduk dan "pada sebahagiannya dengan duduk tarabbu' (duduk dengan melipatkan kedua tapak kaki ke bawah dua paha).
Pada setengah hadits tersebut : "Apabila Nabi صلى الله عليه وسلم   . bermaksud masuk ke tempat tidur, maka beliau merangkak kepadanya dan mengerjakan shalat di atas tempat tidur itu dua raka'at, sebelum tidur, di mana beliau membaca pada kedua raka'at tadi "Idzaa zulziiatil-ardlu" dan surat"At-Takaatsur", Pada riwayat lain "Qul yaa ayyuhal kaafiruun".
Dibolehkan Witir itu bercerai dan bersambung dengan sekali salam atau dua kali salam. Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat Witir dengan se raka'at, dengan tiga, lima dan begitulah seterusnya dengan ganjil sampai kepada sebelas raka'at.
Riwayat mengenai tiga belas raka'at diragukan. Dan pada suatu hadits syadz (sangat tipis untuk dipercayai), tujuh belas raka'at. Segala raka'at ini, yakni: apa yang telah kami sebutkan jumlahnya ganjil, adalah shalat malam. Yaitu shalat Tahajjud. Shalat Tahajjud di malam hari, adalah sunat muakkadah. Dan akan datang penjelasan kelebihannya pada "Kitab Wirid". Dan tentang keutamaannya, terdapat khilaf, (perbedaan pendapat). Ada yang mengatakan, bahwa berwirid dengan seraka'at saja, adalah lebih utama. Karena shahlah hadits bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . membiasakan berwitir dengan se raka'at. Ada yang mengatakan, disambung adalah lebih utama, untuk menghindarkan dari khilaf yang meragukan. Lebih-lebih bagi imam. Karena mungkin ia diikuti orang, yang berpendapat, se raka'at itu bukan shalat.
Kalau ia mengerjakan shalat dengan disambung (disambung lebih dari se raka'at, kepada tiga raka'at umpamanya). maka semuanyaitu diniatkan Witir. Dan kalau disingkatkan se raka'at saja sesudah dua raka'at sunat 'Isya' atau sesudah fardlu 'Isya', niscaya diniatkan Witir dan shah. Karena syarat Witir ialah ganjil pada dirinya sendiri dan mengganjilkan bagi shalat lain yang terdahulu sebelumnya. Dan itu telah mengganjilkan shalat fardlu.

1.Dirawikan An-nasai Attirmidzi dan lain lain dari ibnu Abbas dengan sanad sahih

Kalau dikerjakan Witir sebelum shalat 'Isya', maka tidak shah. Artinya : tidak memperoleh kelebihan Witir, yang "lebih baik baginya, daripada unta merah ", sebagaimana tersebut pada hadits. Kalau tidak demikian, maka saraka'at tunggal, adalah shah untuk Witir, pada sembarang waktu.
Witir itu tidak shah sebelum shalat 'Isya', karena bertentangan dengan ijama' semua orang tentang pelaksanaan Witir. Dan karena tidak didahului oleh suatu shalat yang membuatkan dia menjadi ganjil raka'atnya (witir).
Apabila bermaksud mengerjakan shalat Witir dengan tiga raka'at terpisah, maka mengenai niatnya pada dua raka'at, ada penilikari. Yaitu kalau diniatkan dengan dua raka'at itu tahajjud atau sunat 'Isya' maka tidaklah itu menjadi Witir. Kalau diniatkan Witir, maka tidaklah itu sendiri menjadi witir, tetapi yang menjadi witir, ialah yang sesudahnya.
Tetapi yang lebih kuat, bahwa diniatkan witir, sebagaimana diniatkan witir pada tiga raka'at yang bersambung. Tetapi witir itu, mempunyai dua pengertian. Pertama, adalah dia itu witir pada dirinya sendiri. Dan kedua, bahwa ia ada, untuk menjadikan witir dengan apa yang sesudahnya. Sehingga jumlah yang tiga itu adalah witir (ganjil) dan dua raka'at itu adalah dalam jumlah yang tiga tadi. Hanya ke-witiran-nya itu, terletak atas raka'at yang tiga.
Apabila bermaksud membuat yang dua raka'at itu witir (ganjil) dengan raka'at yang ketiga, maka hendaklah diniatkan yang dua raka'at itu witir dan raka'at ketiga adalah witir dengan sendirinya dan mewitirkan pula lainnya. Sedang yang dua raka'at, tidaklah mewitirkan yang lain dan tidaklah ia menjadi witir dengan sendirinya. Tetapi kedua raka'at itu menjadi witir, disebabkan oleh yang lain.
Selayaknyalah witir itu menjadi penghabisan shalat malam, sehingga dia itu dikerjakan sesudah shalat tahajjud. Dan akan diterangkan kelebihan Witir dan Tahajjud serta cara tartib diantara keduanya dalam Kitab Wirid nanti.

Ketujuh : shalat Dluha. Membiasakan shalat Dluha, adalah termasuk amal perbuatan yang penting dan utama. Bilamana raka'at, yang terbanyak menurut riwayat yang dinukilkan, adalah delapan raka'at,
Diriwayatkan oleh Ummu Hani — saudara perempuan dari Saidina Ali bin Abi Thalib ra. - bahwa Nabiصلى الله عليه وسلم  mengerjakan shalat Dluha delapan raka'at, di mana Nabi صلى الله عليه وسلم   mengerjakannya dengan berlama-lama dan dengan sebaik-baiknya. Dan tidaklah dinukilkan yang demikian lamanya itu pada shalat yang lain, (1)
Dan 'Aisyah ra. menyebutkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat Dluha empat raka'at dan menam bah kannya sebanyak-banyaknya, sehingga tambahan itu tidak terbatas. (2) Artinya : adalah Nabi صلى الله عليه وسلم   membiasakan empat. raka'at dan tidak kurang daripadanya. Kadang-kadang ditambahkannya dengan bebarapa tambahan. Dan diriwayatkan pada hadits yang tunggal perawinya (hadits mufrad), bahwa Nabiصلى الله عليه وسلم   mengerjakan shalat Dluha enam raka'at.
Waktu shalat Dluha, menurut riwayat yang diriwayatkan Ali ra. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   mengerjakan shalat Dluha enam raka'at pada dua waktu. Yaitu apabila telah terbit matahari dan sudah meninggi, lalu beliau bangun dan bershalat dua raka'at. Yaitu : yang pertama bagi wirid kedua, dari wirid-wirid siang, sebagaimana akan diterangkan.
Dan apabila matahari telah membentang dan berada pada seperempat langit dari sebelah Timur, lalu beliau mengerjakan shalat empat raka'at.
Yang pertama tadi adalah ketika matahari telah meninggi kira-kira setengah anak panah. Dan yang kedua, apabila telah berlalu seper-empat siang, sebanding dengan shalat 'Ashar (waktu sorenya). Maka waktunya, bahwa masih tinggal dari siang, kira-kira seperempatnya. Dan Dhuhur adalah pada pertengahan hari dan Dluha adalah pada pertengahan diantara terbit matahari, sampai kepada gelincimya, sebagaimana 'Ashar adalah pada pertengahan diantara gelincir matahari, sampai kepada terbenamnya.
Inilah waktu-waktu yang paling utama. Dan dari waktu meninggi matahari, sampai kepada sebelum gelincirnya, adalah waktu bagi shalat Dluha umumnya.
Kedelapan : menghidupkan shalat diantara Maghrib dan 'Isya'. Yaitu sunat muakkadah. Diantara yang dinukilkan bilangan raka'at-
 (1)Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ummu Hani'.
(2)Dirawikan Muslim dari 'Aisyah.

nya daripada perbuatan Nabi صلى الله عليه وسلم   . diantara Maghrib dan 'Isya' itu, ialah enam raka'at.
Shalat ini mempunyai kelebihan besar Dan ada yang mengatakan bahwa shalat itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah 'Azza wa Jalla:
 تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ
(Tatajaafaa junuubuhum 'anil madlaaji-'i).
Artinya : "Mereka meninggalkan tempat tidurnya, menyeru Tuhannya (S.As-Sajadah, ayat 16).
Diriwayatkan daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   . bahwa beliau bersabda : "Siapa yang bershalat antara Maghrib dan 'Isya', maka sesungguhnya shalat itu sebahagian dari shalat orang-orang yang bertobat",(1) Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Siapa yang beri'tikaf antara Maghrib dan 'isya, dalam masjid Lempat ber jama 'ah, di mana ia tidak berkata-kata, selain daripada bershalat atau membaca Al-Quranniscaya ia berhak pada Allah Ta'ala, untuk dibangun baginya dua istana di dalam sorga. Masing-masing istana itu sejauh perjalanan seratus tahun dan ditanamkan baginya diantara kedua istana tadi tanam-ianaman. Kalau dikelilingi oleh penduduk bumi, maka termuatlah mereka semuanya". (2)
Dan akan datang penjelasan segala kelebihannya yang lain dalam Kitab Wirid nanti, Insya Allah Ta'ala!-
1.Dirawikan Ibnul mubarak dari ibnul munzir,Hadith Mursal
2.Dirawikan Abul walid AshShafar Dari Abdul Malik Bin Habib Dari Abdullah Bin Umar

Bahagian kedua : Yang berulang-ulang dengan berulang-ulangnya minggu.Iaitu shalat dalam segala siang dan malamnya dari seminggu, bagi tiap-tiap hari dan tiap-tiap malam.
Maka kami mulai dari segala hari itu, dengan hari ahad.
Hari Ahad : Diriwayatkan Abu Hurairah ra. daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   ., bahwa beliau bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat pada hari Ahad empat raka'at di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'atnya "Al-Fatihah " dan "Aamanar-rasuul"sekali, niscaya dituliskan oleh Allah untuknya sebanyak bilangan orang Nasrahi, prianya dan
wanitanya, akan kebajikan. Dan diberikan oleh Allah Ta'ala kepadanya pahala nabi dan dituliskan baginya hajji dan 'umrah. Dituliskan baginya tiap-tiap raka'at seribu shalat. Dan diberikan Allah kepadanya di dalam sorga, tiap-tiap huruf satu kota dari kesturi yang harum semerbak baunya". (1)
Diriwayatkan daripada Ali bin Abi Thalib ra. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم  bersabda : "Bertauhidlah kepada Allah Ta'ala dengan memperba-nyakkan shalat pada hari Ahad. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala itu Esa, tiada sekutu bagiNya. Siapa yang mengerjakan shalat pada hari Ahad, sesudah shalat Dhuhur, empat raka'ac setelah fardlu dan sunat, di mana ia membaca pada raka'at pertama, surat Al-Fatihah dan surat As-Sajadah dan pada raka'at kedua, surat Ai-Fatihah dan surat Ai-Mulk, kemudian ia bertasyahhud dan memberi salam. Kemudian ia-bangun, lalu bershalat dua raka'at lagi, di manaia membaca pada keduanya, surat Al-Fatihah dan surai Al-Ju-mu'ah serta bermohon pada Allah Ta'ala akan hajatnya, niscaya ia berhak atas Allah untuk disampaikan hajatnya (2)
Hari Senin : Diriwayatkan oleh Jabir daripada Rasulullahصلى الله عليه وسلم   bahwa beliau bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat pada hari Senin ketika meninggi hari, dua raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at, surat Al-Fatihah sekali, ayat Al-Kursy sekali, Qul huwallaahu ahad, Qul a'uudzubirab-bil-falaq dan Qul a'uudzu birab-binnas sekali. Apabila ia sudah memberi salam, lalu ber-istigh-far (meminta ampunan dosa pada Allah Ta'ala) sepuluh kali dan berselawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   . sepuluh kali, niscaya diampunkan Allah Ta'ala closanya semuanya (3)

 (1)Dirawikan Abu Musa AJ-Madini dari Abu Hurairah, dengan sanad dla'if.
(2)Dirawikan Abu Musa Al-Madlnl, tanpa disebut isnad.
(3)Dirawikan Abti Musa Al-Madini dari Jabir, dari Umar hadits marfu'.

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   . bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat pada hari Senin dua belas raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at surat Ai-Fatihah dan ayat AI-Kursy sekali. Setelah siap daripada shalat itu, lalu membaca Qul huwallaahu ahad dua belas kali dan ber-is-tighfar dua belas kali, maka ia akan dipanggil pada Hari Qiamat nanti : "Manakah si Anu anak si Anu? Hendaklah bangun,untuk mengambil pahalanya daripada Allah Ta'ala! Maka yang mula-mula daripada pahala yang diberikan, ialah seribu helai pakaian dan ia memakai mahkota, seraya dikatakan kepadanya : "Masuklah ke sorga!" Maka ia diterima oleh seratus ribu malaikat, masing-masing
malaikat membawa hadiah, yang akan diserahkan kepadanya. Kemudian ia dibawa berkeliling seribu mahligai daripada nur yang gilang-gemilang". (1)
Hari Selasa : Diriwayatkan oleh Yazid Ar-Raqqasyi dari Anas bin Malik, Berkata Anas, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat pada hari Selasa, sepuluh raka'at ketika menengah hari", dan pada hadits lain "ketika meninggi hari, di mana ia membaca pada tiap-tiap rakaat surat Ai-Fatihah dan ayat Al-Kursy sekali dan Qul  huwallaahu ahad tiga kali, maka tidak dituliskan kesalahannya sampai tujuh puluh hari lamanya. Kalau ia meninggal dunia sampai hari ketujuh puluh itu, niscaya ia mati shahid dan diampunkan baginya dosa tujuh puluh tahun". (2)
Hari Rabu : Diriwayatkan oleh Abu Idris Al-Khaulani dariMu'adz bin Jabal ra., berkata Mu'adz, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat pada hari Rabu dua belas raka'at ketika meninggi hari, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at surat Al-Fatihah dan ayat Al-Kursy sekali dan Qul huwallaahu ahad tiga kali, Qul a'uudzu birab-bil-falaq tiga kali dan Qul a'uudzu birab-bin-naas tiga kali, niscaya diserukan oleh penyeru di sisi 'arasy : "Wahai hamba A llahI Kerjakanlah kembali perbuatan itu! Sesungguhnya telah diampunkan bagi engkau, yang telah terdahulu daripada dosa engkau. Diangkatkan oleh Allah daripada engkau 'azab kubur, kesempitan dan kegelapannya, diangkatkan oleh Allah daripada engkau kesengsaraan hari qiamat". Dan diangkatkan oleh Allah untuknya dari harinya itu amal perbuatan nabi". (3)
Hari Kamis : Dari 'Akramah, dari Ibnu Abbas, berkata Ibnu Abbas, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa mengerjakan shalat pada hari Kamis, antara Dhuhur dan 'Ashar dua raka'at, di mana ia membaca pada raka'at pertama surat Al-Fatihah dan ayat Al-Kursy seratus kali dan pada raka'at kedua surat Al-Fatihah dan Qul huwallaahu ahad seratus kali dan berselawat kepada Muhammad seratus kali, niscaya ia diberikan oleh Allah pahala oratig yang berpuasa bulan Hajab, Sya'ban dan Ramadlan dan baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakan hajji ke Baitullah dan dituliskan baginya kebaikan, sebanyak bilangan semua orang yang beriman kepada• Allah dan bertawakkal kepadaNya". (4)

1.Hadith ini disebut oleh Abu musa tanpa sanad dan hadith ini Mungkar( tidak di terima)
2.Dirawikan Abu musa Aldini dengan sanad Dlaif
3.Dirawikan Abu musa Almadani, Ada yang mengatakan yangmana ada diantara perawinya iaitu muhammad bin hamid arrazi seorang pendusta.
4.Menurut Al iraqi hadith ini batil

Hari Jum'at : Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra., daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   ., bahwa beliau bersabda : "Hari Jum'at, adalah shalat seluruhnya. Tiadalah seorang hamba yang mu'min, yang bangun berdiri, ketika matahari telah terbif dan meninggi segalah atau lebih, lalu ia berwudlu dan menyempurnakan wudlunya, kemudian mengerjakan sunat Dluha dua raka'at, karena beriman dan karena Allah semata-mata, melainkan dituliskan Allah baginya dua ratus kebaikan dan dihapuskan daripadanya seratus kejahatan. Siapa mengerjakan shalat empat raka'at, niscaya diangkatkan Allah baginya di dalam sorga empat ratus tingkat. Siapa mengerjakan delapan raka'at, niscaya diangkatkan Allah baginya di dalam sorga delapan ratus tingkat dan diampunkan dosanya seluruhnya. Dan siapa mengerjakan shalat dua belas raka'at, niscaya dituliskan Allah baginya dua ribu dua ratus kebaikan dan dihapuskan daripadanya dua ribu dua ratus kejahatan dan diangkatkan Allah baginya di dalam sorga dua ribu dua ratus tingkat". (1)
Dari Nafi', dari Ibnu Umar ra., dari Nabi صلى الله عليه وسلم   ., bahwa beliau bersabda : "Siapa masuk masjid jami' (masjid tempat bershalat Jum'at) pada hari Jum'at, lalu mengerjakan shalat empat raka'at sebelum shalat Jum'at, di maha ia membaca pada tiap-tiap raka'at Al-hamdu lillah (surat Al-Fatihah) sekali dan Qul huwallaahu ahad lima puluh kali, niscaya ia tidak mati sehingga ia melihat tempatnya dari sorga atau diperlihatkan kepadanya". (2)
Hari Sabtu : Diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa mengerjakan shalat pada hari Sabtu empat raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at surat Al-Fatihah sekali dan Qul huwallaahu ahad tiga kali, kemudian tatkala telah selesai daripada shalat, ia membaca ayat Kursy, niscaya dituliskan Allah baginya dengan tiap-tiap satu huruf, akan pahala hajji dan 'umrah dan diangkatkan Allah baginya dengan tiap-tiap satu huruf, akan pahala puasa setahun siangnya dan pahala ibadah shalat setahun malamnya. Dan diberikan Allah kepadanya dengan tiap-tiap satu huruf akan pahala orang syahid dan adalah ia di bawah naungan 'Arasy Allah, bersama para nabi dan orang-orang syahid". (3)
Adapun malam : malam Ahad, diriwayatkan Anas bin Malik, mengenai malam Ahad itu, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda: "Siapa mengerjakan shalat

1.Menurut Aliraqi,Hadis ini batil
2.Kata AdDaraquthni HAdis ini tidak shah,Seorang perawinya Abdullah bin Wasif tidak di kenali.
3.Diriwayat Dari Abu Musa Al madini dengan sanad Dlaif sekali

Adapun malam : malam Ahad, diriwayatkan Anas bin Malik, mengenai malam Ahad itu, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda: "Siapa mengerjakan shalat pada malam Ahad dua puluh raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at surat Al-Fatihah sekali, Qul huwallaahu ahad lima puluh kali, Qul a'uudzu birab-bil-falaq sekali dan Qul a'uudzu birab-bin-naas sekali, bermohon ampunan Allah 'Azza wa Jalla seratus kali (membaca : Astaghfirullah), mengucapkan istighfar untuk dirinya sendiri dan untuk ibu-bapanya seratus kali, berselawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   . seratus kali, melepaskan diri dari daya dan upayanya dan berpegang kepada Allah dengan membaca :
لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم  
(Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adhiim).
Artinya : "Tiada daya dan upaya, selain dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung".
Kemudian membaca :
 أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن آدم صفوة الله وفطرته وإبراهيم خليل الله وموسى كليم الله وعيسى روح الله ومحمدا حبيب الله
(Asyhadu allaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Aadama shafwa-tullaah wa fithratuhu wa lbraahiima khaliilullaah wa Muusaa kalii-mullaahi wa lisaa ruuhullaah wa Muhammadan habiibullaah). (1)
niscaya baginya pahala sebanyak bilangan orang, yang mendakwakan Allah mempunyai anak dan orang yang tidak mendakwakan Allah mempunyai anak. Dan ia dibangkitkan oleh Allah 'Azza wa Jalla pada hari qiamat bersama orang-orang yang memperoleh keamanan, serta ia berhak atas Allah Ta'ala, masuk ke dalam sorga bersama nabi-nabi".
Malam Senin : Diriwayatkan Al-A'masy dari Anas, berkata Anas, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa mengerjakan shalat pada malam isnin empat raka'at, di mana ia membaca pada raka'at pertama Al-hamdulillaah (surat Al-Fatihah) sekali dan Qul huwallaahu ahad sebelas kali, pada raka'at kedua Al-hamdulillaah (surat Al-Fatihah) sekali dan Qul huwallaahu ahad dua puluh kali, pada raka'at ketiga Al-hamdulillaah (surat Al-Fatihah) sekali dan Qulhuwallaahu ahad tiga puluh kali dan pada raka'at keempat Alhamdulillaah (surat Al-Fatihah) sekali dan Qul  huwallaahu ahad

1. Aku mengaku bahawa tiada tuhan selain Allah dan aku mengaku bahawa adam itu yang di bersihkan dan yang dijadikan Allah Suci,(fitrah) Ibrahim itu khalilullah , musa itu kalimullah dan isa itu ruhullah dan muhammad itu habibulah

empat puluh kali. Kemudian ia memberi salam dan membaca Qul-huwallaahu ahad tujuh puluh lima kali dan mengucapkan istighfar (memohon ampunan Allah) untuk dirinya dan kedua ibu-bapanya tujuh puluh lima kali, kemudian ia meminta pada Allah, disampaikan hajat pintanya, niscaya ia berhak atas Allah untuk dikabulkan permintaannya, akan apa yang dimintanya". (1)
Shalat tersebut, dinamakan Shalat Hajat.
Malam Selasa : Siapa mengerjakan shalat pada malam Selasa dua raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap caka'at itu, surat Al-Fatihah sekali, Qul huwallaahu ahad, Qul a'uudzu birab-bil-falaq dan Qul a'uudzu birab-bin-naas.masing-masing lima belas kali. Dan sesudah salam, ia membaca lima belas kali ayat Al-Kursy dan membaca istighfar lima belas kali, niscaya adalah baginya pahala yang amat besar dan balasan yang amat banyak. Diriwayatkan dari Umar ra. dari Nabi صلى الله عليه وسلم   ., bahwa beliau bersabda : "Siapa mengerjakan shalat pada malam Selasa dua raka'at, dimana ia membaca pada tiap-tiap raka'at surat Al-Fatihah sekali, Innaa anzalnah dan Qul-huwallaahu ahad, masing-masing daripadanya tujuh kali, niscaya ia dibebaskan oleh Allah daripada api neraka dan adalah amal perbuatan itu pada hari qiamat menjadi pemimpin dan penunjuk baginya ke sorga". (2)
Malam Rabu : Diriwayatkan Fatimah ra. daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   . bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat pada malam Rabu dua raka'at, di mana ia membaca pada raka'at pertama surat Al-Fatihah sekali dan Qul a'uudzu birab-bil-falaq sepuluh kali dan pada raka'at kedua, sesudah Al-Fatihah, Qul a'uudzubirab-bin-naas sepuluh kali. Kemudian, apabila telah memberi salam, lalu membaca istighfar sepuluh kali, kemudian berselawat kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم   . sepuluh kali, niscaya twrunlah dari tiap-tiap langit tujuh puluh ribu malaikat, yang menuliskan pahalanya sampai kepada hari qiamat" (3)
Pada hadits lain, tersebut: "Enam belas raka'at, di mana ia membaca sesudah Al-Fatihah "Maa syaa-allaahu " dan ia membaca pada akhir dari kedua raka'at itu, ayat Al-Kursy tiga puluh kali dan pada yang pertama dari kedua raka'at itu tiga puluh kali Qul huwallaahu ahad, maka adalah ia memberi syafa'at kepada sepuluh orang dari familinya, di mana semuanya harus memperoleh sorga".

1.Dirawikan Abu musa AlBadani tanpa isnad,Dan dikatakan hadith mungkar yang di tentang.
2.dirawikan abu musa AlMadini tanpa isnad
3.Menurut Al Iraqi Bahawa beliau tidak pernah menjumpai hadith ini,selain hadis jabir tentang salat empat rakaat Dan dirawikan abu musa AlMadini


Diriwayatkan oleh Fatimah ra. dengan mengatakan, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa mengerjakan shalat pada malam Rabu enam raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'atnya sesudah Al-Fatihah, "Qulillaahum-ma maalikal-mulk" sampai akhir ayat. Kemudian tatkala telah selesai dari shalatnya, lalu ia membaca : "Jazallaahu Muhammadan 'annaa maa huwa ahluh" (Dibalasi Allah akan Muhammad dari kita, apa yang berhak ia mempunyainya), niscaya diampunkan baginya dosa tujuh puluh tahun dan dituliskan baginya kelepasan daripada neraka".
Malam Kamis : Berkata Abu Hurairah ra., bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa mengerjakan shalat pada malam Kamis, antara Maghrib dan 'Isya' dua raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at, surat Al-Fatihah sekali; ayat Al-Kursy lima kali, Qul huwallaahu ahad lima kali ,Qul a-'uudzu birabbil falaq lima kali, dan Qul a-'uu-dzubirabbinnaas lima kali. Dan tatkala selesai dari shalatnya, lalu mengucapkan "istighfar" lima belas kali dan diniatkannya pahalanya untuk ibu-bapanya, maka adalah ia telah menunaikan hak ke dua ibu-bapanya atasnya, meskipun ia durhaka kepada keduanya. Dan ia dianugerahkan oleh Allah akan apa yang dianugerahkan kepada orang-orang shiddiq dan syahid"
Malam Jum'at : "Berkata Jabir, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa mengerjakan shalat pada malam Jum'at, antara Maghrib dan 'Isya', dua belas raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'atnya, surat Al-Fatihah sekali dan Qul huwallaahu ahad sebelas kali, maka seakan-akan ia telah beribadah kepada Allah Ta'ala selama dua belas tahun dengan puasa siangnya dan bangun mengerjakan shalat malamnya". (1).
Berkata Anas, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa yang mengerjakan shalat pada malam Jum'at, shalat 'Isya'yang akhir dalam berjama'ah dan mengerjakan shalat dua raka 'at sunat, kemudian daripada fardlu 'Isya\ Kemudian ia bershalat sesudah dua raka 'at sunat tadi sepuluh raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'atnya, surat Al-Fatihah, Qul huwallaahu ahad, Qul a-'uudzu birabbil falaq dan Qul. a-'uudzu birabbinnaas sekali-sekali. Kemudian ia bershalat witir tiga raka'at dan ia tidur atas lembungnya yang kanan serta mukanya menghadap qiblat, maka seolah-olah ia telah berbuat ibadah pada malam Lailatul Qadar".(2)

1.Hadis Jabir ini menurut aliraqi adalah bathil tidak ada dasar samasekali.
2.Juga Hadis ini kata al iraqi tidak ada dasar samasekali

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Perbanyakkanlah selawat kepadaku pada malam yang cemerlang dan siang yang gemilang, yaitu malam Jum'at dan hari Jum'at". (1)
Malam Sabtu : Berkata Anas bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda :
"Siapa mengerjakan shalat pada malam Sabtu, antara Maghrib dan 'Isya', dua belas raka'at, niscaya didirikan baginya suatu mahligai dalam sorga dan seolah-olah ia telah bersedekah kepada orang mu 'min, pria dan wanitanya dan ia terlepas daripada Yahudi dan adalah hak atas Allah Ta'ala mengampuni dosanya". (2)
Bahagian ketiga : Tentang shalat yang berulangulang dengan berulang-ulang tahun.
Yaitu empat : shalat dua hari raya (hari raya puasa dan hari raya hajji), shalat tarawih, shalat Rajab,dan shalat Sya'ban.
Pertama : shalat dua hari raya. Yaitu : sunat muakkadah dan salah satu daripada syi'ar Agama.
Seyogialah diperhatikan pada shalat hari raya itu tujuh perkara : Pertama : takbir tiga kali dengan teratur. Yaitu membaca :
  الله أكبر الله أكبرالله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا إله إلا الله وحده لا شريك له مخلصين له الدين ولو كره الكافرون
(Allaahu akbar - Allaahu akbar - Allaahu akbar kabiiraa - walhamdu lillaahi katsiiraa - wa subhaanallaahi bukratan wa ashiilaa - Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalah - mukhlishiina lahud diin -wa lau karihal kaafiruun).
Artinya : "Allah Maha Besar - Allah Maha Besar - Allah Maha Besar, segala puji-pujian sebanyak-banyaknya bagi Allah - Maha Suci Allah pagi dan petang - tiada Tuhan yang sebenarnya, selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya - semuanya ikhlas mengerjakan suruhan Agama karenaNya - walaupun orang-orang kafir itu tidak suka".

1.Dirawikan AtThabrani dari abu hurairah dan hadis ini Dlaif
2.Kata Al Iraqi,Hadis ini juga beliau tidak menjumpainya.

Di mulai takbir pada malam hari raya puasa ('Idil-fithri), sampai kepada waktu mengerjakan shalat baginya. Dan pada hari raya hajji (Tdil-qurban), di mulai takbir sesudah shalat Shubuh hari 'Arafah (tanggal sembilan Dzulhijjah), sampai kepada penghabisan siang hari ketiga belas Dzulhijjah.
Inilah yang lebih sempurna segala pembacaan. Dan takbir itu dibacakan di belakang shalat fardlu dan shalat sunat. Dan di belakang shalat fardlu, adalah lebih muakkad.
Kedua : Apabila telah datang pagi hari raya, lalu mandi, menghiasi diri dan memakai bau-bauan, sebagaimana telah kami terangkan dahulu pada Jum'at. Rida' (selendang) dan serban, adalah lebih utama bagi laki-laki. Dan hendaklah disingkirkan dari pakaian sutera untuk anak-anak dan penghiasan diri untuk orang-orang perempuan tua, ketika keluar ke tempat shalat.
Ketiga : hendaklah keluar dari satu jalan dan pulang dari jalan lain. Begitulah yang diperbuat Rasulullah صلى الله عليه وسلم   .(1)
Dan adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   :menyuruh supaya dikeluarkan (ke tempat shalat hari raya) budak-budak wanita dan gadis-gadis pingitan".
Keempat: disunatkan keluar ke tanah lapang, selain di Makkah dan Baitul-mukaddis. Kalau hari hujan, maka tidak mengapa bershalat di masjid. Dan boleh pada hari terang (tidak ada hujan), imam menyuruh seorang bershalat sebagai imam dengan orang-orang lemah di masjid dan ia sendiri keluar dengan orang-orang kuat ke tanah lapang dengan bertakbir.
Kelima : dijaga waktu. Waktu shalat hari raya itu, ialah antara terbit matahari sampai kepada gelincir matahari. Dan waktu penyembelhan qurban, ialah antara meninggi matahari sekedar dua khuthbah dan dua raka'at shalat, sampai kepada akhir hari ketiga belas.
Disunatkan menyegerakan shalat hari raya qurban, untuk penyembelihan yang dilakukan sesudah shalat.
1.Dirawikan Muslim Dari Abu Hurairah

Dan melambatkan shalat hari raya puasa, karena pembahagian zakat fithrah sebelumnya. Begitulah sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . (1)
Keenam : tentang cara shalat. Maka hendaklah orang banyak keluar ke tempat shalat dengan bertakbir di jalan! Apabila imam telah sampai ke tempat shalat, maka ia tidak duduk dan tidak mengerjakan shalat sunat dan menyuruh orang banyak menghabiskan shalat sunatnya. Kemudian, berserulah seorang penyeru : "Ash-shalaatu* jaami'ah" (Shalat itu berjama'ah).
Dan imam mengerjakan shalat dengan orang banyak itu, dua raka'at, di mana ia bertakbir pada raka'at pertama, selain dari takbiratul-ihram dan takbir ruku J sebanyak tujuh kali. Dan membaca diantara tiap-tiap dua takbir itu :
سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر 
(Subhaanallaahi wal hamdu lillaahi wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar).-
Dan membaca وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض "Wajjahtu wajhia lilladzii fatharas samaawaati wal ardl", sesudah takbiratul-ihram dan mengemudiankan membaca "A-'uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim", sampai kepada sesudah takbir ke delapan (yaitu : tujuh takbir tadi, di tambah dengan takbiratul-ihram pada permulaan shalat).
pan dibaca surat Qaf  pada raka'at pertama sesudah Al-Fatihah dan Iqtarabat, pada raka'at kedua. Dan tambahan takbir pada raka'at kedua, ialah lima, selain dari takbir untuk berdiri dan untuk ruku'. Dan dibacakan diantara tiap-tiap dua takbir, apa yang telah kami sebutkan di atas tadi.
Kemudian, dibaca dua khuthbah. Diantara kedua khuthbah itu, duduk sebentar. Orang yang ketinggalan shalat hari raya, maka
sunat diqadlakan.
Ketujuh : menyembelih qurban seekor kambing atau biri-biri (ki-basy) "Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . menyembelih dua ekor kibasy, yang manis bentuknya dengan tangan beliau sendiri dan membaca :
 بسم الله والله أكبر هذا عني وعمن لم يضح من أمتي متفق عليه
(Bismillaahi wallaahu akbar haadzaa 'annii wa 'amman lam yudlah-hi min ummatii).

**Notakaki* 1.Menyegerakan Solat AidilAdha dan melambatkan solat AidilFitri Adalah diriwayatkan Assyafi'i r.a. Dari Abil Huwairits iaitu:Nabi صلى الله عليه وسلم  menulis surat kepada  Amr Bin Hazm di Najran Supaya Menyegerakan Solat AidilAdha dan melambatkan solat aidilfitri.

Artinya : "Dengan nama Allah — Allah Maha Besar — Ini, dariKu dan dari orang yang tidak berqurban dari ummatku ". (1)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  صلى الله عليه وسلم   . من رأى هلال ذي الحجة وأراد أن يضحي فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره شيئا : "Siapa melihat hilal (bulan sabit) bulan Dzulhijjah dan bermaksud menyembelih qurban, maka janganlah ia mencukur rambutnya dan memotong kukunya, walaupun sedikit" (2)
Berkata Abu Ayyub Al-Anshari : "Adalah seorang laki-laki menyembelih qurban pada masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . seekor kambing dari keluarganya dan mereka makan serta memberikan untuk makanan orang lain".
Orang yang berqurban, boleh memakan dari qurbannya sesudah tiga hari dan seterusnya. Pembolehan ini, datangny a adalah sesudah ada pelarangan untuk dim akan sendiri.
Berkata Sufyan Ats-Tsuri : "Disunatkan mengerjakan shalat dua belas raka'at sesudah shalat 'Idil-fithri dan enam raka'at sesudah Tdil-adhha". Berkata Sufyan, bahwa shalat itu termasuk diantara shalat sunat.
Kedua : Shalat Tarawih : yaitu dua puluh raka'at. Dan cara mengerjakannya, sudah terkenal.
Shalat Tarawih itu, sunat muakkadah, walaupun muakkadahnya kurang dari shalat dua hari raya. Dan berbeda pendapat alim ulama, tentang berjama'ah pada shalat Tarawih. Apakah lebih utama dengan berjama'ah atau dengan sendirian?
Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . telah keluar untuk bershalat Tarawih, dua malam atau tiga malam, dengan berjama'ah. Kemudian beliau tiada keluar lagi, dengan mengatakan :
وقال أخاف أن توجب عليكم  (Akhaafuan tuujaba 'alaikum) =
Artinya : "Aku takut nanti diwajibkan atas kamu!". (3)
Umar ra. mengumpulkan manusia, untuk bershalat Tarawih dengan berjama'ah, di mana sudah dirasa am an daripada diwajibkan, karena wahyu tidak ada lagi.

1.Dirawikan dari Bukhari dan muslim dari Anas
2.Dirawikan Dari Bukhari dan Muslim dari Ummu Salmah
3.Dirawikan dari Bukhari dan Muslim dari Aishah dengan Kata kata,Khasylitu an tufradhaalaikum, ertinya aku takut nanti difardlukan atasmu.

Ada yang mengatakan, bahwa berjama'ah lebih utama, karena dikerjakan Umar ra. demikian dan karena berjama'ah, ada berkat-nya. Dan berjama'ah itu mempunyai kelebihan, dengan dalil shalat-shalat fardlu. Dan kadang-kadang dengan sendirian itu mendatangkan kemalasan dan menjadi rajin, ketika melihat orang banyak.
Ada yang mengatakan, sendirian lebih utama, karena shalat ini adalah sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم   ., yang tidak termasuk dalam golongan syi'ar Agama, seperti shalat dua hari raya. Maka, disamakan shalat Tarawih itu dengan shalat Dluha. Dan tahiyyat masjid, adalah lebih utama, di mana tidak disuruh padanya jama'ah. Dan telah berlaku adat kebiasaan bahwa serombongan orang bersama-sama masuk masjid, kemudian tidak melakukan shalat tahiyyat masjid dengan berjama'ah. Dan karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Kelebihan shalat sunat di rumah dengan shalat sunat di masjid, adalah seperti kelebihan shalat fardlu di masjid dengan shalatnya di rumah ". (1)
Diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Suatu shalat pada masjidku ini, adalah lebih utama daripada seratus shalat pada masjid-masjid lain. Dan suatu shalat. dalam Masjidil-haram, adalah lebih utama daripada seribu shalat pada masjid ku. Dan yang lebih utama dari itu semuanya, ialah seorang laki-laki yang melakukan shalat dalam sudut rumahnya dua raka'at, yang tidak diketahui selain oleh Allah 'Azza wa Jalla".(2).
Pahamilah ini! Karena ria dan berbuat-buat kadang-kadang datang kepada seseorang dalam berjama'ah dan aman daripada yang demikian, waktu sendirian. Inilah alasan, mengenai apa yang dikatakan itu.
Dan kata yang menjadi pilihan, ialah berjama'ah itu adalah lebih utama, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Umar ra. Karena sebahagian shalat sunat, adalah disuruh dengan berjama'ah. Dari ini adalah patut, supaya menjadi sebahagian daripada syi'ar agama yang menonjol.
Adapun menoleh kepada ria pada berjama'ah dan malas pada sendirian, adalah berpaling daripada maksud memperhatikan mengenai kelebihan berjama'ah dari segi jama'ah itu sendiri. Dan seolah-olah yang mengatakan itu berkata, bahwa shalat adalah lebih baik daripada ditinggalkan disebabkan malas. Dan ikhlas adalah lebih baik daripada ria. Maka marilah kita umpamakan dalam persoalan ini, tentang orang yang percaya kepada dirinya, bahwa ia tidak akan malas kalau sendirian dan tidak akan ria kalau bershalat, di muka orang banyak. Maka manakah yang lebih baik bagi orang ini? Lalu berkisarlah pandangan, antara berkatnya berjama'ah dan bertambah kuatnya ikhlas dan kehadliran hati pada sendirian. Maka boleh adanya keragu-raguan, tentang melebihkan yang satu daripada lainnya.

1.Dirawikan Adam Bin Abi Ayyas Dari Diamrah Bin habib,Hadis Mursal
2.Dirawikan Abussy Sheikh Dari Anas isnad Dlaif

Setengah daripada yang disunatkan, ialah membaca qunut pada Witir di nishfu akhir (tanggal enam belas ke atas) daripada bulan Ramadlan.
Adapun shalat Rajab ; maka diriwayatkan daripada Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bahwa beliau bersabda : "Tiada daripada seseorang yang berpuasa pada hari Kamis pertama daripada bulan Rajab, kemudian mengerjakan shalat, antara 'Isya' dan bahagian pertiga pertama daripada malam. sebanyak dua belas raka'at, yang dipisahkan antara tiap-tiap dua raka'at dengan salam, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at surat Al-Fatihah sekali, Innaa anzalnaahu fi lailatil-qadr tiga kali dan Qul huwallaahu ahad dua belas kali. Kemudian tatkala telah siap dari shalat, lalu berselawat kepadaku tujuh puluh kali,
اللهم صل على محمد النبي الأمي وعلى آله  
(Allaahumma shalli 'alaa Muhammadinin-nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi).
 سبوح قدوس رب الملائكة والروح
(Subbuuhun qudduusun rabbul malaaikati warruuh).
Artinya : "Maha Suci, Maha Qudus Tuhan para malaikat dan nyawa".
Kemudian ia sujud dan membaca dalam sujudnya tujuh puluh kali :
Kemudian, ia mengangkat kepalanya dan membaca tujuh puluh kali:
 مرة رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت الأعز الأكرم
(Rab-bighfir warham wa tajaawaz ammaa ta'lamu innaka antal-a-'az-zul akramu).
Artinya : "Hai Tuhanku! Ampunilah dan kasihanilah! Dan lampauilah dari apa yang Engkau ketahui! Sesungguhnya Engkau Maha Agung, lagi Maha Mulia".

Kemudian ia sujud sekali lagi dan membaca di dalamnya, seperti apa yang dibacanya pada sujud pertama. Kemudian ia meminta hajatnya dalam sujud, maka hajat itu, akan dipenuhinya", (1)
Bersabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم  : "Tidaklah seorang mengerjakan shalat ini, melainkan diampunkan oleh Allah Ta'ala segala dosanya, meskipun dosa itu seperti buih di laut, se banyak pasir, seberat bukit dan daun kayu-kayuan. Dan diberi syafa'at pada hari qiamat kepada tujuh ratus daripada keluarganya, yaitu orang-orang yang seharusnya masuk neraka",
Inilah shalat sunat! Dan kami ke mukakan dalam bahagian ini, karena ia berulang-ulang dengan berulang-ulangnya tahun. Meskipun derajatnya, tidak sampai sederajat shalat Tarawih dan Hari Raya. Karena shalat tadi dinukilkan oleh seorang-seorang (tidak oleh orang banyak). Tetapi saya melihat penduduk Baitulmukaddis umumnya biasa mengerjakan shalat tadi dan tidak membolehkan ditinggalkan. Dari itu, saya ingin membentangkannya di sini.
Adapun shalat Sya'ban : yaitu, malam kelima belas daripadanya, di mana dikerjakan shalat itu sebanyak seratus raka'at. Tiap-tiap dua raka'at diberi salam, di mana dibacakan pada tiap-tiap raka'at, sesudah surat Al-Fatihah, Qul huwallaahu ahad sebelas kali. Dan kalau ia mau, maka ia mengerjakan shalat itu sepuluh raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at, sesudah surat Al-Fatihah, seratus kali Qul huwallaahu ahad.
Ini juga diriwayatkan dalam kumpulan shalat-shalat, di mana orang-orang dahulu (salaf), mengerjakan shalat ini. Dan menamakannya "Shalat Kebajikan" dan mereka berkumpul pada shalat itu. Kadang-kadang mereka kerjakan dengan berjama'ah.
Diriwayatkan daripada Al-Hasan, bahwa beliau berkata : "Telah berceritera kepadaku, tiga puluh orang shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم   bahwa siapa yang mengerjakan shalat ini pada malam tersebut, niscaya Allah memandang kepadanya tujuh puluh pandangan dan menyampaikan dengan tiap-tiap pandangan itu, tujuh puluh hajad keperluannya, yang sekurang-kurangnya, ialah pengampunan dosa". (2)
1.Hadis ini dikeluarkanoleh razin dalam bukunya, Menurut AlIraqi hadis ini Maudhu
2.Hadis “Sholat Malam Nisfu Shaaban,Kata Al Iraqi Hadis Bathil,Katanya dari Ali tetapi isnadnya Daif.
Bahagian keempat : Tentang shalat-shalat sunat yang berhubungan dengan sebab-sebab mendatang dan tidak berhubungan dengan waktu.
Yaitu : sembilan : shalat gerhana bulan dan gerhana matahari, shalat minta hujan, shalat janazah, shalat tahiyyat-masjid, dua raka'at wudlu dan dua raka'at antara adzan dan qamat, dua raka'at ketika keluar dari rumah dan ketika masuk ke rumah dan sebagainya. Akan kami terangkan sekarang semuanya itu, satu persatu.
Pertama : shalat gerhana bulan, Bersabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . : "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda dari tanda-tanda wujud Allah. Keduanya tidak gerhanat karena mati seseorang atau karena hidup seseorang. Apabila kamu melihat gerhana itu, maka bersegeralah mengingati Allah dan mengerjakan shalat!(1)
Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda demikian, tatkala meninggal anaknya Ibrahim صلى الله عليه وسلم   dan matahari gerhana, lalu berkatalah orang banyak : "Matahari itu gerhana, karena meninggalnya Ibrahim".
Memperhatikan kepada cara dan waktunya, adalah :
Caranya, ialah apabila gerhana matahari pada waktu, di mana shalat padanya makruh atau tidak makruh, maka diserukan dengan suara keras : "Ash-shalaatu jaami'ah". Imam, mengerjakan shalat gerhana itu dfengan orang banyak di masjid, dua raka'at banyaknya, di mana ia ruku' pada tiap-tiap raka'at dua ruku'. Yang pertama lebih panjang daripada yang kedua. Dan tidak dibacakan dengan keras (tidak dengan jahr).
Dibacakan pada yang pertama dari berdiri raka'at pertama, surat Al-Fatihah dan surat Al-Baqarah dan pada yang kedua dari berdiri raka'at pertama, surat Al-Fatihah dari Ali 4Imran. Pada yang ketiga dari berdiri raka'at kedua, surat Al-Fatihah dan surat An-Nisa' dan pada yang keempat, surat Al-Fatihah dan surat Al-Maidah. Ataupun sepanjang itu dari Al-Qur'an, di mana saja dikehendakinya.
Kalau disingkatkan dengan membaca surat Al-Fatihah saja, pada tiap-tiap berdiri,niscaya memadai. Dan kalau disingkatkan atas surat-surat yang pendek, maka tiada mengapa. Dan yang dimaksudkan dengan memanjangkan bacaan, ialah supaya terus-menerus shalat sampai habis gerhana.

1.Dirawikan Bukhari dan muslim Dari Al Mughirah bin Sya'bah.

tiap-tiap berdiri,niscaya memadai. Dan kalau disingkatkan atas surat-surat yang pendek, maka tiada mengapa. Dan yang dimaksudkan dengan memanjangkan bacaan, ialah supaya terus-menerus shalat sampai habis gerhana.
Pada rukuk  pertama, dibacakan tasbih, kira-kira seratus ayat panjangnya, pada ruku' kedua, kira-kira delapan puluh, pada ruku' ketiga, kira-kira tujuh puluh dan pada ruku' keempat, kira-kira lima puluh ayat. Dan hendaklah sujud itu, kira-kira sepanjang ruku pada tiap-tiap raka'at.
Kemudian, imam, membaca dua khuthbah sesudafi selesai shalat, dengan duduk sebentar diantara kedua khuthbah itu. Dan menyuruh orang banyak dengan bersedekah, memerdekakan budak dan bertobat.
Dan seperti itu juga, dikerjakan pada gerhana bulan. Hanya pada gerhana bulan, pembacaan dijahr, karena dia itu malam.
Adapun waktu shalat gerhana matahari, maka yaitu, ketika permulaan gerhana, sampai kepada terang benar. Dan waktunya habis, dengan terbenamnya matahari, sedang dalam keadaan gerhana.
Dan habis waktu shalat gerhana bulan, dengan terbit bundaran matahari, karena telah lenyap kekuasaan malam. Dan tidak luput shalat gerhana bulan, dengan terbenamnya bulan dalam keadaan masih gerhana. Karena malam seluruhnya, adalah di bawah kekuasaan bulan.
Kalau gerhana itu habis sedang shalat, maka shalat itu diteruskan dengan diringkaskan.
Kalau ma'mum memperoleh ruku' kedua serta imam, maka luput-lah baginya raka'at pertama, karena yang pokok ialah ruku' pertama.
Kedua : shalat minta hujan (shalat istisqa') : Apabila telah kering segala sungai dan telah putus hujan atau telah runtuh saluran air, maka disunatkan bagi imam, menyuruh orang banyak : pertama, puasa tiga hari dan sekedar yang disanggupi dari sedekah. Dan keluar dari segala perbuatan dhalim dan bertobat dari segala perbuatan ma'siat. Kemudian keluar bersama orang banyak, pada hari keempat, bersama dengan wanita-wanita tua dan anak-anak dalam keadaan bersih, memakai pakaian tua dan tenang, menundukkan diri kepada Tuhan. Kebalikan dari keadaan hari raya.
Ada yang mengatakan, sunat dikeluarkan binatang-binatang ternak, karena binatang-binatang itupun mempunyai kepentingan yang sama dengan manusia dan karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم  صلى الله عليه وسلم   .:لولا صبيان رضع ومشايخ ركع وبهائم رتع لصب عليكم العذاب صبا  
(Lau laa shibyaanun rudJ-dla-'un wa masyaa-ikhu ruk-ka-'un wa bahaa-imu rutta-'un lashubba 'alaikumul-'adzaabu shabbaa).Artinya : "Kalau tidaklah anak-anak kecil yang menyusu, orang orang tua yang ruku' kepada Tuhan dan binatang-binatang ternak yang memerlukan kepada yang dimakan dan yang diminumnya maka sesungguhnya dituangkan azab sengsara kepada kamu sekaian". (1)
Kalau turut juga keluar orang-orang dzimmi (orang tidak Islamyang berlindung di bawah kekuasaan Islam) dengan keadaan yangmembedakan, jangan dilarang. Apabila orang banyak telah berkumpul pada tempat shalat yang luas, dati tanah lapang, lalu diserukan dengan suara yang nyaring :” Ash-shalaatu jaami'ah". Maka imam bershalat dengan orang banyak itu dua raka'at, seperti shalat hari raya, tanpa takbir.
Kemudian, imam membaca dua khuthbah dan diantara kedua khuthbah itu, duduk sebentar. Dan hendakIah istighfar (memohon kan ampunan Allah), menjadi lsi yang terbanyak dati kedua khuthbah itu. Dan seyogialah pada pertengahan khuthbah kedua, imam membelakangi orang banyak dan menghadap ke qiblat membalikan selendangnya ketika itu, sebagai sempena (tafaa-ul) akan berobah keadaan yang sedang dialami. Begitulah diperbuat Rasulullah saw. Maka dijadikan yang di atas kebawah, yang di kanan ke kiri dan yang di kiri ke kanan. Dan orang banyak pun berbuat begitu pula. Pada sa'at ini, semuanya berdo'a dengan suara yang dapat didengar sendiri (sirriyah). Kemudian, imam menghadap orang banyak kembali, lalu menyudahi khuthbahnya. Dan dibiarkan selendangnya itu dalam keadaan yang berbalik seperti itu, sampai dibuka, kapan kain yang dipakai itu mau dibuka.

1.Dirawikan Al Baihaqi dari Abu Hurairah dan dipandangnya Daif
Dibacakan dalam do'a itu :
اللهم إنك أمرتنا بدعائك ووعدتنا إجابتك فقد دعوناك كما أمرتنا فأجبنا كما وعدتنا اللهم فامنن علينا بمغفرة ما قارفنا وإجابتك في سقيانا وسعة أرزاقنا (Allaahumma innaka amartanaa bidu'aaika wa wa-'adtanaa ijaaba-taka faqad da'aunaaka kamaa amartanaa fa-ajibnaa kamaa wa 'adta-naa. Allaahumma famnun 'alainaa bimaghfirati maa qaarafnaa wa ijaabatika fii suqyaanaa wasi'ati arzaaqinaa). Artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Sesungguhnya Engkau telah menyuruhkan kami, dengan berdo'a kepada Engkau dan menjanjikan kepada kami akan perkenan Engkau .Maka kami telah berdo'a kepada Engkau, sebagaimana Engkau suruh kan kami, maka perkenankanlah akan do'a kami, sebagaimana Engkau janji kan kepada kami! Ya Allah, ya Tuhan kami! Anugerahilah kepada kami ampunan, dari dosa yang telah kami perbuat dan penenmaanMu dari per mintaan kami akan hujan serta keluasan rezeki kami!".
Dan tidak mengapa dengan berdo'a, sesudah shalat dalam tiga hari berpuasa itu, sebelum keluar ke tanah lapang.
Do'a ini, mempunyai adab dan syarat bathiniyah dengan bertobat, mengembalikan segala hak orang yang diambil secara dhalim dan lain-lain sebagainya, yang akan datang nanti penjelasannya pada Kitab Do'a.
Ketiga : shalat janazah : Caranya sudah terkenal. Dan telah ijma' do'a yang diterima dari Nabi صلى الله عليه وسلم   . ialah do'a yang diriwayatkan dalam hadits shahih, dari 'Auf bin Malik. Berkata 'Auf : "Aku melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bershalat janazah, maka aku hafal daripada do'anya ialah :
 اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسع مدخله واغسله بالماء والثلج والبرد ونقه من الخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس وأبدله دارا خيرا من داره وأهلا خيرا من أهله وزوجا خيرا من زوجه وأدخله الجنة وأعذه من عذاب القبر ومن عذاب النار  
(Allaahummaghfir lahuu warhamhu wa'aafihii wa'fu'anhu wa ak-rim nuzulahuu wa was si' madkhalahuu waghsilhu bilmaa-i wats-tsalji walbardi wanaq-qihii minalkhathaayaa kamaa yunaq-qats-tsaubul-abyadlu minad-danasi wa abdilhu daaran khairan mill daarihii wa ahlan khairan min ahlihii wazaujan khairan min zaujihii wa adkhilhul-jannata wa a'idz-hu min adzaabil-qabri wa min 'adzaa-binnaar). Artinya : "Ya Allah, ya Tuhan kami! Ampunilah dosa mayiti ni, kasihanilah dia, peliharalah jiwanya, ma'afkanlah kesalahannya, muliakanlah tempatnya, lapangkanlah kuburnya, basuhkanlah dia dengan air, dengan air beku dan air hujan batu, sucikanlah dia dari segala kesalahan, sebagaimana disucikan kain putih dari kotoran, gantikanlah dia dengan negeri yang lebih baik daripada negerinya, keluarga yang lebih baik daripada keluarganya, teman hidup yang lebih baik daripada teman hidupnya, masukkanlah dia ke dalam sorga, lindungilah dia dari azab kubur dan siksaan api neraka!. Sehingga 'Auf berkata : Aku berangan-angan, kiranya akulah mayit itu!".
Ma'mum yang mendapat takbir kedua, maka seyogialah menjaga tartib shalatnya sendiri dan bertakbir bersama takbir imam. Apabila imam telah memberi salam, lalu ia menyelesaikan takbimya yang ketinggalan, seperti yang diperbuat oleh seorang masbuq (ma'mum yang terkemudian mengikuti imam). Karena, kalau ma'mum itu menyegerakan takbimya, maka tidak ada lagi arti mengikuti imam dalam shalat ini. Sebab takbir-takbir itu adalah merupakan rukun-rukun yang terang padanya. Dan layaklah takbir-takbir itu ditempatkan seperti raka'at-raka'at pada shalat yang lain.
Inilah yang lebih kuat menurut pendapatku, walaupun yang lain itu, merupakan suatu kemungkinan.
Hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan shalat janazah dan mengurus janazah itu, adalah terkenal. Maka tidaklah kami memperpanjangkan lagi. Bagaimanakah tidak besar keutamaannya, sedang dia termasuk sebahagian daripada fardlu kifayah? Dan shalat janazah itu menjadi sunat, terhadap orang yang tidak menjadi fardlu 'ain atasnya, disebabkan ada orang lain. Kemudian, ia memperoleh kelebihan fardlu kifayah, walaupun tidak menjadi fardlu 'ain, karena mereka secara bersama-sama, telah mengerjakan, apa yang menjadi fardlu kifayah itu dan mereka telah menghapus-kan dosa dari orang-orang lain.
Dari itu, tidaklah yang demikian seperti sunat, di mana dengan sunat itu tidak terhapus sesuatu fardlu dari seseorang.
Disunatkan mencari sebanyak mungkin orang yang bershalat janazah, karena mengharapkan keberkatan dengan banyaknya harapan dan do'a dan dengan banyaknya itu, termasuk di dalamnya orang yang berdo'a yang kiranya diterima Tuhan. Karena apa yang diriwayatkan oleh Kuraib daripada Ibnu Abbas, bahwa telah meninggal seorang anak laki-laki dari Ibnu Abbas, maka berkatalah beliau : "Hai Kuraib'. Lihatlah berapa banyak sudah manusia berkumpul!".
Berceritera Kuraib seterusnya: "Lalu aku keluar, maka aku melihat manusia sudah banyak berkumpul. Aku ceriterakan itu kepada Ibnu Abbas".
Menyambung Ibnu Abbas : "Engkau katakan, mereka itu empat puluh orang?".
Aku menjawab : "Ya!".
Berkata Ibnu Abbas : "Keluarkanlah mayit itu untuk dishalatkan! Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم   , bersabda : "Tidaklah seorang laki-laki muslim yang mati, lalu berdiri untuk bershalat pada janazah-nya empat puluh orang, di mana mereka tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan mereka diberi syafa'at oleh Allah \Azza wa Jalla pada mayit itu ".(1)
Apabila janazah itu dibawa dan telah sampai ke kuburan atau pada permulaan masuk ke daerah perkuburan, maka hendaklah dibacakan :
السلام عليكم أهل هذه الديار من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
(Assalaamu 'alaikum ahlahaadzihid-diyaari minal mu'miniina wal-muslimiin wa yarhamullaahul mustaqdimiina min-naa wal musta'-khiriin wa in-naa insyaa Allaahu bikum laahiquun).
Artinya : "Salam sejahtera kepadamu, wahai kaum mu'minin dan muslimin, penduduk dari perkampungan ini! Diberi rahmat kiranya oleh Allah orang-orang yang terdahulu dan yang terkemudian daripada kami. Dan kami ~ insya Allah — akan mengikuti kamu ".
Yang lebih utama, tidak meninggalkan tempat itu, sebelum selesai penguburan. Apabila telah diratakan kuburan mayit itu, lalu berdirilah dan bacakan :
1.Dirawikan Muslim dari Ibnu Abbas

وقال اللهم عبدك رد إليك فارأف به وارحمه اللهم جاف الأرض عن جنبيه وافتح أبواب ا لسماء لروحه وتقبله منك بقول حسن اللهمإن كان محسنا فضاعف له في إحسانه وإن كان مسيئا فتجاوز عنه  
(Allaahumma 'abduka rudda ilaika far-af bihii warhamhu. Allaahumma jaafil axdla 'an janbaihi waf-tah abwaabas samaa-i liruuhihi wa taqabbalhu minka biqabuulin hasan. Allaahumma inkaana muhsinan fadlaa-'if lahuu fii ihsaanihii wa in kaana musiianfatajaa-waz 'anhu).
Artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Ini hambaMu, dikembalikan kepadauMu, maka berilah rahmat kepadanya dan kasihanilah dia! Ya Allah, ya Tuhanku! Renggangkanlah bumi daripada kedua lembungnya! Bukakanlah segala pintu langit, untuk ruhnya! Terima-lah dia dipihakMu dengan penerimaan yang baik! Ya Allah, ya Tuhanku! Kalau adalah ia berbuat kebaikan, maka lipat-gandakan-lah pada kebaikannya itu! Dan kalau adalah ia berbuat kejahatan, maka hapuskanlah kejahatannya itu".
Keempat shalat Tahiyyat-masjid: dua raka'at atau lebih, adalah sunat muakkadah, sehingga sunat itu tidak hilang walaupun imam sedang membaca khuthbab pada hari Jum'at, serta diperkuatkan wajibnya memperhatikan kepada khutbah dari khatib itu.
Kalau dikerjakan shalat fardlu atau shalat qadla (ketika masuk ke dalam masjid), maka berhasillah tahiyyat itu dengan yang demikian dan berolehlah pahala. Karena yang dimaksud, ialah tidak kosong pada permulaan masuknya, daripada ibadah yang tertentu dengan masjid, sebagai menegakkan hak dari masjid.
Dari itu, dimakruhkan memasuki masjid tanpa wudlu. Kalau masjid itu dimasuki untuk dilewati saja atau untuk duduk, maka hendaklah dibacakan : "Subhaanallah, walhamdulillaah, walaa ilaaha illallaah, wallaahu akbar".
Dibacakan empat kali dan itu adalah menyamai pahalanya dengan dua raka'at shalat.
Menurut mazhab Asy-Syafi'i ra., tidak dimakruhkan shalat tahiyyat masjid pada waktu-waktu makruh mengerjakan shalat, yaitu : sesudah 'ashar, sesudah Shubuh, waktu tengah hari, waktu terbit dan Waktu terbenam matahari, karena diriwayatkan : "Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . mengerjakan shalat dua raka'at sesudah 'Ashar. Lalu ditanyakan kepadanya : "Bukankah engkau telah melarang kami dari ini?".

Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Keduanya itu adalah dua raka'at, yang hendaknya aku kerjakan sesudah Dhuhur, tetapi aku sibuk dengan kedatangan utusan".(1)
Hadits ini menimbulkan dua hasil pemahaman :
1.Kemakruhan itu terletak pada shalat yang tak ada sebab. Dan diantara sebab yang paling lemah, ialah mengqadlakan shalat-shalat sunat, karena berbeda pendapat para ulama, tentang shalat sunat, apakah diqadlakan? Dan kalau dikerjakan kembali shalat sunat yang telah tertinggal itu, apakah itu "qadla " namanya?
Apabila kemakruhan tidak ada, dengan sebab yang paling lemah itu, maka lebih layak lagi, kemakruhan itu tidak ada dengan sebab masuk masjid. Dan masuk masjid itu, adalah suatu sebab yang kuat. Dari itu, tidak dimakruhkan shalat janazah, apabila janazah itu telah ada dan tidak dimakruhkan shalat gerhana dan shalat minta hujan pada waktu-waktu dimakruhkan bershalat, karena mempunyai sebab-sebab yang membolehkan.
2.Mengqadlakan shalat-shalat sunat, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم   telah berbuat demikian. Dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم   adalah ikutan yang paling utama bagi kita. Berkata 'Aisyah ra. : "Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   , apabila sangat tertidur atau sakit, maka beliau tidak bangun mengerjakan shalat pada malam itu. Tetapi beliau mengerjakan shalat dari permulaan siang beresoknya, dua belas raka'at". (2)
Berkata para ulama, bahwa siapa yang ada di dalam shalat, sehingga tiada dapat menjawab adzan dari muadzin, maka apabila telah memberi salam, lalu meng-qadla-kan dengan menjawabkannya, meskipun muadzin itu sudah diam. Dan tidaklah ada artinya perkataan orang yang mengatakan, bahwa itu adalah seperti yang pertamanya dan bukanlah qadla. Karena, kalau benar demikian, tentulah Nabi صلى الله عليه وسلم   . tidak mengerjakan shalat itu pada waktu dimakruhkan (waktu kirahah).
Memang, siapa yang mempunyai wirid, lalu terhalang mengerjakannya dengan sesuatu halangan, maka seyogialah ia tidak mempermu-dahkan dirinya untuk meninggalkan wirid itu. Tetapi mengerjakan kembali pada waktu lain, sehingga dirinya tidak terbawa-bawa meninggalkan wirid dan bersenang-senang.
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari ibnu Salmah
2.Dirawikan Muslim Dari Aisyah

Mengerjakan kembali itu adalah baik, untuk bermujahadah mela-wan hawa nafsu. Dan karena Nabi صلى الله عليه وسلم   صلى الله عليه وسلم  . bersabda :
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   صلى الله عليه وسلم  . :
أحب الأعمال إلى الله تعالى أدومها وإن قل
Artinya : "Amal perbuatan yang amat disukai Allah Ta'ala, ialah yang terus-menerus, meskipun sedikit(1) :(Ahabbul a' -maali ilallaahi ta'aalaa adwamnhaa wa in qalla).
Dimaksudkan dengan hadits ini, supaya tidak kendur meneruskan amal perbuatan. Dan 'Aisyah ra. telah meriwayatkan daripada Nabi صلى الله عليه وسلم   . bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Siapa yang beribadah kepada Allah Ta'ala denqaw sesuatu ibadah, kemudian ditinggalkannya karena malas, maka dia dikutuk oleh Allah 'Azza wa Jalla". (2)
Maka hendaklah menjaga diri, jangan sampai termasuk dalam peringatan ini!.
Untuk memahami hadits tersebut, bahwa Allah Ta'ala mengutuk-nya, adalah karena meninggalkan ibadah itu karena malas. Kalau tidak adalah kutukan dan menjauhkan diri daripada ibadah, tentu-lah kemalasan itu tidak mempengaruhi apa-apa terhadap dirinya.
Kelima : dua raka'at sesudah wudlu : disunatkan. Karena wudlu itu, adalah mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Dan maksud nya, ialah shalat.
Dan hadats adalah penghalang. Kadang-kadang datang hadats, sebelum shalat, maka runtuhlah wudlu dan sia-sialah usaha yang telah dikerjakan.
Dari itu, bersegera kepada dua raka'at tadi, adalah penyempumaan bagi maksud wudlu, sebelum hilang.
Hal ini, dapat diketahui dengan hadits yang diriwayatkan Bilal, karena Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Aku masuk ke dalam sorga, lalu aku lihat Bilal di dalamnya. Maka aku tanyakan kepada Bilal: "Dengan apa engkau mendahului aku ke dalam sorga?". Menjawab Bilal: "Tidak aku ketahui sedikitpun sebabnya. Hanya, aku tidak berhadats dari sesuatu wudlu, melainkan aku mengerjakan dua raka'at shalat sesudahnya". (3)
1.DirawikanBukhari dan Muslim dari Aisyah
2.Dirawikan Ibnu Sunni dari Aisyah ,(Hadis Mauquf terhenti pada Aisyah )
3.Dirawikan Bukhari dan muslim dari Abu Hurairah.

Keenam : dua raka'at ketika masuk dan ketika keluar dari rumah : Diriwayatkan Abu Hurairah. ra. dari Nabi صلى الله عليه وسلم   ., bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Apabila engkau keluar dari rumah, maka kerjakanlah shalat dua raka'at, yang akan mencegah engkau dari tempat keluar yang jahat. Dan apabila engkau masuk ke rumah, maka kerjakanlah shalat dua raka'at, yang akan mencegah engkau dari tempat masuk yang jahat'  (1)
Dan searti dengan itu, tiap-tiap pekerjaan yang dimulai, pekerjaan mana yang mempunyai arti penting,
Dari itu, telah datang hadits yang menerangkan : dua raka'at ketika melakukan Ihram (hajji atau 'umrah), dua raka'at ketika permulaan bermusafir dan dua raka'at ketika kembali dari bermusafir di dalam masjid, sebelum masuk ke rumah.
Semuanya itu, diambil dari perbuatan Nabi صلى الله عليه وسلم   . Dan adalah seba-gian orang-orang shalih, apabila memakan suatu makanan, lalu bershalat dua raka'at. Dan apabila meminum suatu minuman, lalu bershalat dua raka'at. Begitu juga pada tiap-tiap perbuatan yang dikerjakannya.
Dan seyogialah memulai segala perbuatan, dengan mengambil ba-rakah, dengan menyebutkan nama Allah 'Azza wa Jalla. Yaitu atas tiga tingkat :
1. Sebahagian, berulang-ulang berkali-kali, seperti makan dan minum. Maka dimulailah dengan nama Allah 'Azza wa Jalla. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم فهو أبتر
 (KuIIu amrin dzii baalin laa yubda-u fiihi bi-Bismillaahir-rahmaanir-rahiim fahuwa abtaru).
Artinya : "Tiap-tiap pekerjaan penting, yang tidak dimulai dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayan'g (artinya : dengan membaca : Bismillaahir-rahmaanir-rahiim), maka adalah kurang berkatnya (barakahnya)". (2)
2.Yang tidak banyak berulang-ulang, tetapi mempunyai arti yang mendalam, seperti melangsungkan perkahwinan, memulai nasehat pengajaran dan bermusyawarah. Maka disunatkan pada segala per-buatan tersebut, dimulai dengan memujikan Allah Ta'ala. Yaitu, orang yang mengawinkan itu membaca : "Alhamdu lillaah, wash-shalaatu 'alaa Rasulillaah صلى الله عليه وسلم   . Aku kawinkan engkau akan anak perempuanku". (3)
1.Dirawikan Bukhari dari Bakr Bin Amr Dari Shafwan Bin Salim
2.Dirawikan Abu Dawud Ibni Majah Dan ibnu Hibban dari Abu Hurairah
3.Contoh Ini, kalau yans malakukan aqad nikah itu, orang  tua, dari wanita. (Peny).

Menjawab yang menerima aqad nikah : "Alhamdulillaah, wash-shalaatu 'alaa Rasuulillah صلى الله عليه وسلم   . Aku terima akan nikahnya". (1)
Dan adalah menjadi adat kebiasaan para shahabat ra. pada permulaan surat, nasehat dan musyawarah, dengan mendahulukan : memujikan Allah (membaca Alhamdu lillaah).
3. Yang tidak banyak berulang-ulang dan apabila terjadi, maka berjalan lama dan mempunyai arti yang mendalam, seperti bermusafir, membeli rumah baru, melakukan Ihram dan lain-lain sebagainya.
Maka disunatkan mendahulukan pekerjaan itu dengan dua raka'at shalat. Dan sekurang-kurangnya dari pekerjaan tersebut, ialah keluar dan masuk ke rumah, sebab ini termasuk semacam bermusafir yang dekat.
Ketujuh : shalat Istikharah (memohon kebajikan): Siapa yang bercitacita hendak melangsungkan sesuatu pekerjaan dan tidak diketahuinya akan akibat dari pekerjaan tersebut, apakah baik ditinggalkan atau baik diteruskan, maka dalam menghadapi pekerjaan yang seperti ini, disuruh oleh Nabi صلى الله عليه وسلم   . supaya mengerjakan shalat dua raka'at, di mana dibacakan pada raka'at pertama surat Al-Fatihah dan Qul yaa ayyuhal-kaafiruun dan pada raka'at kedua surat Al-Fatihah dan Qul huwallaahu ahad.
(1)Contoh Ini, kalau yang  menerimanya, calon suami Itu sendlrl (Peny).
Apabila telah selesai dari shalat, lalu berdo'a dengan membacakan :
 وقال اللهم إني أستخيرك بعلمك وأستقدرك بقدرتك وأسألك من فضلك العظيم فإنك تقدر ولا أقدر وتعلم ولا أعلم وأنت علام الغيوب اللهم إن كنت تعلم أن هذا الأمر خير لي في ديني ودنياي وعاقبة أمري وعاجله وآجله فاقدره لي وبارك لي فيه ثم يسره لي وإن كنت تعلم أن هذا الأمر شر لي في ديني ودنياي وعاقبة أمري وعاجله وآجله فاصرفني عنه واصرفه عني واقدر لي الخير أينما كان إنك على كل شيء قدير حديث صلاة الاستخارة أخرجه البخاري من حديث جاب
Artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Sesungguhnya aku memohon. kebajikan dari Engkau dengan ilmu Engkau, aku memohon tenaga dengan qudrah Engkau, aku meminta pada Engkau dengan kurnia Engkau yang Maha Besar. Sesungguhnya Engkaulah yang berkuasa dan aku tidaklah berkuasa, Engkaulah yang Maha Tahu dan aku tidaklah mengetahui dan Engkaulah yang lebih mengetahui dengan segala yang tersembunyi. Ya Allah, ya Tuhanku! Jika adalah Engkau mengetahui, bahwa pekerjaan ini, baik bagiku, pada agamaku, duniaku dan akibat perbuatanku, yang segera dan yang nanti, maka anugerahilah bagiku kesanggupan dan berkatkanlah bagiku padanya, kemudian mudahkanlah perbuatan itu bagiku. Dan jika adalah Engkau mengetahui, bahwa pekerjaan ini, buruk bagiku, pada agamaku, duniaku dan perbuatanku, yang segera dan yang nanti, maka hindarkanlah aku dari perbuatan itu dan hindarkanlah perbuatan itu daripadaku dan anugerahilah bagiku kesanggupan berbuat kebajikan, di manapun adanya kebajikan itu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu ". (1)
Do'a tersebut, diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah. Berkata Jabir : "Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم    mengajari kami, memohon kebajikan pada seluruh perbuatan, sebagaimana mengajari kami, akan sesuatu surat daripada Al-Qur'an. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Apabila bercita-cita seorang kamu suatu hal, maka bershalatlah dua raka'at, kemudian sebutkanlah nama Allah pada perbuatan itu dan berdo'alah dengan apa yang telah kami sebutkan".
Berkata setengah ahli hikmah : "Siapa yang diberikan empat, niscaya tidak tercegah daripada empat:
1. Siapa yang dianugerahkan tahu berterima kasih (bersyukur), niscaya ia tidak tercegah daripada memperoleh kelebihan.
1.Dirawikan Al-Bukhari dari Jabir.
Berkata setengah ahli hikmah : "Siapa yang diberikan empat, niscaya tidak tercegah daripada empat:
1. Siapa yang dianugerahkan tahu berterima kasih (bersyukur), niscaya ia tidak tercegah daripada memperoleh kelebihan.
2.Siapa yang dianugerahkan bertobat, niscaya tidak tercegah daripada diterima tobatnya.
3.Siapa yang dianugerahkan meminta kebajikan, niscaya tidak tercegah daripada memperoleh kebajikan.
4.Siapa yang dianugerahkan bermusyawarah, niscaya tidak tercegah daripada memperoleh kebenaran.
Kedelapan shalat hajat : Siapa yang memperoleh kesulitan dalam menghadapi suatu persoalan, di mana ia memerlukan demi kebaikan agamanya dan dunianya, kepada persoalan yang sukar diatasinya itu, maka hendaklah ia mengerjakan shalat hajat.
Diriwayatkan dari Wuhaib bin Al-Ward, di mana Wuhaib berkata : "Sesungguhnya, sebahagian daripada do'a yang tidak ditolak, ialah : bershalat seorang hamba sebanyak dua belas raka'at, di mana ia membaca pada tiap-tiap raka'at surat Al-Fatihah, ayat Kursy dan Qul huwallaahu ahad.
Apabila telah selesai, lalu bersujudlah ia, di mana ia membaca :
سبحان الذي لبس العز وقال به سبحان الذي تعطف بالمجد وتكرم به سبحان الذي أحصى كل شيء بعلمه سبحان الذي لا ينبغي التسبيح إلا له سبحان ذي المن والفضل سبحان ذي العز والكرم سبحان ذي الطول أسألك بمعاقد العز من عرشك ومنتهى الرحمة من كتابك وباسمك الأعظم وجدك الأعلى وكلماتك التامات العامات التي لا يجاوزهن بر ولا فاجر أن تصلى على محمد وعلى آل محمد  
(Subhaanalladzii labisal 'izza wa qaala bih. Subhaanalladzii ta'ath-thafa bilmajdi wa takarrama bih. Subhaanalladzii ahshaa kulla syai-in bi'ilmih. Subhaanalladzii laa yanbaghittasbiihu illaa lah. Subhaana dzilmanni walfadlli. Subhaana dzil'izzi wal-karam. Subhaana dziththauli as-aluka bima'aaqidil 'izzi min 'arsyika wa muntahar-rahmati min kitaabika wa bismikal a'dhami wa jiddikal a'laa wa kalimaatikattaam-maatil-aam-maatillatii laa yujaawizu hunna bar-run wa laa faajir antu-shalliya 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad)
Artinya : "Maha Suci Tuhan yang memakai akan kemuliaan dan berfirman dengan dia. Maha Suci Tuhan yang bersifat dengan kebesaran dan kemurahan. Maha Suci Tuhan yang menghinggakan bilangan tiap-tiap sesuatu dengan ilmuNya. Maha Suci Tuhan yang tiada seyogialah bertasbih, selain untukNya. Maha Suci Tuhan yang mempunyai nikmat dan kurnia. Maha Suci Tuhan yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maha Suci Tuhan yang mempunyai kekuasaan. Aku bermohon kepada Engkau dengan segala tempat kemuliaan dari 'Arasy -Mu, dengan rahmat yang se tinggi- tingginy a dari KitabMu, dengan namaMu Yang Maha Agung, kesungguhanMu yang Maha Tinggi dan kalimat-kalimatMu yang sempurna, lagi melengkapi, yang tidak dilampaui oleh orang yang berbuat kebajikan dan yang berbuat kejahatan. Bahwa Engkau anugerahkan rahmat kiranya kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad". (1)
Setelah selesai dari itu, maka bermohonlah sesuatu hajat, yang tidak mengandung kemaksiatan, Insya Allah Ta'ala akan diterima. Berkata Wuhaib : "Telah sampai riwayat kepada kami bahwa dikatakan, supaya tidak diajarkan shalat itu kepada orang-orang yang tidak baik. Nanti dipergunakannya untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah 'Azza wa Jalla".
Ke sembilan shalat Tasbih : "Shalat ini dinukilkan dalam bentuknya, yang tidak ditentukan dengan sesuatu waktu dan sesuatu sebab.
Disunatkan, bahwa tiada minggu yang tidak dikerjakan shalat tasbih sekali atau sebulan sekali.
Diriwayatkan oleh 'Akramah daripada Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   bersabda kepada Abbas bin Abdulmuttalib : "Tidakkah aku berikan kepadamu, tidaklah aku serahkan kepadamu, tidakkah aku datangkan kepadamu, sesuatu, di mana apabila engkau kerjakan, niscaya diampunkan Allah dosa engkau, yang awal dan yang akhir, yang lama dan yang baru, yang salah dan yang sengaja, yang sembunyi dan yang nyata? Yaitu : engkau kerjakan shalat empat raka'at, di mana engkau bacakan pada tiap-tiap raka'at, surat Al-Fatihah dan suatu surat dari Al-Qur'an. Apabila telah selesai daripada bacaan pada awal raka'at dan engkau sedang berdiri, maka bacalah : سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر "Subhaanallaah walhamdulillaah wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar" lima belas kali. Kemudian engkau ruku', di mana

1.Dirawikan Abu Mansur Ad-Dallami dari Ibnu Mas'ud, dengan isnad dla'if.

engkau baca sedang ruku' itu, yang tadi, sepuluh kali. Kemudian, engkau bangkit daripada ruku', lalu engkau baca yang tadi sedang berdiri, sepuluh kali. Kemudian, engkau sujud, di mana engkau bacakan yang tadi, sepuluh kali. Kemudian engkau bangkit daripada sujud, lalu engkau bacakan yang tadi sedang duduk, sepuluh kali. Kemudian, engkau sujud lagi, lalu bacakan yang tadi, di mana engkau sedang sujud, sepuluh kali. Kemudian, engkau bangkit daripada sujud, lalu engkau bacakan yang tadi, sepuluh kali. Jadi semuanya, tujuh puluh lima kali pada tiap-tiap raka'at yang engkau kerjakan itu, dalam empat raka'at. Kalau sanggup, engkau kerjakan shalat tasbih itu, pada tiap-tiap hari sekali, maka kerjakanlah! Kalau tidak sanggup, maka pada tiap-tiap Jum'at (minggu) sekali. Kalau tidak juga sanggup, maka tiap-tiap bulan sekali. Kalau tidak juga sanggup, maka pada tiap-tiap tahun sekali".
Pada riwayat yang lain, dibacakan pada permulaan shalat :
 سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك وتقدست أسماؤك ولا إله غيرك
(Subhaanakallaahumma wa bihamdika wa tabaarakasmuka wa ta'aalaa jidduka wa taqaddasat asmaauka, wa laa ilaaha ghairuka).
Artinya : "Maha suci Engkau wahai Tuhanku! Dan dengan pujian Engkau dan maha suci nama Engkau dan maha tinggi kesungguhan Engkau dan maha qudus nama Engkau. Dan tiada Tuhan selain Engkau''
Kemudian, dibacakan tasbih lima belas kali. Sebelum pembacaan Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an dan sepuluh kali sesudah pembacaan. Yang masih tinggal (sisanya) seperti dahulu juga, sepuluh-sepuluh.
Dan tidak dibacakan tasbih sesudah sujud yang penghabisan, ketika sedang duduk.
Cara inilah yang terbaik, yang dipilih oleh Ibnul Mubarak. Dan jumlah tasbih pada keempat raka'at itu, ialah tiga ratus kali, pada kedua macam riwayat tadi.
Kalau shalat tasbih itu dilakukan pada siang hari, maka dengan sekali salam saja. Dan kalau dilakukan pada malam hari, maka lebih baik dengan dua kali salam, karena tersebut dalam hadits : "Bahwa shalat malam itu,dua-dua
Kalau ditambahkan sesudah tasbih, bacaan : قوله لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم "Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adhiim", maka adalah baik. Telah datang yang demikian dalam setengah riwayat.
Inilah, shalat-shalat yang dinukilkan. Dan tidak disunatkan satupun dari shalat-shalat sunat ini, pada waktu yang dimakruhkan, selain shalat tahiyyat masjid.
Dan apa yang kami sebutkan sesudah tahiyyat masjid, yaitu : dua raka'at wudlu, shalat bermusafir, keluar dari rumah dan istikharah, maka tidak disunatkan pada waktu yang dimakruhkan. Karena larangannya lebih kuat dan sebab-sebab tersebut adalah lemah. Maka tidak sampai ia kepada derajat shalat gerhana, minta hujan dan tahiyyat masjid.
Aku melihat sebagian kaum shufi, mengerjakan dua raka'at shalat sunat wudlu, pada waktu-waktu dimakruhkan. Dan ini, adalah amat jauh daripada kebenaran. Karena wudlu tidaklah sebab bagi shalat, tetapi shalat adalah sebab bagi wudlu. Maka seyogialah wudlu, untuk bershalat. Tidaklah bershalat, karena telah berwudlu.
Tiap-tiap orang yang berhadats, yang bermaksud mengerjakan shalat pada waktu dimakruhkan, maka tiada jalan baginya, selain ia berwudlu dan bershalat, Maka tidak ada lagi artinya bagi kemakruhan. Dan tidak layaklah ia meniatkan dua raka'at wudlu, sebagaimana ia meniatkan dua raka'at tahiyyat masjid. Tetapi apabila ia berwudlu, lalu bershalat dua raka'at, untuk amalan sunat, supaya tidak kosong wudlunya, seperti yang dikerjakan Bilal. Maka itu adalah amalan sunat semata-mata, yang dilakukan sesudah wudlu.
Hadits yang diriwayatkan Bilal itu, tidaklah menunjukkan bahwa wudlu adalah suatu sebab, seperti gerhana dan tahiyyat masjid, sehingga ia niatkan dua raka'at wudlu. Maka mustahillah diniatkan dengan shalat, akan wudlu, tetapi seyogialah diniatkan dengan wudlu akan shalat.
Bagaimanakah dapat teratur, untuk ia mengatakan pada wudlunya: "aku berwudlu untuk shalatku'' dan ia mengatakan pada shalatnya: "Aku bershalat untuk wudluku"?.
Tetapi orang yang bermaksud menjaga wudlunya dari kekosongan pada waktu dimakruhkan itu, hendaklah ia meniatkan qadla, jika mungkin ada dalam tanggungannya sesuatu shalat, yang belum dilaksanakan karena sesuatu sebab. Dan mengqadlakan shalat pada waktu-waktu dimakruhkan, adalah tidak makruh. Adapun niat berbuat sunat, maka tidak adalah cara baginya. Mengenai larangan pada waktu-waktu yang dimakruhkan, mempunyai tiga hal penting:
1.Menjaga daripada penyerupaan dengan penyembah-penyembah matahari.
2.Menjaga daripada bertebaran setan-setan, karena sabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Sesungguhnya matahari itu terbit dan bersamanya disertai setan. Apabila ia terbit, maka setan menyertainya dan apabila matahari itu meninggi. lalu setan memisahkan diri daripadanya. Ketika tengah hari, setan itu menyertai matahari lagi. Apabila telah gelincir, lalu setan itu memisahkan diri daripadanya. Dan apabila matahari itu hampir terbenam, maka setan itu menyertainya. Dan apabila telah terbenam, lalu setan itu memisahkan diri daripadanya (1)
Nabi صلى الله عليه وسلم   . melarang shalat pada waktu-waktu yang tersebut serta diberitahukan sebab-sebabnya.
3.Bahwa mereka yang berjalan pada jalan akhirat, senantiasa rajin mengerjakan shalat pada segala waktu. Dan kerajinan atas suatu bentuk daripada beberapa ibadah, mendatangkan kebosanan. Maka manakala datang larangan daripada ibadah itu pada suatu sa'at, niscaya bertambahlah semangat dan bangkitlah kemauan yangmendo-rong untuk mengerjakannya. Dan manusia itu amat suka mengerjakan sesuatu yang dilarang.
Maka dalam pengosongan segala waktu tersebut, adalah menambahkan kemauan dan hasrat, untuk menunggu habisnya waktu itu. Dari itu, ditentukan segala waktu ini, dengan bertasbih dan beristighfar. Karena menjaga daripada kebosanan dengan terus-menerus dengan semacam ibadah dan memperoleh kegembiraan dengan berpindah daripada semacam ibadah kepada macam yang lain.
Maka dalam perpindahan pekerjaan dan pembaharuannya, datanglah kesenangan dan kerajinan. Dan dalam tetapnya bekerja dengan sesuatu pekerjaan, datanglah perasaan berat dan bosan.
Dari itu, tidaklah shalat, semata-mata sujud, tidaklah semata-mata ruku' dan semata-mata berdiri. Tetapi segala ibadah itu, adalah tersusun daripada bermacam-macam amal perbuatan dan berbagai macam dzikir. Karena hati memperoleh kelezatan baru daripada berbuat dengan amalan dan bacaan tadi, ketika berpindah kepadanya.
Kalau dibiasakan kepada semacam saja niscaya segeralah datang kebosanan.
1.Dirawikan AnNasa-l dari Abdullah Atb-Shanabahi, hadits mursal.

Apabila tiga perkara yang tersebut itu, adalah hal-hal yang penting, tentang terlarang mengerjakan shalat pada waktu-waktu yang dimakruhkan dan lain-lain sebagainya, dari kunci-kunci rahasia yang tidak dapat diketahui, menurut kekuatan otak manusia, hanya Allah dan RasulNyalah yang mengetahuinya, maka hal-hal yang penting itu, tidaklah dibiarkan begitu saja, kecuali dengan sebab-sebab yang penting pula pada Agama. Seumpama mengqadlakan shalat-shalat, shalat minta hujan, shalat gerhana bulan dan shalat tahiyyat masjid. Adapun apa yang lemah daripadanya, maka tidak layaklah maksud dari larangan itu dilanggar.
Inilah, yang lebih kuat menurut pendapat kami! Wallaahu a'lam! (Allah Yang Maha Tahu!).
Telah selesailah "Kitab Rahasia-rahasia Shalat", dari "Kitab Ihya' Ulumiddin” yang akan disambung, insya Allah, dengan "Kitab Rahasia-rahasia Zakat", dengan segala pujian kepada Allah, atas pertolongan dan kebaikan taufiqNya.
Segala pujian bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan rahmatNya kepada sebaik-baik makhlukNya Muhammad dan kepada keluarga serta sekalian shahabatnya, dengan kesejahteraan yang sebanyak-banyaknya!.


والله أعلم كمل كتاب أسرار الصلاة من كتاب إحياء علوم الدين يتلوه إن شاء الله كتاب أسرار الزكاة بحمد الله وعونه وحسن توفيقه والحمد لله وحده وصلاته على خير خلقه محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا.

685

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)