14.Kitab Rahsia Solat Dan Segala Kepentingannya [Bab 1-3]

AlhafizNet

KITAB RAHASIA SHALAT DAN SEGALA KEPENTINGANNYA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
(Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Segala pujian bagi Allah yang mengumiakan akan hambaNya dengan segala nikmat yang halus-halus dan mengurniakan akan hati mereka dengan segala nur Agama dan tugasnya, yang diturunkan dari 'Arasy kebesaran ke langit dunia, dari derajat-derajat kerah-matan, salah satu dari tanda-tanda kasih-sayangNya, yang berbeda dengan raja-raja, serta ke-esa-an dengan kebesaran dan keagungan, dengan menggerabirakan makhlukNya untuk bermohon dan ber-do;a. Maka berfirman Ia : "Adakah yang berdo'a, maka Aku terima do'anya itu. Adakah yang meminta ampun, maka aku ampunkan dosanya Berbeda dengan sultan-sultan, dengan membuka pintu dan membuang hijab, makadimudahkanNya bagi segala hambaNya untuk bermunajah dengan shalat-shalat, betapapun bertukarnya keadaan di dalam jama'ah orang ramai dan ditempat-tempat yang sunyi. Tidak dengan memberikan kelapangan saja, tetapi ia dengan lemah-lembut mengajak dan memanggil, sedang selain Dia -dari raja-raja yang lemah itu- tidak memperkenankan berbicara secara sembunyi melainkan setelah menyerahkan hadiah dan suap Maka maha-sucilah Ia, maha-besarlah kedudukanNya, maha-kuatlah kekuasaanNya, maha-sempumalah kasih-sayangNya dan maha-lengkaplah kebaikanNya.
Rahmat kepada Muhammad Nabi Nya dan waliNya yang pilihan dan kepada keluarganya dan shahabatnya kunci petunjuk dan lampu kegelapan serta selamat yang sempuma.
Adapun kemudian, maka sesungguhnya shalat itu tiang Agama dan tonggak keyakinan,- pokok segala jalan mendekatkan diri kepada Tuhan dan sinar cemerlang untuk kebaktian kepadaNya.

Sesungguhnya, telah kami selidiki dalam ilmu fiqih secara meluas, sedang dan ringkas dari madzhab akan segala pokok dan cabangnya, kami kesampingkan kesungguhan dari ranting-rantingnya yang jarang terjadi dan kejadian-kejadiannya yang hampir tak pernah kejadian, supaya adalah semuanya ini menjadi simpanan bagi mufti (orang yang mengeluarkan fatwa-fatwa). Daripadanya ia mengambil paham dan berpegang dan kepadanya ia mengadu dan kembali.

Kami sekarang di dalam Kitab ini, meringkaskan kepada yang tak boleh tidak saja, bagi seorang pelajar fiqih, mengenai segala amal perbuatan dhahiriyah dan segala rahasianya yang bathiniyah. Kami menyingkapkan segala artinya yang halus-halus tersembunyi, mengenai pengertian khusyu', ikhlas dan niat, hal mana yang tiada berlaku kebiasaan menyebutkannya di dalam ilmu fiqih, Kami su-sun Kitab ini kepada tujuh bab :
mengenai fadlilah (keutamaan) shalat. mengenai pengutamaan amalan dhahir dari shalat. mengenai pengutamaan amalan bathin dari shalat. mengenai imam shalat dan cara mengikuti imam, mengenai shalat Jum'at dan adabnya. mengenai masalah yang bermacam-macam yang menjadi bahaya yang merata, yang memerlukan murid kepada mengetahuinya. mengenai amalan sunat dan lainnya.

Bab Pertama
Bab Kedua
Bab Ketiga
Bab Keempat
Bab Kelima
Bab Keenam
Bab Ketujuh

Bab pertama : Mengenai fadiilah shalat, sujud, berjama'ah, adzan dan lainnya.
FADLILAH ADZAN :
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   : "Tiga orang pada hari qiamat di atas bukit kecil dan kesturi hitam, tiada menyusahkan mereka oleh hisab amalan dan tiada menimpa ke atas diri mereka oleh kegelisahan, sehingga selesailah ia dari segala sesuatu diantara manusia . Orang yang tiga itu ialah : orang yang membaca Al-Qur'an karena mengharap akan Wajah Allah 'Azza wa Jalla dan menjadi imam pada sesuatu kaum, di mana kaum itu senang kepadanya; orang yang beradzan (melakukan bang) pada masjid dan berdo a kepada Allah 'Azza wa Jalla karena mengharap akan WajahNya dan orang yang berpenghidupan sempit di dunia maka yang demikian itu tiada mengganggukannya daripada berbuat amalan akhirat". (1).

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  :
"Tiadalah yang mendengar seruan adzan dari orang yang beradzan itu, baik yang mendengar itu jin atau manusia ataupun sesuatu yang lain, melainkan naik saksi ia untuk orang yang beradzan itu pada hari qiamat". (2).

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"
Tangan Tuhan Yang Maha Pengasih itu di atas kepala muadzin (orang yang beradzan)r sehingga selesailah ia daripada adzannya". (3)
Ada yang mengatakan mengenai penafsiran firman Allah 'Azza wa Jalla :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا
(Wa man ahsanu qaulan mim man da'aa ilallaahi wa 'amila shaali-haa).
Artinya : "Siapa yang lebih baik perkataannya dari orang yang memanggil kepada Tuhan dan mengerjakan perbuatan baik". (S. Ha Mim @ Al fushilat33), bahwa ayat ini turun mengenai orang-orang muadzin.

1.Dirawikan At-Tirmidzi daru Ibnu Umar dan dipandangnya hadits hasan (baik).
2.Dirawikan Al-Bukhari dari Abdullah bin Yusuf.
3.Dirawikan Ath-Thabrani dan Al-Hasan bin Sa'id dari Anas, dengan isnad dla'if.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
إذا سمعتم النداء فقولوا مثل ما يقول المؤذن
(Idzaa sami -tumun nidaa-a faquuluu mitsla maa yaquulul mu-adzdzin).
Artinya : "Apabila kamu mendengar seruan adzan, maka ucapkanlah apa yang diucapkan oleh muadzin itu ".

Mengucapkan yang demikian itu adalah sunat, kecuali mengenai "Hayya 'alash-shalaah " dan "Hayya 'alal-falaak " maka diucapkan pada yang dua mi ialah : "Laa haula wa laa quwwata illaa billaah ". Dan pada ucapan muadzin : "Qadqaamatish shalaah", maka pendengar mengucapkan : أقامها الله وأدامها ما دامت السموات والأرض Aqaamahallaahu wa adaamahaa maa daama-tis samaawaatu wal ardl".(Ditegakkan Allah kiranya shalat itu dan dikekalkanNya selama kekal langit dan bumi),

Dan pada tatswib, yaitu : ucapan muadzin pada shalat shubuh : "Ashshalaatu khairum minan nauum". (Shalat itu lebih baik dari pada tidur), maka pendengarnya mengucapkan : "صدقت وبررت ونصحت وعند الفراغ  Shadaqta wa bararta wa nashahta" (Benar engkau, telah berbuat kebajikan engkau dan telah memberi nasehat engkau).

Ketika selesai dari adzan, maka dibacakan do'a, yaitu :
 اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة آت محمدا الوسيلة والفضيلة والدرجة الرفيعة وابعثه المقام المحمود الذي وعدته إنك لا تخلف الميعاد(Allaahumma rabba haadzihid da'-watit taammati wash- shalaatil qaa-imati, aati Muhammadanil wasiilata wal fadliilata wad darajatar rafn-'ata wab-'atshul maqaamal mahmuudal ladzii wa 'adtahu, innaka laa tukhliful mii-'aad).Artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku, yang memiliki do'a ini yang sempurna, dan shalat yang berdiri tegak! Berikanlah kepada Muhammad jalan„ kelebihan dan derajat tinggi! Dan bangkitkanlah dia pada tempat terpuji yang telah Engkau janjikan! Sesungguhnya Engkau tiada menyalahi janji".

Berkata Sa'id bin Al-Musayyab : "Barangsiapa mengerjakan shalat pada tanah Sahara yang luas, niscaya bershalat di kanannya seorang malaikat dan dikirinya seorang malaikat. Maka jika ia beradzan dan berqamat (iqamah), niscaya bershalat di belakangnya malaikat-ma-laikat berbaris seperti bukit".

FADLILAH SHALAT FARDLU.
Berfirman Allah Ta'ala :
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
(Innash shalaata kaanat 'alal mu'miniina kitaaban mauquutaa).
Artinya : "Sesungguhnya shalat itu suatu kewajiban yang ditentukan waktunya untuk orang-orang yang beriman". (S. An-Nisaa', ayat 103).

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Lima shalat diwajibkan oleh Allah kepada segala hamba. Maka barangsiapa mengerjakan semuanya dan tidak menyianyiakan suatupun daripadanya, sebagai meringan-ringankan haknya, niscaya adalah untuknya pada Allah suatu janji bahwa ia akan masuk sorga. Dan barangsiapa tidak mengerjakan semuanya, maka tiadalah baginya pada Allah suatu janji. Jika dikehendaki oleh Allah niscaya di'azabkannya dan jika dikehendakiNya niscaya dimasukkannya ke dalam sorga". (1)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسل"Perumpamaan shalat yang lima itu adalah seumpama sebuah sungai yang tawar airnya yang meluap-luap, di pintu seseorang daripada kamu. la mandi padanya tiap-tiap hari lima kali. Apakah pendapatmu tentang orang itu, apakah masih ada dakinya?".
Menjawab para shahabat : "Tak ada sedikitpun!".
Maka menyambung Nabi صلى الله عليه وسل "Sesungguhnya shalat yang lima itu, menghilangkan dosa seperti air menghilangkan daki". (2)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Sesungguhnya shalat-shalat itu menghapus-kan dosa yang terjadi diantaranya, selama bukan dosa besar". (3)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Diantara kita dan orang-orang munafiq itu terdapat saksi-saksi gelap dan terang, yang tiada sanggup mereka mempengaruhi kedua saksi itu ". (4)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Barangsiapa menjumpai Allah, sedang dia menyia-nyiakan shalat, maka tidak diperdulikan oleh Allah sesuatu daripada kebajikan-kebajikannya ". (5)

1)Dirawikan Malik, Ahmad dan lain-lain dari Ubbadah bin Ash-Shamit,
2)Dirawikan Muslim dari Jabir.
3)Dirawikan Muslim daru Abi Hurairah.
4)Dirawikan Malik dari Sa'id bin Al-Musayyab, hadits mursal.
5)Dirawikan Ath-Thabrani dart Anas.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : Shalat itu tiang Agama. Barangsiapa meninggalkan shalat maka ia telah meruntuhkan Agama'(1)
Ditanyakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم  "Amalan apakah yang lebih utama (afdlal)?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Shalat pada awal waktunya".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Barangsiapa memelihara shalat yang lima itu dengan menyempurnakan bersuci dan waktunya, niscaya jadilah shalat itu nur baginya dan pembuktian pada hari qiamat. Dan barangsiapa menyianyiakannya, niscaya dibangkitkan ia beserta Fir'aun dan Haman".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   : "Kunci sorga itu shalat".
Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Tiada diwajibkan oleh Allah kepada makhlukNya sesudah tauhid yang lebih menyukakan kepadaNya selain daripada shalat. Jikalau adalah sesuatu yang lain, yang lebih menyukakan kepadaNya dari shalat, niscaya telah beribadah dengan dia para malaikatNya. Para malaikat itu, sebahagiannya ruku' sebahagian sujud, sebahagian berdiri dan duduk".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka kufurlah dia", Artinya : hampir tercabut daripada Iman dengan terbuka talinya dan jatuh tiangnya. Sebagaimana dikatakan bagi orang yang telah mendekati suatu kampung, bahwa ia telah sampai ke kampung itu dan telah memasukinya.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : "Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja maka terlepaslah ia dari tanggungan Muhammad صلى الله عليه وسلم.(2)

Berkata Abu Hurairah ra. : "Barangsiapa berwudlu, maka membaguskan wudlunya, kemudian ia keluar dengan sengaja untuk shalat, maka sesungguhnya dia di dalam shalat yang sengaja ia kepada shalat itu. Dan dituliskan baginya dengan salah satu dari dua langkahnya kebajikan dan dihapuskan daripadanya dengan langkah yang satu lagi, kejahatan. Apabila mendengar seorang kamu akan qamat, maka tidak wajar lah baginya mengemudiankan. Karena yang terbesar pahala bagi kamu ialah yang terjauh rumah daripada kamu".
Bertanya mereka : "Mengapa begitu wahai Abu Hurairah?".
Menjawab Abu Hurairah : "Dari karena banyaknya langkah.

1)Dirawikan Al-Baihaqi dari Umar. dengan sanad dla'if.
2)Dirawikan Ahmad dan Al-Baihaqi dari Ummu Aiman.


Diriwayatkan : "Bahwa yang mula pertama diperhatikan dari amalan hamba pada hari qiamat ialah shalat. Kalau terdapat shalat itu sempuma, niscaya diterima shalat itu daripadanya dan amalannya yang lain. Dan kalau terdapat kurang, niscaya ditolak shalat itu daripadanya dan amalannya yang Iain".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Hai Abu Hurairah! Suruhlah keluargamu dengan shalat! Sesungguhnya Allah mendatangkan rezeqi bagimu dari tempat yang tidak kamu sangka ".Berkata setengah ulama "Orang yang mengerjakan shalat itu adalah seumpama saudagar yang tidak memperoleh keuntungan sebelum kembali pokoknya. Demikian juga orang yang mengerjakan shalat,tidak diterima yang sunat sebelum ditunaikannya yang fardlu’

Abu Bakar ra. berkata : "Apabila telah datang waktu shalat, maka pergilah ke apimu yang telah kamu nyalakan, lalu padamkanlah api itu!".

FADLILAH MENYEMPURNAKAN RUKUN.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   صلى الله عليه وسلم  . : "Shalat fardiu itu adalah seumpama neraca. Siapa yang mencukupkan, niscaya memperoleh cukup". (1)
Berkata Yazid Ar-Riqasyi: "Adalah shalat Rasulullah صلى الله عليه وسلم  . itu sama seolah-olah sudah ditimbang",

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم    صلى الله عليه وسلم  . : "Sesungguhnya dua orang dari ummatku, keduanya berdiri kepada shalat, di mana ruku' dan sujud keduanya itu satu. Dan diantara shalat keduanya itu adalah diantara langit dan bumi",diisyaratkan Nabi صلى الله عليه وسلم  dengan sabdanya itu untuk "khusyu'".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Allah tiada memandang pada hari qiamat kepada hamba yang tiada menegakkan tulang sulbinya diantara ruku' dan sujudnya ". (2)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Tidakkah takut orang yang memutarkan mukanya di dalam shalat, akan diputarkan oleh Allah mukanya menjadi muka keledai?". (3)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   : "Barangsiapa mengerjakan shalat pada waktunya dan melengkapkan wudlunya, menyempurnakan ruku 'nya, sujudnya dan khusu nya, niscaya shalat itu naik dengan warna yang putih bersih, seraya mengatakan : "Kiranya Allah menjaga engkau sebagaimana engkau telah menjaga aku!". Barangsiapa mengerjakan shalat pada bukan waktunya dan tidak melengkapkan wudlunya, tidak menyempurnakan ruku'nya, sujudnya dan khusu 'nya, niscaya shalat itu naik dengan warna yang hitam gelap, seraya mengatakan: "Disia-siakan oleh Allah kiranya engkau, sebagaimana engkau telah menyia-nyiakan aku". Sehinggakalau dikehendaki oleh Allah apabila shalat itu, dilipatkan sebagaimana dilipatkan kain buruk, maka dipukulkanlah dengan shalat itu mukanya".

1.Dirawikan dari ibnul Mubarak dari ibnu hasan , Hadis Mursal
2.Dirawikan Ahmad dari Abu Hurairah, Isnad sahih.
3.Dirawikan Ibnu Uda dari jabir

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   : "Sejahat-jahat manusia mencuri ialah orang yang mencuri dari shalatnya". (1)

Berkata Ibnu Mas'ud dan Salman ra. "Shalat itu alat penyukat. Maka barangsiapa menyempurnakan, niscaya ia menerima sempurna dan barangsiapa menipu di dalam sukatan, maka tahulah ia apa yang difirmankan Allah, mengenai orang-orang yang menipu pada sukatan".

FADLILAH SHALAT JAMA'AH.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . :
صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة  
(Shalaatul jamaa-'ati tafdlulu shalaatal fadzdzi bisab-'in wa 'isyriina darajatan).
Artinya : "Shalat jama'ah itu melebihi dari shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat". (2)

Diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   . tidak melihat orang pada sebahagian shalat, lalu bersabda : "Sesungguhnya aku bercita-cita menyuruhseseorang menjadi imam yang mengimami shalat orang banyak. Kemudian aku sendiri mencari orang-orang yang meninggalkan shalat ber jama'ah itu lalu aku bakar rumah-rumah-nya". (3)

Pada riwayat yang lain : "Kemudian aku mencari orang-orang yang meninggalkan shalat jama'ah itu, maka aku suruh mereka. Lalu kalau meninggalkan juga, maka rumah mereka dibakar dengan unggunan kayu api. Jikalau tahulah seseorang dari mereka bahwa akan memperoleh tulang yang berminyak atau dua kuku hewan, niscaya dihadlirinya", yakni : "shalat 'Isya'"

1.Dirawikan Ahmad dan AlHakim.,Sahih Isnadnya
2.Dirawikan Bukhari Dan Muslim Dari Ibnu Umar.
3.Dirawikan Bukhari dan muslim Dari Abu Hurairah.

Berkata Usman ra., di mana perkataannya itu adalah suatu hadits marfu' :"Barangsiapa menghadliri shalat jama'ah 'Isya', maka seakan-akan ia bangun setengah malam dengan ibadah. Dan barangsiapa menghadliri shalat jama'ah Shubuh, maka seakan-akan ia bangun semalam-malaman dengan ibadah".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Barangsiapa mengerjakan suatu shalat dengan berjama'ah, maka ia telah memenuhkan dadanya dengan ibadah

Berkata Sa'id bin Al-Musayyab : "Tiadalah seorang muadzin mela-kukan adzan semenjak dua puluh tahun yang lampau, melainkan saya ada di dalam masjid.".

Berkata Muhammad bin Wasi' : "Tiada aku rindukan dari dunia, selain dari tiga :teman, jikalau aku bengkok, maka diluruskannya; makanan dari rezeki yang aku peroleh dengan mudah tanpa menu-ruti kata orang dan shalat berjama'ah yang tak aku melupakannya dan dituliskan bagiku keutamaannya".

Diriwayatkan bahwa Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah pada suatu kali menjadi imam shalat dari suatu kaum.Tatkala mau pergi, maka ia berkata : "Terus-nienerus setan tadi padaku, sampai setan itu me-nampakkan kepadaku bahwa aku mempunyai kelebihan dari orang lain. Dari itu, aku tidak mau menjadi imam shalat selama-lamanya".

Berkata Al-Hasan : "Janganlah engkau bershalat di belakang orang yang tiada bergaul dengan ulama".

Berkata An-Nakha'i ; "Orang yang menjadi imam shalat dari orang banyak tanpa ilmu, adalah seumpama orang yang menyukat air di dalam laut, tidak mengetahui tambahannya daripada kekurangannya".

Berkata Hatim Al-Asham : "Tertinggal aku suatu shalat dari berjama'ah, maka diratapi aku oleh Abu Ishak Al-Bukhari sendirian. Dan jikalau meninggallah anakku, maka diratapi aku oleh lebih dari sepuluh ribu orang, karena bahaya yang menimpakan Agama dipandang manusia lebih mudah daripada bahaya yang menimpakan dunia".

Berkata Ibnu Abbas ra. : "Siapa yang mendengar suatu penyeru (suara muadzin) dan tidak menjawabnya, maka adalah dia tidak menghendaki kebajikan dan kebajikanpun tiada berkehendak kepadanya".

Berkata Abu Hurairah ra. : "Adalah lebih baik bagi anak Adam, telinganya penuh dengan timah hancur, daripada mendengar adzan yang tidak dijawabnya".

Diriwayatkan bahwa Maimun bin Mahran datang ke masjid, lalu orang mengatakan kepadanya bahwa orang ramai sudah pulang (karena shalat jama'ah sudah selesai), maka Maimun menjawab: "Innaa lillaahi wa innaa illaihi raaji'uun! Sesungguhnya keutamaan shalat ini (shalat jama'ah), adalah lebih baik bagiku daripada menjadi wali negeri Irak".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  :
من صلى أربعين يوما الصلوات في جماعة لا تفوته فيها تكبيرة الإحرام كتب الله له براءتين براءة من النفاق وبراءة من النار
(Man shallaa arba'iina yaumanish-shalawaati fii jamaa'atin laa ta-fuutuhu fiihaa takbiiratul-ihraami kataballaahu baraa-ataini baraa-atan min an nifaaqi wa baraa-atan minan naar).
Artinya : "Barangsiapa mengerjakan shalat empat puluh hari dalam jama'ah, yang tidak tertinggal padanya suatu takbiratul-ihram, maka di tulis kan oleh Allah baginya dua kelepasan : kelepasan dari nifaq dan kelepasan daripada neraka ". (1)

Ada yang mengatakan bahwa pada hari qiamat dibangkitkan dari kubur suatu kaum, wajahnya berseri-seri seperti bintang yang berkilau-kilauan. Maka bertanya malaikat kepada mereka : "Apakah amal perbuatan kamu dahulu?".

Menjawab mereka : "Adalah kami apabila mendengar adzan, lalu bangun bersuci dan tidak diganggu kami oleh yang lain".Kemudian dibangkitkan dari kubur suatu golongan, wajahnya seperti bulan, maka menjawab golongan ini sesudah ditanya : "Adalah kami berwudlu sebelum masuk waktu".Kemudian dibangkitkan suatu golongan, wajahnya seperti matahari, maka golongan ini menjawab : "Adalah kami mendengar adzan di masjid".

 (1) Dirawikan At-Turmudzi diri Anas, dengan isnad orang-orang perawinya kepercayaan.

Diriwayatkan bahwa ulama-ulama terdahulu (salaf) adalah meratapi dirinya tiga hari, apabila tertinggal takbir pertama pada shalat jama'ah, Dan meratapi dirinya tujuh hari, apabila tertinggal shalat jama'ah.

FADLILAH SUJUD.
Bersabda Rasulullah صلى الله عليه وسل: "Tiadalah seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah dengan sesuatu, yang lebih utama daripada sujud yang tersembunyi (tidak di muka umum) "(1)

Bersabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . : "Tiadalah seorang muslim bersujud kepada Allah dengan satu sujud, melainkan ia diangkatkan oleh Allah satu tingkat dan dihapuskan daripadanya satu kejahatan dengan sebab sujud itu". (2)

Diriwayatkan : "Bahwa seorang laki-laki meminta kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم: "Berdo'alah pada Allah kiranya dijadikanNya aku diantara orang yang memperoleh syafa'atmu dan diberikanNya aku rezeki mengawani engkau dalam sorga".
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Tolonglah aku dengan berbanyak Sujud". (3)
Ada yang mengatakan : "Yang paling dekat seorang hamba kepada Allah, ialah bahwa ada ia seorang yang sujud", itulah maksud firman Allah Ta'ala : "Wasjud waqtarib".(Dan sujudlnh dan. dekat-kanlah din kepada  الله). (S. Al-Alaq, ayat 19).

Dan berfirman Allah Ta'ala : "Di muka mereka ada tanda-tanda bekas sujud". (S. Al-Fath, ayat 29). Ada yang mengatakan, yaitu apa yang tersentuh dengan mukanya dari bumi ketika sujud. Ada yang mengatakan, yaitu nur khusyu, yang menembus cemerlang dari bathinnya kepada dhahir. Inilah yang lebih benar. Dan ada yang mengatakan, yaitu cahaya gemilang yang ada pada mukanya di hari qiamat dari bekas wudlu.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Apabila anak Adam membaca ayat sajadah (ayat yang disunatkan sujud sesudah membacanya), lalu ia sujud, maka pergilah setan sambil menangis dan berkata : "Alangkah celakanya aku! Orang ini disuruh sujud, lalu ia sujud maka baginya sorga. Aku disuruh sujud, lalu aku durhaka, maka bagiku neraka".

1) Dirawikan tbnul-Mubarak dari Shamrah bin Habib, hadits mursal
2)Dirawikan Muslim dari Tsauban dan Abid-Darda'.
3)Dirawikan Muslim dari Rabi'ah bin Ka'ab Al-Aslami.

Diriwayatkan dari Ali bin Abdullah bin Abbas, bahwa ia bersujud tiap-tiap hari seribu sujud. Dan orang banyak menggelarkan Ali ini dengan gelar "As-Sajjad", artinya :orang banyak sujud.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul-'Aziz ra. tiada melakukan sujud selain atas tanah. Dan Yusuf bin Asbath berkata : "Hai para pemuda! Bersegeralah mempergunakan ketika sehat sebelum sakit! Maka tiadalah tinggal seseorang yang aku gemari, selain orang yang menyempurnakan ruku'nya dan sujudnya dan telah terdindinglah diantara aku dan ruku' sujud itu (karena telah lanjut umurnya)"

Berkata Sa'id bin Jubair : "Tiada aku meminta tolong pada sesuatu di dunia ini, selain kepada sujud".

Berkata Uqbab bin Muslim : "Tiada suatu perkarapun pada hamba yang lebih disukai oleh Allah selain daripada orang yang menyukai berjumpa dengan Dia. Dan tiadalah dari sa'at kehidupan hamba yang lebih dekat kepadaNya, selain dari sa'at di mana ia tersungkur bersujud kepadaNya".

Berkata Abu Hurairah ra. : "Yang lebih mendekati seorang hamba kepada Allah 'Azza wa Jalla, ialah apabila ia sujud, lalu membanyakkan do'a ketika itu".

FADLILAH KHUSYU' Berfirman Allah Ta'ala :
 Berfirman Allah 'Azza wa Jalla :
 وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
(Wa-aqi mish shalaata lidzikrii).Artinya : "Kerjakanlah shalat untuk mengingati Aku!". (S. Tha Ha, ayat 14).

Berfirman الله  Ta'ala :
وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
(Wa laa takun minal ghaafiliin).Artinya : "janganlah engkau termasuk orang-orang yang alpa". (S. Al-A'raaf, ayat 205).

لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
(Wa laa taqrabush shalaata wa antum sukaaraa hattaa ta'lamuu maa taquuluun).
Artinya : "Janganlah kamu hampiri shalat ketika kamu sedang mabuk, sampai kamu mengetahui apa yang kamu katakan".(S. An-Nisaa', ayat 43).

Ada yang mengatakan : mabuk dari banyak angan-angan. Dan ada yang mengatakan : mabuk dari cinta kepada dunia. Berkata Wahb : "Yang dimaksudkan dengan mabuk itu secara dhahirnya saja. Yaitu memperingati kepada mabuk dunia, karena diterangkan oleh Allah sebabnya, dengan firmanNya : "Sampai kamu mengetahui apa yang kamu katakan

Berapa banyak orang yang bershalat yang tidak minum khamar, padahal dia tiada mengetahui apa yang dibacanya dalam shalat.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Barangsiapa mengerjakan shalat dua raka'at, di mana ia tidak berbicara dengan dirinya dalam dua raka'at itu mengenai sesuatu urusan duniawi, niscaya diampunkan baginya apa yang telah lalu daripada dosanya". (1)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  "Sesungguhnya shalat itu menetapkan hati, menundukkan diri, merendahkan hati, merapati bathin, menyesali diri. Dan engkau meletakkan dua tangan engkau seraya membaca : "Ya Allah ya TuhankuI Ya Allah, ya Tuhanku!". Barangsiapa tiada berbuat demikian, maka shalat itu penuh kekurangan-kekurangan".(2)

Diriwayatkan bahwa Allah Ta'ala berfirman dalam kitab-kitab yang dahulu ;"Tidaklah tiap-tiap orang yang mengerjakan shalat itu, Aku terima shalatnya. Hanya Aku terima shalat orang yang merendahkan diri karena kebesaranKu, tiada menyombong dengan hamba-hambaKu dan memberi makanan kepada orang miskin yang lapar karena Aku

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Sesungguhnya diwajibkan shalat, disuruh mengerjakan hajji dan thawaf dan disuruh syi'arkan segala ibadah hajji itu, adalah karena menegakkan dzikir (mengingati) Allah Ta'ala". (3) Apabila tidak ada dalam hatimu untuk yang tersebut tadi, yang mana itulah yang dimaksud dan yang dicari, karena kebesaran dan tidak kehebatan, maka apakah harganya dzikirmu itu?".

1)Dirawikan Ibnu Abi Syatbah dari  Shillah bin Usyaim hadits mursal.
2)Dirawikan At-Tirmidzi dan lain-lain dari Ai-Fadl bin Abbas, dengan isnad yang tidak diyakini.
3)Dirawikan At-Tirmidzi dari A'isyah, hadits hasan (baik) dan shahih.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   kepada orang yang diberinya wasiat:"Apabila engkau mengerjakan shalat, maka bershalatlah sebagai shalat orang yang mengucapkan selamat tinggal". Artinya : mengucapkan selamat tinggal kepada dirinya, kepada hawa-nafsunya dan kepada umurnya, berjalan kepada Tuhannya, sebagaimana berfirman Allah 'Azza wa Jalla :
 يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلاقِيهِ
(Yaa-ayyuhal insaanu innaka kaadihun ilaa rabbika kad-han famu-laaqiih).
Artinya : "Hai manusia! Sesungguhnya engkau mesti bekerja keras dengan sesungguhnya (menuju) kepada Tuhan, kemudian itu kamu akan menemuiNya". (S. Al-Insyiqaq, ayat 6).

Berfirman Allah Ta'ala : "Bertaqwalah kepada Allah! Allah mengajar kamu(S.Al-Baqarah282).

Berfirman Allah Ta'ala : "Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan menemui Dia". (S. Al-Baqarah, ayat 223).
 من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر لم يزدد من الله إلا بعدا حديث من لم تنهه
(Man lam tanhahu shalaatuhu "anil faljsyaa-i wal munkari lam yaz-dad minallaahi illaa bu'-daa).Artinya : "Barangsiapa tidak dicegah oleh shalatnya daripada perbuatan keji dan munkar, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh". (1)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسل  :
Shalat itu adalah munajah dengan Allah. Maka bagaimanakah ada munajah itu serta kelalaian?
Berkata Bakr bin Abdullah : "Hai anak Adam! Apabila engkau bermaksud masuk kepada Tuhanmu tanpa izin dan berbicara dengan Dia tanpa juru bahasa, maka masuklah!".
Lalu orang bertanya : "Bagaimanakah yang demikian itu?".
Maka menjawab Bakr bin Abdullah : "Engkau lengkapkan wudlumu dan engkau masuk ke mihrabmu. Apabila engkau telah masuk kepada Tuhanmu dengan tanpa izin itu, maka berbicaralah dengan Dia tanpa ada juru bahasa!".

 (1) Dirawikan Ali bin Ma'bad dari Al-Hasan, hadits mursal, dengan isnad shahih.

Dari 'Aisyah ra. yang mengatakan : "Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم  bercakap-cakap dengan kami dan kami pun bercakap-cakap dengan beliau. Maka apabila datang waktu shalat, lalu seolah-olah beliau tidak mengenal  kami dan kamipun tidak mengenal beliau", karena seluruh jiwa raga tertuju kepada kebesaran Allah. (1)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Allah tidak memandang kepada shalat, di mana orang itu di dalam shalatnya tidak menghadhrkan hatinya serta badannya'\
Adalah Nabi Ibrahim as. apabila berdiri kepada shalat, lalu terdengar detak jantungnya pada jarak dua mil, Dan adalah Sa'id At-Tunukhi apabila mengerjakan shalat, maka tiada putus-putusnya air mata dari dua pipinya ke atas janggutnya.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم  melihat seorang laki-laki bermain-main dengan janggutnya dalam shalat, maka beliau bersabda : "Jikalau khusyu lah hati orang ini, niscaya khusyu'lah anggota-anggota badannya ". (2)

Diriwayatkan bahwa Al-Hasan memandang kepada seorang laki-laki yang bermain-main dengan batu dan berdo'a : "Ya Allah, ya Tuhanku! Kawinkanlah aku dengan bidadari!".

Maka berkata Al-Hasan : "Buruk benarlah pelamar yang semacam ini! Engkau melamarkan bidadari, sedang engkau bermain-main dengan batu".
Ditanyakan kepada Khalf bin Ayyub : "Tidakkah diganggu engkau oleh lalat dalam shalat engkau, sehingga perlu engkau usir lalat itu?"

Menjawab Khalf bin Ayyub : "Tidak aku biasakan bagi diriku sesuatu yang merusakkan shalatku".Maka ditanyakan lagi : "Bagaimanakah engkau bisa tahan yang demikian itu?".

Menjawab Khalf bin Ayyub : "Orang menceriterakan kepadaku bahwa penjahat-penjahat tahan dari pukulan cemeti-cemeti sultan, supaya dikatakan : "Bahwa si Anu itu tahan menderita". Lalu mereka itu merasa bangga dengan demikian. Adapun aku berdiri dihadapan Tuhanku, maka patutkah aku bergerak karena seekor lalat?".

Diriwayatkan dari Muslim bin Yassar, bahwa apabila ia bermaksud mengerjakan shalat, maka ia berkata kepada keluarganya : "Bercakap-cakaplah kamu sesama kamu, sedang aku tidak mendengar percakapanmu itu!".

Diriwayatkan dari Muslim bin Yassar tadi, bahwa pada suatu hari ia mengerjakan shalat di masjid jami' Basrah. Maka robohlah suatu sudut dari masjid itu. Lalu berkumpullah manusia ke sana. Sedang Muslim tadi tiada mengetahuinya sama sekali, sehingga selesailah ia daripada shalatnya itu.

1.Diriwayatkan Dari Al Azdi dari Suwaid Bin Ghaflah Hadis Mursal
2.Dirawikan Dari AtTirmidzi dari Abu Hurairah. Dengan sanad dlai'if

Adalah Ali bin Abi Thalib ra. apabila datang waktu shalat, maka gementarlah badannya dan berobahlah warna mukanya. Lalu ia ditanyakan orang : "Apakah yang menimpakan kepada engkau wahai Amirul mu'minin?".
Ali menjawab : "Telah datang waktu amanah yang didatangkan oleh Allah kepada langit, bumi dan bukit, maka semuanya ini enggan menerimanya dan merasa berat daripadanya. Dan aku menerimanya".
Diriwayatkan dari Ali bin Al-Husain, bahwa apabila ia mengambil wudlu maka pucatlah warna mukanya. Lalu bertanyalah keluarga-nya : „Apakah yang menimpakan kamu ketika berwudlu?".
Maka menjawab Ali bin Al-Husain : "Tahukah kamu dihadapan Siapa aku mau berdiri?".
Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas ra. bahwa ia berkata : "Berdo'a-lah Nabi Dawud as. dalam munajahnya : "Wahai Tuhanku! Siapakah yang mendiami rumah Engkau dan dari siapakah yang Engkau terima shalatnya?".

Maka diturunkan Allah wahyu kepada Dawud as. : "Wahai Dawud.' Sesungguhnya yang mendiami rumah Ku dan yang Aku terima shalat daripadanya, ialah orang yang merendahkan diri karena keagunganKu, menghabiskan siangnya dengan mengingati Aku, mencegah dirinya dari hawa nafsu karena Aku, diberinya makanan kepada orang yang lapar, diberinya tempat kepada orang yang merantau dan dikasihaninya orang yang mendapat mushibah. Itulah orang yang bercahaya nurnya pada segala langit Iaksana matahari. Kalau ia berdo'a kepadaKu niscaya Aku terima dan kalau ia meminta kepadaKu niscaya Aku berikan. Aku jadikan baginya di dalam kebodohannya, akan kasih sayang, di dalam kelalaiannya akan peringatan dan di dalam kegelapannya akan nur yang terang ben-derang. Dia dalam kalangan manusia, adalah Iaksana sorga firdaus pada lapisan sorga yang paling tinggi, tiada kering sungainya dan tiada berobah buah-buahannya'

Diriwayatkan dari Hatim Al-Ashamm ra. bahwa ditanyakan orang mengenai shalatnya, maka ia menjawab : "Apabila datang waktu shalat, maka aku lengkapkan wudlu dan aku datangi tempat, di mana di situ aku bermaksud mengerjakan shalat. Maka aku duduk pada tempat itu, sehingga berkumpullah segala anggota badan ku. Kemudian aku berdiri kepada shalatku, aku jadikan Ka'bah diantara dua keningku, titian Ash-Shiraathal Mustaqim di bawah tapak-ku, sorga di kananku, neraka di kiriku, malikul-maut di belakangku, aku menyangka shalat ini penghabisan shalatku, kemudian aku berdiri diantara harap dan cemas. Aku bertakbir dengan penuh keyakinan, aku membaca bacaan dengan bacaan yang baik, aku ruku' dengan merendahkan diri, aku sujud dengan khusu' hati, aku duduk atas punggung kiri dan aku bentangkan belakang tapak kiri, aku tegakkan tapak-kanan atas ibu jari kaki dan aku ikutkan keikhlasan hati. Kemudian aku tiada mengetahui, apakah shalatku itu diterima atau tidak".
Berkata Ibnu Abbas ra. : "Dua raka'at shalat dengan sempurna tafakkur, adalah lebih baik daripada mengerjakan shalat semalam suntuk, sedang hati itu lupa",

FADLILAH MASJID DAN TEMPAT SHALAT. Berfirman Allah Ta'ala :
 إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
(Innamaa ya'muru.masaajidallaahi man aamana billaahi wal-yaumil-aakhir).
Artinya : " Hanyalah yang berhak meramaikan masjid-masjid Allah, ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat". (S. Al-Baraah(At,taubah), ayat 18).

Bersabda Nabi  صلى الله عليه وسل
من بنى لله مسجدا ولو كمفحص قطاة بنى الله له قصرا في الجنة
(Man banaa lillaahi niasjidan walau kamifha-shi qathaatin banallaahu lahu qashran fil-jannah).
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :Artinya : "Barangsiapa membangun masjid karena Allah walaupun        sebesar sarang burung, niscaya didirikan oleh Allah baginya sebuah mahligai di dalam sorga  (1)

1) Dirawikan Bukhari dan muslim dari Usman.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . :
من ألف المسجد ألفه الله تعالى
(Man alifal-masjid, alifahullaahu Ta'alaa).Artinya : "Barangsiapa hatinya sayang kepada masjid, niscaya ia disayangi Allah Ta'ala". (1)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Apabila masuk seorang kamu ke dalam masjid, maka hendaklah ia  rukuk (mengerjakan shalat) duaraka'at sebelum duduk". (2)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Tak ada shalat bagi orang yang bertetangga dengan masjid, melainkan dalam masjid".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Malaikat-malaikat itu berdo'a kepada seseorang kamu, selama ia masih pada tempat shalatnya, di mana ia mengerjakan shalat pada tempat itu, dengan do'a : "Ya Allah, ya Tuhanku! Berikanlah rahmat kepadanya! Ya Allah, ya Tuhanku! Kasihanilah dia! Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah dosanya, selama dia tidak bercakap-cakap atau keluar dari masjid itu!".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Akan datang pada akhir zaman, segolongan manusia daripada ummatku yang mendatangi masjid, lalu duduk di dalamnya berlingkar-lingkaran. Pembicaraan mereka adalah dunia dan mencintai dunia, maka janganlah engkau duduk bersama mereka! Tiadalah suatu hajat dengan mereka bagi Allah".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Berfirman Allah Ta'ala-pcda sebahagian kitab-kitab : "Bahwa rumahKu (rumah tempat menyebut namaNya dan mengingatiNya) di bumiku ialah masjid. Orang-orang yang berziarah kepadaKu dibumiKu ialah orang-orang yang meramaikan masjid-masjid. Maka selamatlah bagi hambaKu yang bersuci di rumahnya, kemudian menziarahi Aku di rumahKu. Maka sebenarnya atas yang diziarahi (dikunjungi) memuliakan yang berziarah (yang mengunjungi) ". (3)

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلApabila kamu melihat orang yang biasa ke masjid, maka naik saksilah baginya dengan keimanan". (4)

1)Dirawikan Atthabrani dari abu said, Sanad Dlaif
2)Dirawikan Bukhari dan Muslim Dari Abi Qatadah
3)Dirawikan Abu Naim dari Abu said dengan sanad Dlaif
4)Dirawikan At tirmidzi  dan lain lain dari Abu said.

Berkata Sa'id bin Al-Musayyab : "Barangsiapa duduk di dalam masjid, maka sesungguhnya ia duduk bersama Tuhannya. Maka tiada berhak ia mengatakan melainkan yang baik".
Diriwayatkan dalam perkataan shahabat (atsar) atau dalam hadits Nabi صلى الله عليه وسلم  bahwa : "Berbicara di dalam masjid itu memakan segala kebajikan, sebagaimana binatang ternak memakan rumput".

Berkata An-Nakha'i : "Adalah mereka berpendapat bahwa berjalan dalam malam yang gelap ke masjid adalah mewajibkan sorga!',

Berkata Anas bin Malik : "Barangsiapa memasang lampu dalam masjid, niscaya senantiasalah para malaikat dan pemikul 'Arasy meminta ampun baginya selama masih ada cahaya lampunya di dalam masjid itu",

Berkata Ali ra. : "Apabila meninggal dunia seorang hamba, maka ia ditangisi oleh mushallanya dari bumi dan oleh pembawa naik amalannya dari langit". Kemudian Ali membaca ayat:
فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالأرْضُ وَمَا كَانُوا مُنْظَرِينَ
(Famaa bakat 'alaihimussamaa-u wal-ardlu wa maa kaanuu mun-dhariiri). Artinya :"Langit dan bumi tiada menangisi mereka dan merekapun tiada diberi tangguh
(S. Ad-Dukhan, ayat 29).

Berkata Ibnu Abbas ra. : "Bumi menangisinya empat puluh pagi".

Berkata 'Atha' Al-Khurasani : "Tidaklah seorang hamba yarig bersujud kepada Allah satu sujud pada suatu pelosok dari pelosok-pe-Iosok bumi, melainkan pelosok itu naik saksi baginya pada hari qiamat dan menangisi kepadanya pada hari ia meninggal dunia".

Berkata Anas bin Malik : "Tiadalah suatu pelosok yang disebutkan nama Allah padanya dengan shalat atau dengan dzikir melainkan pelosok itu membanggakan diri dengan pelosok-pelosok lain disekitarnya. Dan merasa gembira dengan mengingati Allah 'Azza wa Jalla sampai kepada lapisannya yang paling penghabisan dari tujuh lapisan bumi. Dan tiadalah seorang hamba yang bangun berdiri mengerjakan shalat melainkan terhiaslah bumi karenanya". Dan ada yang mengatakan : "Tiadalah suatu tempat yang di tempati padanya suatu kaum, melainkan jadilah tempat itu berdo'a kepada mereka atau mengutuknya".

Bab kedua ;Tentang cara mengerjakan amalan dhahir dari shalat, permulaan dengan takbir dan yang sebelum takbir.

Seyogialah bagi orang yang mengerjakan shalat (mushalli), apabila telah selesai dari wudlu, dari bersuci daripada najis pada badan, tempat dan pakaian, dari menutupi aurat dari pusat sampai kepada lutut, bahwa ia tegak berdiri menghadap qiblat dan merenggangkan diantara kedua tapak kakinya, tidak dirapatkan keduanya.

Cara yang demikian itu, termasuk diantara yang menunjukkan kepada adanya pengertian dari seseorang. Dan : "Dilarang oleh Nabi صلى الله عليه وسلم  daripada "ash-shafan" dan as-shafad" dalam shalat''.
الصفد Ash-Shafad : yaitu merapatkan kedua tapak kaki. Di dalam Al-Quran tersebut firman Allah Ta'ala : مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ" Muqnrraniina fil-ash-fad" Artinya: "Mereka (orang-orang yang berdosa itu) terikat bersama-sama dengan rantai''. (S. Ibrahim, ayat 49).(1)
الصفن Ash-Shafan : yaitu mengangkatkan salah satu daripada dua kaki. Di dalam Al-Qur'an tersebut firman Allah Ta'ala : الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ "Ash-shaafinaa-tuljiyaad". Artinya : "Kuda-kuda yang jinak tenang waktu berhenti dan amat kencang larinya". (S. Shad, ayat 31). (2)

Inilah yang dijaga oleh orang yang mengerjakan shalat mengenai kedua kakinya ketika berdiri.

Dan dijaga mengenai kedua lututnya dan tulang belakangnya dengan lurus. Dan mengenai kepalanya, kalau ia mau, maka dibiarkannya tegak lurus dan kalau ia mau, maka ditundukkannya sedikit. Menundukkan kepala itu adalah lebih mendekatkan kepada khusyu' dan lebih memincingkan kepada mata.

Dan hendaklah matanya tertuju kepada mushallanya (tempat shalatnya), di mana ia mengerjakan shalat padanya. Jikalau ia tiada mempunyai tikar mushalla, maka hendaklah ia mendekati dinding atau menggariskan suatu garis dihadapannya. Karena dengan demikian, memendekkan jaraknya penglihatan dan mencegah daripada bersimpang-siurnya pikiran.
Dan hendaklah ia menahan penglihatannya daripada melampaui tepi tikar mushalla dan batas garis. Dan hendaklah berdiri tetap seperti itu sampai kepada ruku' tanpa berpaling ke mana-mana.

(1)Dari ayat ini, dipahami bahwa arti  "ash-shafad" ialah dirapatkan, sebagaimana pada ayat tersebut  "ash-fad", jama' dan "shafad", yang berarti "dirapatkan" dengan diikat dengan rantai.
(2)Pada ayat itu, tersebut "ash-shaaf inaat", artinya ; kuda yang jinak dan tenang sedang berhenti. Kata-kata "ash-shaafinaat", berasal dari kata mashdar "ash-shafan". Maka dipahami dari itu, bahwa arti "ash-shafan" ialah tegak berdtrinya seperti Kuda terhenti, mengangkat kakinya dsb. (peny).

Inilah adab berdiri!.
Apabila telah berdiri lurus, menghadap qiblat dan menundukkan kepala seperti yang tersebut itu, maka hendaklah ia membaca :
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
(Qul a'uudzu bi rabbinnaas)Artinya: "Katakanlah! Aku berlindung dengan Tuhan (Pemimpin manusia' untuk bermohon pada Tuhan penjagaan diri daripada setan".
Kemudian hendaklah ia Qaniat. Dan dalam ia mengharap akan kedatangan orang yang akan mengikutnya, maka hendaklah ia adzan lebih dahulu.

Kemudian, hendaklah ia niat, yaitu : niat shalat Dhuhur umpamanya dan mengatakan dengan hatinya : "Aku menunaikan fardlu Dhuhur karena Allah untuk membedakan dengan katanya  "Aku menunaikan shalat qadla. Dan dengan fardlu untuk membedakan daripada sunat. Dan dengan Dhuhur, untuk membedakan daripada 'Ashar dan lainnya.
Dan hendaklah pengertian kata-kata itu ada pada hatinya. Yaitu, itulah niat Dan kata-kata itu adalah. yang mengingatkan dan yang menjadi sebab untuk adanya niat itu.

Dan diusahakannya supaya yang demikian itu tetap sampai kepada akhirtakbiratul-ihram. tidak hilang-hilang. Apabila telah ada pada hatinya yang demikian itu, maka hendaklah ia mengangkat kedua tangannya sampai setentang dengan kedua bahunya setelah dilepas-kan lebih dahulu kedua tangan itu, di mana setentang dengan kedua tapak tangannya akan kedua bahunya dan dengan kedua ibu jarinya akan kedua ujung bawah telinganya. Dan dengan kepala anak-anak jarinya akan tepi atas kedua telinganya. Supaya adalah yang demikian itu menghimpunkan segala maksud hadits-hadits yang datang mengenai itu. Dan adalah orang yang mengerjakan shalat itu menghadap dengan kedua tapak tangannya dan dengan kedua ibu jarinya ke qiblat. Dan membuka segala anak jarinya, tidak menggenggamkannya. Dan tidak memaksakan pada anak-anak jari itu dengan merenggangkan dan menggenggamkan, tetapi membiar-kannya menurut biasanya saja, karena dinukilkan-menurut atsar-melepaskan dan menggenggamkan. Dan yang tersebut di atas tadi, adalah diantara keduanya (diantara melepaskan dan menggenggamkan). Maka itulah yang lebih utama.

Apabila telah tetap kedua tangan pada tempatnya itu, maka mulai-lah bertakbir serta melepaskan keduanya dan menghadlirkan niat. Kemudian meletakkan kedua tangan itu di atas pusat dan di bawah dada.

Dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri karena memulia-kan kanan, sehingga ia dipikul oleh yang kiri.

Telunjuk dan jari mati dari tangan kanan dilepaskan di atas sepanjang lengan. Dan digenggam dengan ibu jari, kelingking dan jari manis di atas pergelangan tangan kiri.

Sesungguhnya telah diriwayatkan bahwa takbir itu serta mengang-katkan kedua tangan, serta tetap keduanya dan serta melepaskan. Semuanya itu tak ada salah padanya. Dan saya berpendapat dengan melepaskan kedua tangan itu, adalah lebih layak.

Takbir itu adalah kata-kata untuk pengikatan ('aqad). Dan meletakkan salah satu daripada kedua tangan di atas yang lain adalah dalam bentuk pengikatan itu.Permulaan pengikatan itu ialah melepaskan kedua tangan ke bawah dankesudakannya meletakkan kedua tangan (di atas pusat dan di bawah dada).
Permulaan takbir itu alif ( ا  ) dan penghabisannya ra (ر ). Maka sepantasnyalah dipelihara penyesuaian diantara perbuatan dan pengikatan itu. Dan mengangkatkan tangan itu adalah merupakan muqaddimah bagi permulaan ini.

Kemudian, tidaklah seyogianya mengangkatkan kedua tangan itu ke depan sebagai pengangkatan tangan ketika takbir. Dan tidaklah menolakkan kedua tangan itu ke belakang kedua bahu dan tidaklah menghempaskan kedua tangan itu ke kanan dan ke kiri, apabila telah selesai daripada takbir.

Dan melepaskan kedua tangan itu dengan pelan-pelan, kemudian di mulai meletakkan yang kanan ke atas yang kiri setelah dilepaskan itu. Pada setengah riwayat, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم: "Adalah apabila telah bertakbir, lalu melepaskan kedua tangannya. Dan apabila hendak membaca maka diletakkannya tangan kanan ke atas tangan kiri".

Kalau riwayat ini shah (benar), maka adalah ini lebih utama dari pada yang kami sebutkan itu.
Adapun takbir, maka seyogialah ha ه  ) pada pengucapan الله  ALLAH itu dibaris-depankan, yaitu Allaahu, dengan suara ringan, tanpa bersangatan. Dan tidak masuk antara ha dan alif, yang menyerupakan (yaitu suara panjang), hal ini terbawa kalau dibacakan هو hu itu dengan suara keras.

Dan tidak masuk antara ba “  ak — ba - r dan “ra”-nya itu alif, seolah-olah dibacakannya ak — baa — r (dengan panjang suara pada ba). Dan dimatikan baris ra.takbir itu, tidak dibaris-depankan. Inilah cara takbir dan hal-hal yang menyertai takbir itu.

PEMBACAAN.

Kemudian, dimulainya dengan membaca "doa iftitah " (do'a pembukaan shalat). Dan baiklah dibacakan setelah membacakan الله أكبر "Allaahu akbar" itu :
 الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحانالله بكرة وأصيلا
(Allaahu akbar kabiiran wal hamdu lillaahi katsiiraa, wa subhaanal-laahi bukratan wa ashiila. وجهت وجهي Wajjahtu wajhia)—sampai kepada— وأنا من المسلمين wa ana minal muslimiin".)
Artinya : "Allah Maha Besar, segala pujian sebanyak-banyaknya bagi Allah. Maha Suci Allah pagi dan petang. Aku hadapkan wajah-ku". — sampai seterusnya kepada — pembacaan, yang artinya : dan aku adalah sebahagian daripada kaum muslimin.
Kemudian, dibacakannya :
 سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك وجل ثناؤك ولا إله غيرك
(Subhaanakallaahumma wa bihamdika wa tabaarakasmuka wa ta'aalaa jidduka wa jalla tsanaa-uka wa laa ilaaha ghairuk).Artinya : "Maha Suci Engkau wahai Tuhanku dan dengan memuji Engkau dan bertambah-tambahlah keagungan nama Engkau, maha besarlah pujian kepada Engkau dan tiadalah yang disembah selain Engkau ".

Supaya dengan pembacaan yang tersebut tadi, dapat menghimpun-kan diantara yang berpisah-pisah dari apa yang datang pada beberapa hadits.

Jikalau ia mengerjakan shalat di belakang imam, hendaklah diringkaskannya, apabila imam itu tiada lama diam sesudah bertakbir, dengan membaca di dalam diamnya itu.
Kemudian, dibacakan :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
(A-'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim).
Artinya : "Aku berlindung dengan Allah daripada setan yang kena kutuk ".
Kemudian, dibacakan "surat الفاتحة Al-Fatihah",di mulai dengan بسم الله الرحمن الرحيم"Bismil-laahir rahmaanir rahiim", dengan menyempurkan tasydid dan hu-rufnya.Dan diusahakan benar-benar membedakan diantara ضاد dlad (tebal) dan ضاد (tipis). Dan dibacakanآمين  "aamiin" pada akhir surat Al-Fatihah serta dipanjangkan pembacaan آمين "A amiin ". dan janganlah sekali-kali disambung آمين  "Aamiin"dengan ولا الضالين "wa ladl dlaalliin". Dan dikeraskan pembacaan (jhr) pada shalatShubuh, Maghrib dan 'lsya\ kecuali kalau ia pengikut imam (ma'mum).

Dan dikeraskan membaca : آمين "Aamiin". Kemudian dibacakan surat atau sekedar tiga ayat atau lebih daripada Al-Qur'an. Dan tidak disambung akhir surat yang dibaca itu dengan takbir berpindah untuk ruku'. Tetapi dipisahkan diantara keduanya sekedar pembacaan "Subhaanallaah".

Dan dibacakan pada shalat Shubuh surat-surat yang panjang dan pada shalatMaghrib, surat-surat yang pendek dan pada Dhuhur 'Ashar dan 'Isya seperti surat :والسماء ذات البروج "Was samaa-i dzaatil buruuj" dan yang mendekati panjangnya. Dan pada shalat Shubuh di dalam musafir, dibacakan :قل يا أيها الكافرون  "Qul yaa ayyuhal kaafiruun" dan قل هو الله أحد Qullhuwal-laahu ahad". Dan seperti itu pula pada dua raka'at shalat sunat Shubuh, sunat thawaf dan sunat tahiyyah masjid.

Orang yang mengerjakan shalat tadi pada semua itu, terus berdiri dan meletakkan kedua tangannya sebagaimana yang telah kami terangkan pada permulaan shalat dahulu.

RUKU' DAN SEGALA YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUKU'
Kemudian ia ruku ' dan dijaga pada ruku' itu beberapa perkara. Yaitu : bahwa ia bertakbir bagi ruku', mengangkatkan kedua tangan serta takbir ruku' & memanjangkantakbir itu sampai kepada ruku'. Meletakkan kedua tapak tangan atas dua lutut pada ruku' di mana segala anak jarinya dilepaskan menghadap arah ke qiblat atas sepan-jang betis. Bahwa ia menegakkan kedua lututnya, tidak dilipatkan. Bahwa ia memanjangkan punggungnya dengan lurus dan adalah lehemya dan kepalanya lurus menyamai dengan punggungnya seperti sebilah papan. Tidaklah kepalanya lebih rendah dan tidak lebih tinggi. Bahwa ia merenggangkan kedua sikunya daripada kedua lembungnya. Dan bagi wanita merapatkan kedua sikunya kepada kedua lembungnya.

Dan dibacakan pada ruku tiga kali :
سبحان ربي العظيم
(Subhaana rabbiyal 'adhiim)
Artinya : Maha Suci Tuhanku Yang Maha Besar".
Dan dilebihkan sampai tujuh dan sepuluh adalah baik, jika ia bukan imam.
Kemudian ia bangkit daripada ruku' kepada berdiri kembali dan mengangkatkan kedua tangannya, seraya membaca :
سمع الله لمن حمده
(Sami allaahu liman hamidah) =
Artinya : "Didengar oleh A llah akan siapa yang memujiNya ".
Dan berkeadaan tetaplah (berthuma'ninah) pada i'tidal itu, seraya membaca:
ربنا لك الحمد ملء السموات وملء الأرض وملء ما شئت من شيء بعد
(Rabbanaa lakalhamdu mil-us samaawaati wa mil-ul ardli wa mil-u maa syi'-ta min syai-in ba'du).Artinya : "Hai Tuhan Kami! Bagi Engkau segala pujian, memenuhi segala langit, memenuhi bumi dan memenuhi apa yang Engkau kehendaki dari sesuatu sesudahnya".

Dan tidak melamakan berdiri i'tidal ini, selain pada shalat Tasbih, shalat Kusuf(shalat gerhana matahari dan bulan) dan shalat Shubuh. (1)

Dan dibacakan qunut pada shalat Shubuh pada raka'at kedua sebelum sujud, dengan kalimah-kalimah do'a yang diperoleh dari hadits-hadits.

SUJUD.

Kemudian ia turun kepada sujud dengan bertakbir. Maka diletakkannya kedua lututnya di atas lantai. Dan diletakkannya dahinya, hidungnya dan kedua tapak tangannya dengan terbuka. Ia bertakbir ketika turun kepada sujud. Dan tidak mengangkatkan kedua tangan pada bukan ruku'.

Dan seyogialah, yang mula-mula jatuh ke atas lantai itu, kedua lututnya. Dan diletakkannya sesudah kedua lutut itu, kedua tangannya, kemudian mukanya. Dan diletakkannya dahi dan hidungnya atas lantai dan direnggangkannya kedua sikunya daripada kedua lembungnya. Dan wanita tidak berbuat demikian (artinya tidak merenggangkan kedua sikunya daripada kedua lembungnya).

Dan direnggangkan diantara kedua kaki dan wanita tidak berbuat demikian. Dan pada sujud itu, bagi laki-laki berbuat "takhwiyah" di atas lantai dan bagi wanita tidak berbuat "takhwiyah".
***Takhwiyah,yaitu : mengangkatkan perut daripada kedua paha danmenjarangkan diantara kedua lutut.

Dan diletakkan kedua tangan di atas lantai setentang dengan kedua bahu dan tidak dijarangkan diantara anak-anak jari kedua tangan itu, tetapi dirapatkan. Dan dirapatkan ibu jari kepada kedua tangan itu. Dan jika tidak dirapatkan pun, tiada mengapa.
Dan tidak didudukkan kedua lengan di atastlantai seperti duduk-nya anjing, karena yang demikian itu dilarang. Dan dibacakan di dalam sujud :
سبحان ربي الأعلى   
(Subhaana rabbiyal-a'Iaa). 3 X
Artinya : "Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi". Kalau dilebihkan dari tiga kali, adalah baik, kecuali ia imam.

Kemudian, bangkit daripada sujud, lalu duduk dengan tenang (thuma'ninah) dan lurus. Ia mengangkat kepala dari sujud dengan bertakbir dan duduk di atas kaki kiri serta menegakkan tapak kaki kanan dan meletakkan kedua tangan di atas kedua paha. Dan segala anak jarinya, terlepas (tidak tergenggam), tidak diberatkan mera-patkannya dan tidak merenggangkannya.
Dan membaca
 رب اغفر لي وارحمني وارزقني واهدني واجبرني وعافني واعف عني
Artinya "Hai Tuhanku! Ampunilah aku, kasihanilah aku, berikanlah aku rezeki, berikanlah aku petunjuk, tutupkanlah kekuranganku, berikanlah aku kesehatan danma'afkanlah aku!'


Dan tidak dilamakan duduk ini, kecuali pada sujud shalat sunat tasbih.
Dan dikerjakan sujud kedua seperti yang tadi juga.

Dan duduk dengan lurus sebentar untuk istirahat (istirahah) pada tiap-tiap raka'at, yang tidak duduk tasyahhud di belakang raka'at itu. Kemudian setelah duduk sebentar tadi, maka bangun berdiri dengan meletakkan tangan di atas lantai. Dan tidak mendahulukan salah satu daripada kedua kakinya ketika bangun berdiri itu, serta memanjangkan takbir sampai habis, diantara tengah-tengah dari bangkitnya daripada duduk sampai kepada tengah-tengah bangkitnya kepada berdiri, di mana"ha" dari ucapannya الله "Alla hu" adalah ketika duduknya sudah lurus. Dan كاف"kaff" dari أكبر "a k bar" ketika ia bertekan dengan tangan untuk berdiri dan را "ra" dari أكبر "akba r" pada tengah-tengah bangkitnya kepada berdiri. Dan di-mulainya pada tengah-tengah bangkitnya kepada berdiri, sehingga jatuh takbir itu pada tengah-tengah perpindahannya. Dan tidak terlepas daripada takbir selain kedua tepiperpindahan itu (permulaan perpindahan dan penghabisan perpindahan dari sujudkepada berdiri). Dan cara yang demikian adalah lebih mendekati kepada meratakan pembacaan ibadah.

Dan dikerjakan raka'at kedua seperti raka'at pertama dan diulangi pembacaanAuudzu billaah seperti pada permulaan shalat.

TASYAHHUD.
Kemudian membaca tasyahhud pada raka'at kedua yaitu, tasyahhud pertama.Kemudian membaca selawat kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم  . dan kepada keluarganya. Dan meletakkan tangan kanan ke atas paha kanan dan menggenggamkan segala anak jari kanan selain dari telunjuk. Dan tiada mengapa melepaskan ibu jari juga.
Dan diisyaratkan dengan telunjuk kanan saja ketika mengucapkan إلا الله   "illallaah",tidak ketika mengucapkan لا إله "Laa ilaaha

Duduk ia pada tasyahhud ini di atas kaki kiri seperti duduk diantara dua sujud. Dan pada tasyahhud akhir, disempurnakan do'a yang diterima dari Nabi sesudah membaca selawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   .

Sunat-sunat pada tasyahhud akhir, adalah seperti sunat-sunat pada tasyahhud pertama. Hanya pada tasyahhud akhir itu, duduk ia di atas punggung kiri, karena ia tidak bangun lagi untuk berdiri tetapi terus tetap menyiapkan shalatnya.

Dan ditidurkannya kaki kirinya yang keluar dari bawah dan ditegakkannya kaki kanannya serta diletakkan ujung ibu jari kakinya itu ke arah qiblat kalau tiada sukar. Kemudian membaca "السلام عليكم ورحمة الله Assalaa-mualaikum wa rahmatullaah " dan berpaling ke kanan, kira-kira keli-hatanlah pipi kanannya dari belakang dari sebelah kanan. Dan berpaling ke kiri, begitu pula dan membaca salam kedua.

Diniatkan keluar dari shalat dengan salam itu. Dan diniatkan dengan salam itu memberi salam kepada siapa yang ada di kanannya, dari para malaikat dan kaum muslim in pada salam pertama. Dan diniatkan begitu pula pada salam kedua.

Dibacakan salam itu dengan dimatikan huruf akhirnya dan tidak dibacakan dengansuara panjang. Begitulah sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم   .

Inilah caranya shalat seorang diri. Ditinggikan suara dengan segala takbir perpindahan (takbir intiqalat), yaitu sekedar yang dapat didengar oleh dirinya.

Pada shalat jama'ah, imam itu meniatkan imamah (menjadi imam shalat) supaya memperoleh kurnia Allah. Jikalau tidak diniatkan-nya, maka shalat orang ramai yang di belakangnya syah, apabila mereka itu meniatkan ikut imam (menjadi ma'mum). Dan mereka memperoleh pahala berjama'ah.

Dan dibaca dengan suara halus (sirr) do'a iftitah dan ta'awwuz (A'uudzu billaah) seperti orang yang bershalat seorang diri. Dan dibaca dengan suara keras (jahr) al-fatihah dan surat pada sha -lat Shubuh, dua raka'at pertama dari shalat 'Isya' dan Maghrib. Dan orang yang bershalat seorang diri membacanya begitu juga.

Dan dikeraskan membaca "A a m i n" pada, shalat yang di jahr kan (shalat Shubuh, 'Isya' dan Maghrib). Dan begitu pula ma'mum.
Dan disamakan oleh ma'mum membaca aaminnya, bersama-sama dengan aamin imam, tidak beriring-iring. Dan berdiam diri imam sebentar sesudah al-fatihah,supaya nafasnya normal kembali. Dan ma'mum dapat membaca al-fatihah shalat yang dijahrkan (shalat jahriyah) pada ketika imam berdiam diri itu, agar ma'mum dapat mendengar pembacaan imam.

Pada shalat jahriyah, ma'mum tidak membaca surat, kecuali apabila ia tiada mendengar suara imam.
Imam membaca سمع الله لمن حمده "Sami 'allaahu liman hamidah " ketika mengangkatkan kepalanya daripada ruku', Dan demikian juga ma'mum. Dan imam tidak melebihkan dari tiga kali membaca tasbih ruku' dan tasbih sujud. Dan tidak menambahkan bacaan pada tasyahhud pertama sesudah membaca "Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa ali Muhammad". Dan meringkaskan pada dua raka'at akhir atas al-fatihah saja, tidak memperpanjangkan, karena menyusahkan bagi para ma'mum.

Dan imam tidak menambahkan do'a pada tasyahhud akhir melebihi dari sekedar tasyahhud dan selawat kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم  Dan meniatkan ketika salam, memberi salam kepada orang banyak yang menjadi ma'mum dan kepada para malaikat, Dan orang banyak pun meniatkan dengan salamnya, menjawab salam imam.

Imam itu tetap pada tempat duduknya sekejap, sehingga selesai orang ramai dari salam dan ia menghadap kepada mereka itu dengan wajahnya. Yang lebih utama, imam itu tetap di situ dahulu, kalau di belakang ma'mum laki-laki ada ma'mum wanita, supaya kaum wanita itu pergi sebelum bangun imam. Dan tidak seorangpun dari ma'mum bangun berdiri, sebelum bangun berdiri imam.

Imam itu pergi keluar dari sebelah mana yang disukainya, dari sebelah kanan atau sebelah kiri. Dan menurut pendapatku, dari sebelah kanan adalah lebih baik.
Tidaklah imam itu menentukan do'a untuk dirinya saja pada qunut Shubuh, tetapi hendaklah ia membaca :اللهم اهدنا  "Allaahummah dinaa", artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah kami". (Tidak : Allaahummah dinii, yang artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Tunjukilah aku!).
Imam itu membaca qunut dengan suara keras dan para ma'mum mengaminkan,dengan mengangkatkan tangan tentang dada dan menyapukan muka ketika selesai dari do'a qunut.
Demikian menurut hadits yang diriwayatkan tentang itu, Kalau tidak karena hadits, maka secara qias (analogi), tangan itu tidaklah diangkatkan seperti pada akhir tasyahhud.

LARANGAN-LARANGAN.
Dilarang oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم   .الصفن  "ash-shafan" dan الصفد "ash-shafad" di dalam shalat dan sudah kami terangkan arti keduanya dahulu. Dan dilarang dari الإقعاء "iq'a", dariالسدل  "sadl", dari   كفت  kaff", dari  الاختصار "ikhtishar", dari الصلب"shalb",dari المواصلة "muwashalah", dari صلاة الحاقن "shalat al-haqin", dari "haqib", dari "hadziq", dari "shalat orang lapar", dari "shalat orang marah" dan dari "shalat orang yang menutup muka".
Adapun الإقعاء iq 'a  yaitu -menurut ahli bahasa- artinya : duduk di atas kedua punggung, menegakkan kedua lutut dan meletakkan kedua tangan ke atas lantai seperti duduk anjing. Dan -menurut ahli hadits-ialah : duduk di atas kedua betis dan tiada yang di atas lantai, selain dari ujung anak-anak jari kedua kaki dan kedua lutut.

Adapun السدل sadl, yaitu -menurut madzhab ahli hadits- ialah berselimut dengan kain dan memasukkan kedua tangan dari dalam, lalu ruku' dan sujud, dalam keadaan yang demikian. Cara yang begini ialah cara Yahudi di dalam sembahyangnya. Maka dilarang daripada menyerupakan dengan Yahudi.

Baju kemeja searti juga dengan kain itu, maka tidaklah wajar ruku' dan sujud, sedang kedua tangan di dalam selimutan kemeja.

Ada yang mengatakan arti السدل sadl, ialah meletakkan tengahan kain sarung di atas kepala dan melepaskan kedua pinggirnya, dari kanan dan kiri tanpa meletakkannya ke atas dua bahu. Arti yang pertama tadi adalah lebih mendekati kepada benar.

Adapun الكف kaff, yaitu mengangkatkan kain dari muka atau dari belakang, apabila mau sujud. Kadang-kadang الكف kaff itu pada rambut kepala. Dari itu, janganlah dikerjakan shalat, di mana ia menyanggul rambutnya. Larangan ini adalah terhadap laki-laki. Pada hadits tersebut :أمرتأن أسجد على سبعة أعضاء ولا أكفت شعرا ولا ثوبا 
(Umirtu an asjuda 'alaa sab-'ati a'-dlaa-in wa laa akuffu sya'-ran wa laa tsaubaa).
Artinya : "Disuruh aku supaya sujud dengan tujuh anggota badan dan tidak aku mengangkatkan rambut dan kain waktu sujud".

Ahmad bin Hanbal ra. memandang makruh berkain sarung di atas baju kurung panjang di dalam shalat dan dipandangnya sebahagian dari kaff.
Adapun الاختصار ikhtishar,ialah meletakkan kedua tangan pada pinggang.
Adapun الصلب shalb, ialah meletakkan kedua tangan pada pinggang, pada waktu berdiri dan merenggangkan antara kedua lengan pada waktu berdiri itu.
Adapun المواصلة muwashalah (menyambung), maka ada lima : Dua atas imam yaitu : imam itu tiada menyambung bacaannya dengan takbiratul-ihram dan tiada menyambung ruku'nya dengan bacaannya. Dua atas ma'mum yaitu ; ma'mum itu tiada menyambung takbiratul-ihramnya dengan takbiratul-ihram imam dan tiada menyambung salamnya dengan salam imam. Dan satu lagi di alas keduanya, yaitu : tidak menyambung salam fardiu (salam pertama) dengan salam kedua. Dan hendaklah dipisahkan diantara kedua salam itu.
Adapun shalat al-haqin, yaitu shalat orang yang mau buang air kecil (mau kencing). Dan haqib, yaitu shalat orang yang mau buang air besar (mau berak). Dan hadziq,yaitu orang yang mengerjakan shalat di dalam alas kaki (muza) yang sempit. Semuanya itu adalah mencegah daripada khusyu'.

Dan searti dengan yang di atas, ialah orang yang sedang lapar dan susah. Dipahami larangan shalat bagi orang yang sedang lapar, dari sabda Nabi صلى الله عليه وسلم  :
إذا حضر العشاء وأقيمت الصلاة فابدءوا بالعشاء
(Idzaa hadlaral'asyaa-u wa uqiimatish-shalaatu fab da-uu bil'asyaa-i
Artinya : "Apabila datang makanan malam dan di qamatkan shalat, maka mulailah dengan makanan malam!". (1) Kecuali sempit waktu atau hatinya tenang .

 1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas.

Pada suatu hadits tersebut :
الخبر لا يدخلن أحدكم الصلاة وهو مقطب ولا يصلين أحدكم وهو غضبان
(Laa yadkhulanna 'ahadukumush-shalaata wa huwa muqath-thabun wa laa yushalliyanna ahadukum wa huwa ghadlbaan).Artinya : "Janganlah seorang kamu melakukan shalat, sedang pikirannya terganggu. Dan janganlah bershalat seorang kamu, di mana dia sedang marah". (1)

Berkata Al-Hasan : "Tiap-tiap shalat yang tidak hadlir hati padanya, maka shalat itu lebih mendekati kepada siksaan".

Pada suatu hadits tersebut : "Tujuh perkara dalam shalat adalah dari setan : keluar darah dari hidung, datang ngantuk, datang kesangsian hati (waswas), menguap, menggaruk, berpaling muka dan bermain-main dengan sesuatu". Dan ditambah oleh setengah mereka : Lupa dan ragu". (2)

Berkata setengah salaf : "Empat perkara di dalam shalat termasuk bahagian tiada disukai : berpaling muka, menyapu muka, meratakan batu tempat shalat dan engkau mengerjakan shalat pada jalan orang yang melalui dihadapan engkau".

Dan juga dilarang di dalam shalat menjerejakkan anak-anak jari atau memukulkan anak-anak jari supaya berbunyi atau menutup muka atau meletakkan salah satu daripada kedua tapak tangan ke atas tapak tangan yang satu lagi dan memasukkan kedua tapak tangan itu diantara kedua paha pada ruku'.

Berkata setengah shahabat ra. : "Adalah kami berbuat demikian, maka dilarang kami daripadanya".

Dan dimakruhkan juga menghembus ke lantai ketika sujud untuk membersihkan lantai itu. Dan dimakruhkan juga meratakan batu dengan tangan, karena segala perbuatan tersebut tadi tidak diperlukan.

Dan tidak diangkatkan salah satu dari kedua tapak kaki, lalu diletakkan ke atas paha. Dan tidak bersandar ke dinding waktu berdiri. Kalau bersandar sehingga jikalau dinding itu ditarik, niscaya ia jatuh, maka pendapat yang lebih kuat batal (tidak syah) shalatnya.
Wallaahu a'lam — Allah yang Maha Tahu!.

1.Menurut Al Iraqi tidak pernah menjumpai Hadis ini
2.Dirawikan At Tirmidzi dari Uda bin Tsabit

MEMBEDAKAN FARDLU DAN SUNAT.
Sejumlah apa yang telah kami sebutkan itu, melengkapi kepada : fardiu, sunat, adabdan cara dari hal-ihwal yang sewajarnya dipe-lihara seluruhnya oleh seorang murid yang menuju jalan akhirat.

Maka yang fardlu, berjumlah dua belas perkara : niat, takbir, berdiri betul, al-fatihah, membungkuk pada ruku', sehingga kedua tapak tangannya sampai kepada kedua lututnya, serta thuma'ninah, i'tidal dari ruku' di dalam keadaan berdiri betul, sujud serta thuma'ninah dan tiada wajib meletakkan dua tangan, i'tidal dari sujud dengan duduk betul, duduk untuk tasyahhud akhir, membaca tasyahhud akhir, selawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   . padanya dan salam pertama.

Adapun niat keluar dari shalat, maka tiada wajib.
Selain dari yang dua belas itu, tiada wajib, tetapi adalah sunat dan menjadi hai-ah(cara) pada melakukan yang sunat itu dan pada melakukan yang fardiu.
Adapun sunat, maka yang termasuk bahagian perbuatan adalah empat : mengangkat kedua tangan pada takbiratul-ihram, pada ketika turun kepada rukupada ketika bangun kepada berdiri dan duduk untuk tasyahhud pertama.

Adapun apa yang kami sebutkan, mengenai cara membuka anak-anak jari dan batas mengangkatkannya, maka itu adalah cara (sunat hai-ah) yang mengikuti sunat di atas tadi.
Mengenai tawarruk (duduk dengan punggung ke lantai pada duduk tasyahhud akhir) dan iftirasy (duduk di atas tumit kaki kiri pada duduk tasyahhud pertama dan lainnya) adalah hai-ah yang mengikuti bagi duduk itu.

Menundukkan kepala dan meninggalkan berpaling muka adalah hai-ah bagi berdiri betul. Membaguskan bentuk dan duduk istirahat, tidaklah terhitung sebahagian daripada pokok-pokok sunat di dalam perbuatan shalat. Karena dia adalah sebagai pembaikan bagi cara (hai-ah) bangun dari sujud kepada berdiri betul. Dan tidaklah dimaksudkan untuk istirahat itu sendiri. Dari itu tidak kami asing-kan menerangkan nya.

Adapun yang sunat dari bacaan-bacaan (adz-kar), maka yaitu : do'a iftitah,kemudian membaca A 'uudzu billah (ta'awwudz), kemudian membaca aamin, maka itu adalah sunat mu-akkadah (sunat yang lebih dikuatkan dari sunat lainnya), kemudian membaca surat Al-Qur'an, kemudian takbir-takbir intiqalat (takbir yang dibacakan waktu berpindah dari rukun ke rukun), kemudian dzikir (pembacaan tasbih) pada ruku', sujud dan i'tidal dari keduanya, kemudian tasyahhud pertamadan selawat padanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم  kemudian do'a pada penghabisan tasyahhud akhir, kemudian salam kedua.

Walaupun semuanya yang di atas tadi, kami kumpulkan di dalam nama sunat, tetapi mempunyai derajat yang berlebih-kurang. Karena empat daripadanya ditempel dengan sujud sahwi (sujud karena lupa) kalau terlupa mengerjakannya.

Adapun yang sunat dari perbuatan shalat, maka adalah satu. Yaitu duduk pertamapada tasyahhud pertama. Maka duduk pertama ini, adalah membekaskan pada tata-tertib susunan shalat pada penglihatan orang yang melihatnya. Karena dengan duduk pertama itu, dikenal apakah shalat itu termasuk empat raka'at atau tidak. Lain halnya dengan mengangkat dua tangan. Maka tidaklah membekaskan pada perobahan susunan shalat.

Dari itu, disebut sunat yang menjadi sebahagian dari shalat (sunat ab-'adl). Dan dikatakan, sunat ab-'adl itu ditempel dengan sujud shawi apabila terlupa mengerjakannya.

Adapun sunat bacaan-bacaan (adz-kaar)itu, maka seluruhnya tidak berkehendak kepada sujud sahwi, selain tiga : qunut, tasyahhud pertama dan selawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, padanya. Lain halnya dengan takbir intiqalat, dzikir pada ruku', pada sujud dan pada i'tidal daripada keduanya. Karena ruku' dan sujud di dalam bentuknya,' sudah menyalahi daripada kebiasaan. Dari itu tercapai maksud ibadah dengan ruku' dan sujud itu, walaupun berdiam diri daripada membaca dzikir dan bertakbir intiqalat. Maka tidak adanya dzikir-dzikir itu, tidaklah merobah bentuk ibadah.

Adapun duduk bagi tasyahhud pertama, maka adalah perbuatan biasa. Dan duduk ini tidak ditambahkan melainkan karena membaca tasyahhud. Dari itu, meninggalkan duduk tasyahhud ini, terang benar membekasnya.

Adapun do'a iftitah dan membaca surat, maka meninggalkannya tiadalah membawa pengaruh apa-apa, di mana berdiri itu sudah terbentuk dengan membacakan al-fatihah. Dan sudah dapat dibeda-kan dari berdiri biasa, dengan al-fatihah itu,

Begitu pula do'a pada tasyahhud akhir dan qunut, adalah amat jauh daripada ditempel dengan sujud. Tetapi disuruh melamakan i'tidal pada shalat Shubuh karena qunut itu. Maka adalah melamakan i'tidal tadi seperti melamakan duduk istirahat. Karena duduk istirahat itu dengan melaraakannya serta membaca tasyahhud, menjadi duduk tasyahhud pertama.
Maka tinggallah ini menjadi berdiri yang dilamakan, yang biasa, di mana tak ada padanya dzikir wajib.

Tentang melamakan berdiri itu adalah menjaga dari bukan shalat Shubuh. Dan tentang kosongnya dari dzikir wajib, adalah menjaga dari pokok berdiri di dalah shalat.
Kalau anda bertanya bahwa ; membedakan sunat daripada fardlu, adalah dapat dipahami. Karena hilangnya syah shalat dengan hilangnya fardiu. Tidak dengan hilangnya sunat. Dan dihadapkan kepada siksaan dengan tidak -adanya fardlu, bukan dengan tidak adanya sunat. Adapun membedakan sunat dari sunat dan semuanya disuruh atas jalan sunat dan tak ada siksaan dengan meninggalkan segala yang sunat itu. Dan pahala itu ada dengan mengerjakan semuanya. Maka apakah artinya itu?.

Maka ketahuilah bahwa berserikatnya fardiu dan sunat pada pahala, siksa dan disukai, tidaklah menghilangkan adanya berlebih-kurang pada keduanya. Marilah kami terangkan kepada anda yang demikian itu dengan contoh. Yaitu : bahwa manusia tidaklah bemama manusia, yang ada, lagi sempurna, melainkan dengan pengertian bathin dan anggota dhahir.
Pengertian bathin ialah : hidup dan roh. Dan dhahir ialah segala anggota tubuhnya. Kemudian, sebagian daripada anggota tubuh itu, adalah manusia menjadi tidak ada dengan tidak adanya seperti : hati, jantung, otak dan semua anggota yang hilang hidup dengan hilangnya. Dan sebahagian, tidaklah hilang hidup dengan hilangnya, tetapi maksud hidup yang hilang seperti : mata, tangan, kaki dan lidah. Dan sebahagian,tidaklah hilang hidup dan maksudnya, tetapi yang hilang ialah kebagusan, seperti : dua alis mata, janggut, bulu mata dan kebagusan warna kulit. Dan sebahagian lagi, tidaklah hilang sebab kecantikan dengan tidak adanya, tetapi yang hilang ialah kesempurnaan kecantikan seperti: melengkung dua alis mata, hitam bulu janggut dan bulu mata, bersesuaian bentuk anggota dan bercampur merah dengan putih pada warna kulit. Maka ini semuanya adalah bertingkat-tingkat, yang berlebih-kurang.

Maka seperti itu pulalah ibadah mempunyai bentuk yang dibentuk oleh Syara' dan kita berbuat ibadah dengan mengusahakan bentuk itu.
Maka nyawa dan hidup bathinnya ialah : khusyu niat, hadlir hati dan ikhlas,sebagaimana akan diterangkan nanti. Dan sekarang kami terangkan bahagian-bahagian dhahirnya.
Maka ruku\ sujud, berdiri dan rukun-rukun lainnya daripada shalat adalah merupakan hati, kepala dan jantung. Karena tidak adalah wujud shalat dengan tidak adanya yang tersebut tadi.

Dan segala sunat yang telah kami sebutkan, dari mengangkatkan kedua tangan, do'a iftitah dan tasyahhud pertama daripada shalat adalah merupakan dua tangan, dua mata dan dua kaki. Dan tidaklah hilang syahnya shalat dengan tidak adanya sunat-sunat itu, sebagaimana tidak hilangnya hidup dengan hilangnya anggota-anggota tadi. Tetapi jadilah orang dengan sebab hilangnya, memperoleh cacat, dicela dan tidak disukai. Maka seperti itu pulalah orang yang menyingkatkan kepada yang sedikit dari yang mencukupi daripada shalat, adalah seperti orang yang mempersembahkan kepada maharaja, seorang budak yang hidup tetapi tidak bertangan dan berkaki.

Adapun hai-ah, yaitu yang bertingkat di belakang sunat. Maka adalah merupakan sesuatu yang membawa kepada kecantikan, seperti : dua alis mata, janggut, bulu mata dan kecantikan warna kulit.

Adapun tugas dzikir pada sunat-sunat itu, adalah menyempurnakan kecantikan seperti : melengkungnya dua alis mata, membulatnya janggut dan lainnya.
Maka shalat pada ketika itu, adalah merupakan pendekatan dan persembahan kehadlirat Raja-Diraja, seperti persembahan yang dipersembahkan oleh orang yang mencari kedekatan diri, kepada sultan-sultan.

Persembahan itu dipersembahkan kepada Allah 'Azza wa Jalla, kemudian dikembalikan kepada kita pada hari pertemuan akbar. Maka terserahlah kepada kita, untuk membaguskan bentuknya atau menjelekkannya. Kalau kita baguskan, maka adalah untuk kita sendiri dan kalau kita jelekkan, maka adalah di atas kita sendiri.

Dan tidaklah layak anda mengambil bahagian daripada mempelajari fiqih, untukmembedakan diantara yang fardiu dan yang sunat. Lalu tiada yang melekat pada paham anda tentang ciri-ciri sunat itu. selain daripada boleh meninggalkannya, lalu anda tinggalkan. Karena yang demikian itu, serupalah dengan kata dokter bahwa kerusakan mata tidaklah melenyapkan adanya manusia. Tetapi kerusakan mata itu menolak dibenarkan untuk diterima oleh sultan, apabila datang kepadanya membawa hadiah yang akan dipersembahkan.

Maka begitulah hendaknya dipahami tingkat-tingkat sunat, hai-ah dan adab. Sehingga tiap-tiap shalat yang tidak disempurnakan ruku' dan sujudnya, menjadi musuh pertama kepada yang empunya shalat itu di mana shalat mengatakan : "Disia-siakan oleh Allah kiranya engkau, sebagaimana engkau telah menyia nyiakan aku".
Maka perhatikanlah benar-benar, segala hadits yang telah kami bentangkan mengenai kesempurnaan rukun-rukun shalat, supaya jelaslah bagimu keadaan yang sebenarnya!.

Bab ketiga ; Mengenai syarat syarat bathiniyah daripada amaf perbuatan hati.
Hendak kami sebutkan pada Bab ini, hubungan shalat dengan khusyu' dan kehadliran hati. Kemudian kami sebutkan segala pengertian bathin, batas-batasnya, sebab-sebabnya dan obatnya. Kemudian hendak kami sebutkan perincian apa yang sewajarnya harus timbul pada tiap-tiap rukun dari rukun-rukun shalat. Supaya patut untuk perbekalan akhirat.
Penjelasan : pensyaratan khusyu' dan kehadliran hati :
Ketahuilah kiranya bahwa dalil-dalil yang demikian itu banyak. Diantaranya firman Allah Ta'ala :وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
(Aqimish-shalaata li-dzikrii).Artinya : "Dirikanlah shalat untuk mengingati Aku". (S. Thoha, ayat 14).Yang jelas dari perintah (amr) ialah wajib. Dan lengah itu berlawanan dengan mengingati. Orang yang lengah (lalai) dalam keseluruhan shalatnya, bagaimanakah ia mendirikan shalat untuk mengingati Tuhan? Dan firman Allah Ta'ala :
 وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
(Wa laa takun minal ghaafiliin).Artinya : "Dan janganlah engkau termasuk orang-orang lengah". (S. Al-A'raaf, ayat 205).adalah suatu larangan, dan dhahiriyahnya menunjukkan kepada pengharaman.

Dan firman Allah 'Azza wa Jalla :
حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
(Hattaa ta'Iamuu maa taquuluun)Artinya : "Sampai kamu mengetahui apa yang kamu katakan".(S. An-Nisa', ayat 43) adalah alasan bagi larangan meminum minuman yang memabukkan. Dan memabukkan itu sering terjadi pada orang yang alpa, yang karam dengan kesangsian dan pikiran-pikiran duniawi. Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم  :
إنما الصلاة تمسكن وتواضع
(Innamash shalaatu tamaskunun wa-tawaadlu' )Artinya : "Sesungguhnya shalat itu ialah ketetapan dan kerendahan hati", adalah pembatasan dengan adanya alif dan lam pada kata-kata shalaatu itu (yang berarti adanya shalat itu, terbatas dengan adanya ketetapan dan kerendahan hati). Dan kata-kata innamaa(sesungguhnya), berarti : penegasan dan penguatan, Dan dipahami oleh para ahli fiqih dari sabda Nabi صلى الله عليه وسلم  Sesungguhnya syuf'ah (1) ialah pada benda yang tiada dapat dibagikan ", adalah itu pembatasan, itsbat (positif) dan nafi(negatif).

Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Barangsiapa tidak dicegahkan oleh shalatnya dari perbuatan yang keji dan mungkar,maka tidaklah ia bertambah dekat, kepada Allah melainkan bertambah jauh" . Dan shalat orang yang lalai itu, tidaklah mencegah daripada kekejian dan kemungkaran.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  :
كم من قائم حظه من صلاته التعب والنصب 
(Kam  min qaa-imin, hadhdhuhu min shalaatihit ta-'abu wan nashabu)
Artinya : "Berapa banyak orang yang menegakkan shalat, memperoleh letih dan payah saja daripada shalat". (2) Dan tidaklah dimaksudkan oleh Nabi. صلى الله عليه وسلم    , dengan ucapannya itu, melainkan orang yang alpa.

1)Syuffah; yaitu : memiliki bahagian dari hak milik kongsi, dengan menggantikan harganya yang telah dijualnya kepada orang lain, la boleh menggantikan harganya Itu dengan tampa izin dan persetujuan dari kongslnya dan dari orang yang membelinya, asal benda itu benda tetap, tidak bisa dibagi, umpamanya : rumah dan tanah. Maka ulama fiqih memahami hadits itu-bahwa ia mengandung pembatasan, artinya terbatas syuf'ah pada yang tidak dapat dibagi saia, mengandung itsbat (positif) artinya : adanya syuf'ah pada benda yang tidak bisa dibagi (benda tetap) dan mengandung nafi (negatif), artinya : tidak adanya syuf'ah pada benda yang bisa dibagi (benda yang bergerak). —Peny.
(2) Dirawikan An-Nasa-i dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   :
ليس للعبد من صلاته إلا ما عقل منها
(Laisa lil-'abdi min shalaatihi illaa maa 'aqala minha).
Artinya : "Tiadalah bagi hamba daripada shalatnya, melainkan yang ada akal pikirannya pada shalat itu". (1)

Dan yang diyakini bahwa orang yang mengerjakan shalat itu adalah bermunajah dengan Tuhannya 'Azza wa Jalla, sebagaimana yang tersebut pada hadits. Dan berkata-kata dengan alpa, tidaklah sekali-kali dapat dinamakan munajah.

**Jelasnya, bahwa zakat kalau alpalah manusia daripadanya umpamanya, maka zakat itu sendiri adalah menyalahi bagi hawa-nafsu dan berat atas diri seseorang. Demikian juga puasa, yang memaksakan bagi kekuatan, menghancurkan kekuasaan hawa-nafsu yang menjadi alat bagi setan musuh Allah. Maka tiadalah jauh bahwa berhasil maksud daripada zakat itu serta alpa.

**Begitu pula hajji, segala amal perbuatannya adalah sulit dan berat. Di dalamnya dari mujahadah, diperoleh kesakitan, adakah hati itu hadlir beserta segala perbuatannya atau tidak?

**Adapun shalat, maka tak ada padanya selain daripada dzikir, bacaan, ruku', sujud, berdiri dan duduk.

**Adapun dzikir adalah bercakap-cakap dan bermunajah serta Allah Ta'ala. Maksud daripadanya, adakalanya berhadapan dan bercakap-cakap. Atau dimaksudkan daripadanya huruf-huruf dan suara-suara, sebagai ujian bagi lisan dengan amal perbuatan. Sebagaimana diuji perut dan kemaluan dengan menahan (imsak) pada puasa. Dan sebagaimana diuji tubuh dengan segala kesulitan waktu mengerjakan hajji. Dan diuji hati dengan kesulitan mengeluarkan zakat dan melepaskan harta yang dirindukan.

Dan tak ragu lagi bahwa bahagian ini batal. Sesungguhnya menggerakkan lisan dengan kelengahan, alangkah ringannya kepada orang yang alpa. Sebab, tak ada padanya ujian dari segi perbuatan. Tetapi yang dimaksudkan ialah huruf-huruf dari segi ia diucapkan. Dan tidaklah itu dinamakan ucapan, kecuali apabila melahirkan apa yang terkandung di dalam hati (dlamir). Dan tidak ada itu dilahirkan, kecuali dengan kehadliran hati. Maka apakah artinya اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ: "Ihdinash shiraathal mustaqiim" (Tunjukilah aku jalan yang lurus), apabila hati itu alpa. Apabila tidak dimaksudkan untuk merendahkan diri dan berdo'a? Maka manakah kesulitan pada menggerakkan lisan untuk membacanya serta alpa itu? Apa lagi kalau sudah dibiasakan!.

 (1) Kata Al-lraqi, bahwa la tidak mandapati hadits ini marfu'.

Demikian, mengenai dzikir-dzikir itu. Bahkan aku mengatakan, jikalau bersumpahlah seseorang dengan mengatakan : "Demi Allah, aku akan mengucapkan terima kasih kepada si Anu, aku puji dia dan aku mintakan sesuatu keperluan padanya". Kemudian berlakulah kata-kata yang menunjukkan kepada maksud-maksud itu, dengan lidahnya waktu ia sedang tidur, maka tidaklah ia terkena dengan sumpah itu. Dan jikalau berlaku kata-kata itu dengan lidahnya di dalam gelap dan si Anu itu hadlir di situ, sedang ia tidak mengetahuinya dan tidak melihatnya, maka tidaklah ia terkena dengan sumpahnya. Karena tidaklah kata-katanya itu ditujukan dan dituturkan kepada si Anu, selama dia itu tidak hadlir di dalam hatinya.

Jikalau kata-kata itu keluar pada lidahnya dan si Anu itu hadlir, pada siang hari, di mana yang mengucapkan itu sedang alpa, karam di dalam kerusuhan, dengan beraneka macam pikiran dan tak ada maksudnya menghadapkan kata-kata tadi kepada si Anu itu ketika mengucapkannya, niscaya tidaklah ia terkena pada sumpahnya itu.

Dan tidak syak lagi bahwa yang dimaksud daripada pembacaan dan dzikir-dzikir itu ialah : pujian, sanjungan, tadlarru' (merendahkan diri) dan do'a.

Dan yang dihadapi dengan pembicaraan itu ialah Allah 'Azza wa Jalla. Dan hati orang itu dengan hijab kealpaan, adalah terhijab daripada Allah Ta'ala, tiada melihat dan tiada menyaksikanNya, bahkan ia alpa daripada Yang Ditujukan itu. Lidahnya bergerak adalah disebabkan kebiasaan saja.

Maka alangkah jauhnya ini daripada yang dimaksudkan dengan shalat yang disuruh oleh Agama untuk mengasah hati, membarukan ingatan kepada Allah Ta'ala dan meneguhkan ikatan iman kepadaNya Inilah hukum bacaan dan dzikir!.

Kesimpulannya, maka inti ini tiada jalan untuk menentangnya pada pembacaan dan membedakannya daripada perbuatan.

Adapun ruku' dan sujud, maka yang dimaksudkan dengan keduanya itu, ialahmengagungkan semata-mata. Jikalau bolehlah meng-agungkan Allah 'Azza wa Jalla dengan perbuatan, sedang ia alpa daripadaNya, maka boleh pulalah ia mengagungkan patung yang terletak dihadapannya, sedang ia alpa daripadanya. Atau mengagungkan dinding tembok yang ada dihadapannya, sedang ia alpa daripadanya. Dan apabila keluar daripada adanya pengagungan itu, maka tidaklah tinggal, selain daripada semata-mata gerakan punggung dan kepala. Dan tak ada padanya kesukaran yang dimaksudkan oleh ujian padanya. Kemudian dijadikan semua itu tiang agamadan pemisah diantara kufur dan Islam. Dan didahulukannya dari hajji dan ibadah-ibadah lain dan diwajibkan bunuh dengan sebab meninggalkannya pada khususnya. Dan aku tidak melihat bahwa kebesaran yang demikian agung seluruhnya untuk shalat itu, dari segi amal perbuatan dhahiriyahnya, melainkan karena ditambahkan kepadanya maksud munajah itu, Maka yang demikian itulah,yang mendahulukannya daripada puasa, zakat, hajji dan lainnya. Bahkan daripada segala pengorbanan dan kurban, yang menjadi mujahadah dengan hawa nafsu dengan pengurangan harta. Berfirman Allah Ta'ala :
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
(Lan yanaalallaaha luhuumuhaa wa laa dimaa-uhaa wa laakin ya-naaluhut taqwaa minkum).
Artinya : "Tidak akan sampai daging dan darahnya itu kepada Tuhan, hanya yang sampai kepada Tuhan ialah taqwa (kepatuhan menjalankan kewajiban) dari kamu".(Al-Hajj ayat 37).

Artinya : suatu sifat yang menguasai hati, sehingga membawanya kepada menuruti segala perintah yang dituntut,Maka bagaimana urusannya mengenai shalat itu, apakah tiada tujuan pada segala amal perbuatannya?Inilah yang menunjukkan tentang arti disyaratkan kehadiran hati itu!

Kalau anda mengatakan, bahwa jika kita tetapkan dengan batal shalat dan kita jadikan kehadliran hati itu menjadi syarat pada shah shalat, niscaya kita telah menyalahi ijma' ulama fiqih. Karena mereka itu tiada mensyaratkan kehadliran hati, selain ketika takbiratul-ihram.
Maka ketahuilah kiranya bahwa telah diterangkan pada Kitab Ilmu dahulu, bahwa ulama-ulama fiqih itu tiada mengurus mengenai bathin dan tiada membuka persoalan hati dan jalan akhirat. Tetapi mereka mem bangun yang dhahir dari hukum-hukum Agama, pada yang dhahir dari perbuatan-perbuatan anggota badan. Dan perbuatan-perbuatan dhahir itu, adalah mencukupi untuk tidak dihukum bunuh dan tidak disiksa oleh sultan (penguasa).

Adapun tentang bermanfa'atnya di akhirat, maka ini tidaklah termasuk dalam perbatasan ilmu fiqih, sehingga tidak memungkinkan untuk didakwakan ijma'. Telah dinukilkan dari Bisyr bin Al-Harits, menurut yang diriwayatkan Abu Thalib Al-Makki dari Sufyan Ats-Tsuri, bahwa Sufyan Ats-Tsuri berkata : "Siapa yang tiada khusyu', maka tidak shah shalatnya"
.
Diriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa Al-Hasan berkata : "Tiap-tiap shalat yang tidak hadlir padanya hati, maka shalat itu lebih mencepatkan kepada siksaan".

Diriwayatkan dari Ma'az bin Jabal : "Barangsiapa mengenai orang di kanannya dan di kirinya dengan sengaja, sedang ia di dalam shalat, maka tak ada shalat baginya".
Dan diriwayatkan pula oleh Ma'az suatu hadits musnad, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda :
إن العبد ليصلي الصلاة لا يكتب له نصفها ولا ثلثها ولا ربعها ولا خمسها ولا سدسها ولا عشرها وكان يقول إنما يكتب للعبد من صلاته ما عقل منها (Innal'abda layushallish shalaata laa yuktabu lahu sudsuhaa wa laa 'usyruhaa wa innamaa yuktabu Iil-'abdi min shalaatihi maa 'aqala minhaa).Artinya : "Bahwa hamba untuk mengerjakan shalat, tidaklah dituliskan baginya seperenam dari shalat itu dan tidak sepersepuluhnya. Hanya dituliskan bagi hamba itu daripada shalatnya, apa yang di pergunakan akalnya daripadanya",(1)

Dan ini kalau dinukilkan dari orang lain, tentu telah dijadikan madzhab. Maka bagaimanakah tidak menjadi perpegangan?

Berkata Abdul-Wahid bin Zaid : "Telah ijma' (sepakat) para ulama, bahwa tiada bagi hamba daripada shalatnya, selain apa yang dipergunakannya akal padanya. Lalu pendapat itu dijadikan ijma'

Apa yang dinukilkan dari sejenis ini, daripada para ulama fuqaha yang wara' dan para ulama akhirat, adalah lebih banyak daripada dapat dihinggakan.

 (1) Dirawikan Abu Dawud, An-Nasa-i dan Ibnu Hibban dari 'Ammar bin Yasir.
 حديث إن عمار بن ياسر صلى فأخفها فقيل له خففت يا أبا اليقظان الحديث وفيه إن العبد ليصلي صلاة لا يكتب له نصفها ولا ثلثها إلى آخره أخرجه أحمد بإسناد صحيح

Yang benar, ialah kembali kepada dalil-dalil syari'at, hadits dan atsar yang jelas mengenai syarat ini. Tetapi kedudukan fatwa mengenai taklif yang dhahir itu, diukur menurut ukuran kesanggupan manusia. Maka tidak mungkin disyaratkan kepada orang banyak, untuk menghadlirkan hatinya di dalam keseluruhan shalat. Karena yang demikian itu, adalah seluruh manusia lemah daripadanya, kecuali jumlah yang sedikit.

Apabila tidak mungkin disyaratkan meratanya kehadliran hati itu, karena kesulitan tersebut, maka tiada jalan keluar selain daripada disyaratkan sekedar nama kehadliran hati itu, walaupun pada masa sekejap saja. Dan masa sekejap yang paling utama itu, ialah detik takbiratul-ihram. Dari itu, kita singkatkan taklif (dimestikan) dengan yang demikian.

Dalam pada itu, kita mengharap bahwa tidak adalah keadaan orang yang alpa di dalam keseluruhan shalatnya, seperti keadaan orang meninggalkan kehadliran hati itu secara keseluruhan. Karena orang yang alpa itu umumnya, tampil mengerjakannya pada dhahir dan menghadlirkan hatinya sekejap mata.Bagaimanakah tidak demikian? Orang yang mengerjakan shalat, serta berhadats (tidak berwudlu), karena lupa, maka shalatnya itu batal pada sisi Allah Ta'ala. Tetapi baginya pahala sekedar perbuatannya, keteledoran dan halangan yang dihadapinya.

Dan beserta harapan yang di atas tadi, maka ditakuti keadaan orang yang alpa itu lebih memburuk dari keadaan orang yang meninggalkan kehadliran hati. Bagaimana tidak? Orang yang datang melakukan pengkhidmatan dan berbuat sembrono tiba dihadapan, berkata-kata dengan kata-kata orang alpa, yang hina, adalah lebih buruk keadaannya dari orang yang tidak melakukan pengkhidmatan sama sekali.

Dan apabila berlawananlah diantara sebab takut dan sebab harap dan jadilah hal itu berbahaya pada dirinya, maka terserahlah kepada kita kemudian, memilihnya diantara berhati-hati dan mempermu-dah-mudahkan. Dan dalam pada itu, tidak diharapkan menyalahi ulama fiqih, yang berfatwa shahnya shalat serta alpa itu. Karena yang demikian adalah sebahagian daripada yang penting difatwakan, sebagaimana telah diperingatkan dahulu.

Siapa yang mengenai kunci rahasia shalat niscaya mengetahui bahwa kealpaan itu berlawanan dengan shalat. Tetapi telah kami sebutkan pada "Bab Perbedaan antara Ilmu Bathin dan Ilmu Dhahir pada Kitab Qaidah-qaidah 'Aqidah, bahwa kurangnyakesanggupan
manusia adalah salah satu sebab yang mencegah daripada penegasan segala apa yang terbuka dari rahasia syari'at.

Maka kami ringkaskan pembahasan sekedar ini karena mencukupilah kiranya bagi murid yang menuntut jalan akhirat. Tetapi bagi orang membangkang yang bemiat buruk, maka tiadalah maksud kami menghadapinya sekarang.

Pendek kata, bahwa kehadliran hati adalah nyawa shalat. Dan sekurang-kurangnya yang membuat nyawa itu tidak keluar, ialah hadlir-nya hati itu ketika takbiratul-ihram. Maka kurang dari itu adalah membinasakan. Dan semakin bertambah lagi, maka semakin me-ngembang nyawa itu di dalam segala bahagian shalat, Berapa banyak orang yang hidup yang tidak dapat bergerak lagi, yang mendekati kepada kematian. Maka shalat orang yang alpa itu, di dalam keselu-ruhannya selain ketika takbir, adalah seumpama orang hidup yang tak ada geraknya lagi. Kita bermohon kepada Allah akan pertolong-an yang baik!.

PENJELASAN : pengertian bathin yang menyempurnakan kehidupan shalat.
Ketahuilah, bahwa semua pengertian itu, banyaklah kata-kata yang ditujukan kepadanya. Tetapi dapat dikumpulkan oleh enam patah kata-kata, yaitu : kehadliran hati, pemahaman, pengagungan, kehe-batan, harap dan malu. Maka haruslah kami terangkan penguraian-nya, kemudian sebab-sebabnya, kemudian cara pada mengusahakannya.

Adapun penguraiannya, maka yang pertama, ialah kehadliran hati.

Kami maksudkan dengan kehadliran hati, ialah bahwa hati itu kosong dari yang lain, dari apa yang dilaksanakan dan yang dibicarakannya.

Maka adalah pengetahuannya dengan perbuatan dan perkataan itu, menyertai dengan keduanya. Dan tidaklah pikirannya, menerawang kepada yang lain.

Manakala pikirannya itu berpaling dari yang bukan apa ia di dalamnya, dan adalah di dalam hatinya ingatan bagi apa yang ia di dalamnya dan tak ada pada hati itu kealpaan dari keseluruhannya, maka sesungguhnya telah berhasillah kehadliran hati. Tetapi pemahaman arti dari kata-kata yang dibacakan, adalah suatu hal di balik kehadliran hati. Kadang-kadang hati itu hadlir bersama kata-kata dan tidak hadlir bersama arti dari kata-kata itu. Maka melengkapnya hati atas pengetahuan dengan arti dan kata-kata yang dibacakan, itulah yang kami maksudkan dengan pemahaman.

Dan ini, suatu kedudukan yang berlebih-kurang manusia padanya. Karena tiadalah bersekutu manusia tentang memahami segala arti Al-Qur'an dan tasbih-tasbih. Berapa banyak pengertian-pengertian yang halus, yang dipahami oleh orang yang mengerjakan shalat (mushalli), waktu sedang shalat dan tidak terlintas di hatinya yang demikian sebelumnya.

Dari segi inilah, shalat itu adalah pencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena shalat memberi pemahaman hal-hal, sudah pasti mencegah dari perbuatan keji.

Adapun pengagungan, yaitu suatu hal, di balik kehadliran hati dan pemahaman. Karena orang yang berbicara dengan budaknya sesuatu pembicaraan, adalah hatinya hadlir pada pembicaraan itu dan memahami artinya, sedang ia tidaklah mengagungkan budak itu. Maka pengagungan itu menambahkan kehadliran hati dan pemahaman arti.

Adapun kehebatan, maka menambahkan atas pengagungan. Bahkan kehebatan itu adalah ibarat dari ketakutan, yang timbulnya dari rasa pengagungan. Karena orang yang tidak takut, maka tidaklah dinamakan dia orang yang merasa kehebatan.Ketakutan kepada kalajengking dan kejahatan budi seseorang dan sebagainya, dari sebab-sebab yangmengejikan, tidaklah dinamakan takut kehebatan. Tetapi takut kepada sultan yang diagungkan, itulah yang dinamakan takut kehebatan. Kehebatan,ialah takut yang sumbernya pengagungan.

Adapun harap, maka tak ragu lagi, adalah suatu tambahan. Berapa banyak orang membesarkan seseorang raja; ia takut kepadanya atau takut akan kekuasaannya. Tetapi ia tiada mengharap akan pembalasannya.

Dan hamba sewajarnyalah mengharap dengan shalatnya itu, akan pahala daripada Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana ia takut dengan keteledorannya akan siksaan Allah 'Azza wa Jalla. Adapun malu, maka adalah suatu tambahan pada umumnya. Karena sandarannya ialah perasaan keteledoran dan sangkaan berdosa.

Dan tergambarlah pengagungan, takut dan harap, dengan tanpa malu, di mana tidak ada sangkaan teledor dan berbuat dosa.Adapun sebab-sebab daripada pengertian yang enam itu, maka ketahuilah kiranya bahwa kehadliran hati, sebabnya ialah cita-cita. Hati kita mengikuti cita-cita kita. Dia tidak hadlir, kecuali mengenai apa yang kita cita-citakan. Manakala ada sesuatu hal yang menjadi cita-cita kita, maka hadlirlah hati padanya, dengan kehendak atau tanpa kehendak. Hati itu terpaksa dan tunduk patuh kepadanya.

Apabila hati itu tidak hadlir di dalam shalat, bukanlah dia itu menganggur, tetapi menerawang pada cita-cita yang datang kepadanya dari hal-ikhwal duniawi.

Dari itu, tiada daya dan cara untuk menghadlirkan hati, selain dengan menjuruskan cita-cita kepada shalat. Dan cita-citanya itu, tidak menjurus kepadanya, selama belum nyata bahwa maksud yang dicari terpaku padanya. Yang demikian itu ialah iman dan membenarkan bahwa akhirat, adalah lebih baik dan kekal abadi. Dan shalat adalah jalan kepadanya.

Apabila ini ditambahkan kepada pengetahuan yang sejati dengan kehinaan dunia dan kepentingannya, niscaya secara keseluruhan, berhasillah kehadliran hati itu di dalam shalat. Dan dengan alasan yang seperti ini, hati anda itu hadlir apabila anda berada dihadapan sebahagian pembesar, yang tidak sanggup memberi kemelaratan dan kemanfa'atan kepadaanda.

Apabila hati itu tidak hadlir ketika bermunajah dengan Raja-Diraja, di mana di dalam tanganNya alam al-mulki dan alam al-malakut, kemanfa'atan dan kemelaratan, maka janganlah kiranya anda me-nyangka ada sesuatu sebab yang lain baginya, selain darikelemahan iman. Maka bersungguh-sungguhlah sekarang menguatkan iman itu! Dan caranya akan dibahas secara mendalam, tidak pada tempat ini.

Adapun pemahaman, maka sebabnya setelah kehadliran hati, ialah ketekunan berpikir dan menjuruskan hati kepada memahami arti. Dan obatnya adalah obat menghadlirkan hati, serta menghadapkan kepada pemikiran dan terus-menerus menolak segala yang terlintas di dalam bathin. Dan obat menolak segala yang terlintas yang membawa kepada kebimbangan bathin ialah memutuskan segala materi-nya. Yakni mencabut diri dari segala sebab yang menarik segala yang terlintas itu kepadanya. Selama materi-materi itu tidak dipiituskan maka selama itu pulalah, segala yang terlintas itu, tidak berpaling daripadanya.

Barangsiapa menyukai sesuatu, niscaya banyaklah menyebut-nyebutnya. Maka menyebut-nyebutkan yang disukai itu, lalu dengan sendirinya menyerbu ke dalam hati. Dari itu, kita melihat bahwa orang yang mencintai selain Allah Ta'ala, maka tidaklah bersih shalatnya dari lintasan-lintasan ke dalam bathin.

Adapun pengagungan, adalah suatu keadaan bagi hati, yang terjadi daripada dua ma'rifah (pengenalan) :

Pertama : mengenai kebesaran dan keagungan Allah 'Azza wa Jalla. Dan itu adalah sebagian dari pokok-pokok iman. Siapa yang tidak mengimani keagunganNya, niscaya jiwanya tidak meyakini akan keagunganNya.

Kedua : mengenali kehinaan diri, kerendahan dan keadaannya sebagai hamba yang mematuhi dan tunduk kepada Tuhannya. Sehingga dari ma'rifah yang dua ini, lahirlah ketenangan, kesepian hati dari dunia dan kekhusyukan jiwa kepada Allah yang Maha Suci. Lalu dikatakanlah yang demikian itu : pengagungan. Selama tidak terjalin ma'rifah kehinaan diri dengan ma'rifah keagungan Ilahi, maka selama itu pulalah tidak teratur keadaan pengagungan dan kekhusyukan hati.

Orang yang merasa tiada memerlukan kepada orang lain dan merasa aman kepada dirinya sendiri, maka boleh ia mengenai dari orang lain itu akan sifat keagungan. Dan tidaklah ke-khusyu'-an hati dan mengagungkan orang itu menjadi perilakunya,karena faktor yang lain yaitu mengenai kehinaan diri dan memerlukan diri kepada orang itu tidak ada padanya.

Adapun kehebatan dan ketakutan, maka adalah keadaan bagi diri, yang terjadi dari mengenal kekuasaan Allah, keperkasaan dan ke-tembusan kehendakNya, serta kurang perhatian kepadaNya. Dan kalaulah Ia membinasakan segala orang yang terdahulu dan yang terkemudian, niscaya tidaklah berkurang dari kerajaanNya sebesar biji صلى الله عليه وسلم   i pun. Hal ini, disamping membaca segala peristiwa yang berlaku pada nabi-nabi dan wali-wali, dari bermacam-macam musi-bah dan malapetaka, serta berkuasa Ia menolak, sebaliknya daripada apa yang tampak pada raja-raja dunia.

Kesimpulannya, semakin bertambah ilmu dengan Allah, maka semakin bertambah ketakutan dan kehebatan kepadaNya. Dan akan datang nanti, penjelasan sebab-sebab yang demikian, pada "Kitab Takut", dari "Rubu' Yang Melepaskan".

Adapun harap, maka sebabnya ialah karena mengenai kelemah-lembutan Allah 'Azza wa Jalla, kemurahanNya, kemerataan nik-matNya, kehalusan perbuatanNya dan mengenai kebenaranNya pada janjiNya akan sorga dengan shalat.

Apabila berhasillah keyakinan dengan janjiNya dan ma'rifah dengan kelemah-lembutanNya, niscaya dari keseluruhannya itu, pastilah membangkitkanpengharapan.

Adapun malu, maka adalah dengan perasaan keteledoran di dalam ibadah dan mengetahui dengan kelemahan menegakkan keagungan Allah 'Azza wa Jalla. Dan malu itu kuat dengan pengetahuan kekurangan diri, bahaya hawa nafsu, kurang keikhlasan, kotor kebathinan dan condong kepada kebahagiaan yang segera (dunia) di dalam segala amal perbuatannya. Serta mengetahui dengan keagungan, yang dikehendaki oleh kebesaran Allah 'Azza wa Jalla dan mengetahui bahwa Ia melihat kepada rahasia dan segala getaran hati, meskipun halus dan tersembunyi.

Segala pengetahuan ini, apabila mendatangkan keyakinan, niscaya membangkitlah dengan sendirinya dari hati itu suatu keadaan yang dinamakan malu.
Inilah sebab-sebab dari sifat-sifat itu. Tiap-tiap apa yang dicari supaya berhasil, maka obatnya ialah : mendatangkan sebab adanya. Di dalam mengenai sebab itu, dapatlah mengenai obatnya.

Dan pengikat segala sebab itu ialah iman dan yakin. Yakni : segala ma'rifah ini yang telah kami sebutkan.

Arti adanya yakin, ialah tiada ragu dan ma'rifah itu berkuasa pada hati, sebagaimana telah diterangkan pada "Penjelasan Tentang Yakin", dari Kitab Ilmu.

Menurut kadarnya yakin, khusyu'lah hati. Dari itu berkatalah 'Aisyah ra. : "Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bercakap-cakap dengan kami dan kami pun bercakap-cakap dengan beliau. Maka apabila datanglah shalat, lalu seakan-akan beliau tiada mengenai kami dan kami pun tiada mengenai beliau".

Diriwayatkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan wahyu kepada Musa as.: "Wahai Musa! Apabila engkau menyebut-kan (berdzikir) akan Aku, maka sebutkanlah akan Aku, di mana seluruh anggota tubuhmu bergerak. Dan adalah engkau ketika berdzikir kepadaKu itu khusyu' dan tenang. Apabila engkau me-nyebutkan akan Aku, maka jadikanlah lidahmu di belakang hatimu! Dan apabila engkau berdiri dihadapanKu, maka berdirilah sebagaimana berdirinya seorang hamba yang hina! Bermunajahlah dengan Aku, dengan hati yang gemetar dan lidah yang benar!".

Diriwayatkan bahwa Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada Musa as. : "Katakanlah (Musa) kepada ummatmu yang durhaka, agar mereka tiada menyebutkan akan Aku! Karena Aku telah berjanji kepada diriKu sendiri, bahwa siapa yang berdzikir kepada Aku, maka Aku ingat kepadanya. Maka apabila orang-orang yang durhakakan itu menyebutkan Aku, maka Aku sebutkan mereka dengan kutukan (la'nat)".

Ini, adalah mengenai perdurhaka yang tidak alpa mengingatiNya. Maka bagaimanakah pula, apabila berkumpul kealpaan dan kedurhakaan?.

Dan dengan berbagai macam pengertian yang telah kami sebutkan mengenai hati itu, terbagilah manusia kepada : orang yang alpa yang menyempurnakan shalatnya dan tidak hadlir hatinya sekejap pun di dalam shalat, dan orang yang menyempurnakan dan tidak hilang kehadliran hatinya sekejappun. Bahkan kadang-kadang seluruh perhatiannya kepada shalat, di mana ia tiada merasa apa yang berlaku dihadapannya. Karena itulah, Muslim bin Yassar, tiada merasa dengan jatuhnya tiang dalam masjid, di mana orang banyak sudah berkerumun kepadanya.

Setengah mereka, menghadliri shalat jama'ah pada suatu ketika dan sekali-kali tiada mengenai, siapa yang dikanannya dan yang dikirinya. Dan bunyi detakan jantung Ibrahim as. adalah terdengar sampai dua mil jaraknya. Dan suatu golongan ketika shalat itu pucat mukanya dan kembang-kempis perutnya.

Semuanya itu, tiadalah jauh daripada dapat dipahami. Karena berlipat gandanya yang demikian, dapat dipersaksikan pada cita-cita penduduk dunia dan ketakutan raja-raja dunia serta kelemahan dan kedla'ifan raja-raja itu. Dan memburuknya nasib yang diperoleh daripada raja-raja itu. Sehingga jikalau masuklah seseorang kepada raja atau menteri (wazir) dan membicarakan kepentingan-nya, kemudian keluar, lalu ditanyakan tentang orang di keliling raja atau tentang kain yang dipakai oleh raja, maka tiadalah sanggup ia menceriterakannya. Karena seluruh perhatiannya kepada raja, tidak kepada kain dan orang yang di kelilingnya.

Masing-masing orang mempunyai tingkatan daripada apa yang dikerjakannya. Maka keuntungan masing-masing daripada shalatnya, ialah menurut takut, khusyu' dan pengagungannya akan Allah.

Sesungguhnya tempat perhatian Allah akan hembaNya ialah hati, bukan gerakan dhahir. Dari itu, berkatalah setengah shahabat ra. : "DikumpUlkan manusia pada hari qiamat, menurut keadaan mereka di dalam shalat, dari thuma'ninah,ketenangan, dari adanya perasaan nikmat dan lezat dengan shalat.

Sesungguhnya benarlah perkataan itu, karena manusia itu seluruhnya dikumpulkan atas apa, ia mati. Dan ia mati atas apa ia hidup. Yang diperhatikan pada yang demikian itu ialah keadaan hatinya, tidak keadaan dirinya. Maka dari sifat hati, tertuang bentuk pada hari akhirat. Dan tidaklah terlepas, selain orang yang datang kepada Allah dengan hati yang sejahtera.

Kita bermohon kepada Allah akan kebaikan taufiq dengan kasih-sayang dan kemurahanNya!.

penjelasan :Obat yang bermanfa'at pada kehadliran hati.
Ketahuilah! Bahwa orang mu'min tak boleh tidak, mengagungkan Allah 'Azza wa Jalla, takut kepadaNya, mengharap daripadaNya dan malu karena keteledorannya,

Maka tidaklah terlepas seorang mu'min itu dari hal-ikhwal yang tersebut tadi sesudah keimanannya, walaupun kekuatan hal-ikhwal tadi, adalah menurut kekuatan keyakinannya. Terlepasnya dari keadaan yang tersebut di dalam shalat, tiada sebabnya, selain daripada bercerai-berai pemikiran, bersimpang-siur yang terlintas pada hati, Ienyap jiwa daripada munajah dan alpa daripada shalat. Dan tidaklah yang melengahkan dari shalat, selain lintasan-lintasan yang mendatang dan yang membimbangkan.

Maka obat untuk menghadlirkan hati itu, ialah menolak segala lintasan yang terlintas di dalam hati. Dan sesuatu itu tidak dapat ditolak, selain dengan menolak sebabnya. Maka hendaklah diketahui sebabnya. Dan sebab kedatangan lintasan-lintasan itu, adakalanya, ia sesuatu yang datang dari luar atau sesuatu yang berada di dalam (bathiniyah).

Adapun yang dari luar, ialah sesuatu yang mengetok pendengaran atau yangnyata pada penglihatan. Kadang-kadang yang demikian itu, mempengaruhi cita-cita, sehingga diturutinya dan ia bertindak padanya. Kemudian tertariklah pemikiran daripadanya kepada yang lain dan lalu tali-bertalilah.

Memandang itu adalah menjadi sebab untuk berpikir. Kemudian, sebahagian pemikiran itu menjadi sebab bagi pemikiran yang lain. Siapa yang kuat niatnya dan tinggi cita-citanya, niscaya tidaklah dapat diganggu oleh apa yang berlaku atas pancaindranya.

Tetapi orang yang lemah -sudah pasti- membawa kepada bercerai-berai pemikirannya. Dan obatnya, ialah memutuskan segala sebab itu, dengan memincingkan matanya atau mengerjakan shalat dalam rumah yang gelap atau tidak membiarkan dihadapannya sesuatu yang mengganggu pancaindranya dan mendekatkan diri kepada dinding ketika shalat, sehingga tiadalah luas jarak pemandangannya. Dan menjaga daripada melakukan shalat di tepi jalan, pada tempat-tempat yang penuh dengan ukiran kesenian dan pada tikar yang dicelup dengan warna yang menarik.

Dari itu, adalah orang-orang yang rajin beribadah, melakukan ibadahnya pada rumah kecil yang gelap. Luasnya sekedar dapat bersujud, supaya yang demikian itu, dapat mengumpulkan segala cita-citanya.

Orang-orang kuat daripada mereka, datang ke masjid dan menutup-kan mata. Dan tidak melampaui pandangan nya daripada tempat sujud. Mereka melihat bahwa kesempurnaan shalat adalah dengan tiada mengenai orang yang di kanan dan yang di kirinya. Adalah Ibnu Umar ra. tiada membiarkan pada tempat shalatnya mashhaf. Ia tiada membiarkan pedang, melainkan dicabutkannya dan tulisan melainkan dihapuskannya.

Adapun sebab-sebab bathiniyah, maka adalah lebih sulit lagi. Karena siapa yang bercabang ingatannya pada lembah-lembah dunia, niscaya tiadalah terkungkung pemikirannya pada suatu persoalan. Tetapi senantiasalah terbang melayang dari sudut ke sudut. Dan pemicingan mata, tiadalah memadai baginya. Karena apa yang telah jatuh ke dalam lubuk hatinya tadi, telah cukup untuk membim-bangkannya.

Dari itu, jalannya ialah menarik diri secara paksa, kepada memahami apa yang dibacakan di dalam shalat dan memberikan perhatian kepadanya, tidak kepada yang lain. Dan dapat menolongnya untuk yang demikian, dengan mengadakan persiapan sebelum ber-takbiratul-ihram, dengan memperbaharukan ke dalam jiwanya ingatan kepada akhirat, tempat tegak munajah, berbahayanya tempat berdiri dihadapan Allah Ta'ala dan huru-haranya peman-dangan. Dan menyelesaikan hatinya sebelum bertakbir untuk shalat, daripada apa saja yang mempengaruhinya. Sehingga tiada lagi tempat di dalam jiwanya untuk sesuatu urusan yang berpaling kepadanya lintasan bathinnya.

Bersabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . kepada Usman bin Abi Syaibah :
إني نسيت أن أقول لك أن تخمر القدر الذي في البيت . فإنه لا ينبغي أن يكون في البيت شيء يشغل الناس عن صلاتهم
(Innii nasiitu an aquula laka an tukhmiral qidral ladzii fil baiti fainnahu laa yanbaghii an yakuuna fil baiti syai-un yasyghalun naasa 'an shalaatihim).Artinya : "Aku lupa mengatakan kepadamu, supaya engkau menyembunyikan periuk yang ada di rumah. Maka sesungguhnya tiada wajar, ada di rumah sesuatu, yang mengganggu manusia dari shalatnya".(1).

1.Dirawikan Abu Dawud dari Usman bin Thalhah

Inilah jalan menenteramkan pikiran. Kalau tiada juga menenteram-kan pikiran dengan obat yang menenteramkan, maka tiadalah yang melepaskannya, melainkan obat cuci perut yang mengeluarkan benda penyakit dari urat yang paling dalam. Yaitu : memperhatikan kepada segala keadaan, yang menyeleweng, yang mempengaruhi daripada kehadliran hati.
Dan tiada ragu kiranya, bahwa segala keadaan itu kembali kepada kepentingannya. Dan kepentingan itu, menjadi kepentingan hawa-nasfunya. Maka hendaklah ia menyiksakan dirinya dengan mencabut diri dari segala hawa-nafsu dan memutuskan segala hubungan. Segala yang mengganggunya dari shalat, maka adalah lawan Agama-nya dan tentara Iblis musuhnya. Menahankannya, adalah lebih mendatangkan melarat kepadanya daripada menge luar kannya. Maka haruslah ia membersihkan diri daripadanya dengan mengeluarkan benda yang mengganggu itu, Sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم: "tatkala memakai -khamishah- (kain hitam empat persegi) yang dihadiahkan oleh Abu Jahm kepadanya. Dan pada kain itu ada cap bendera Nabi. Lalu Nabi bershalat dengan kain itu. Maka dibukanya sesudah shalat", seraya bersabda :
 اذهبوا بها إلى أبي جهم فإنها ألهتني آنفا عن صلاتي وائتوني بأنبجانية أبي جهم
(Idzhabuu bihaa ilaa abii jahmin fa-innahaa alhatnii aanifan 'an shalaatii wa'-tuunii bi-anbijaaniyyati abii jahm).Artinya : "Kembalikanlah kain ini kepada Abu Jahm, karena telah mengganggu aku tadi dari shalatku. Dan bawalah saja kepadaku kain selimut Abu Jahm (1)

Rasulullah صلى الله عليه وسلم   menyuruh memperbaharukan alas kakinya bahagian atas. Kemudian beliau memandang kepadanya di dalam shalat, karena barunya. Maka beliau suruh membukanya dan mengembalikan bahagian atas alas kaki yang lama.

Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلمم memakai alas kaki, lalu mena'jubkan beliau oleh kebagusannya. Maka beliau bersujud kepada Allah, kemudian bersabda; "Aku merendahkan diri kepada Tuhanku 'Azza wa Jalla, kiranya tidak dikutukiNya aku". Kemudian beliau keluar membawa alas kaki itu dan memberikannya kepada peminta pertama yang dijumpainya. Kemudian, disuruhnya Ali ra. membelikan dua alas kaki dari kulit yang disamak, yang telah dibuang bulunya, lalu dipakainya.

1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah.

Adalah pada tangan Rasulullah صلى الله عليه وسلم   sebentuk cincin dari emas, sebelum diharamkan. Dan ketika itu beliau di atas mimbar, lalu dilemparkannya cincin itu, seraya bersabda : "Diganggu aku oleh benda ini, karena memandang kepadanya dan memandang kepada kamu ".

Diriwayatkan : "Bahwa Abu Thalhah bershalat dalam suatu dinding tembok, padanya ada sebatang kayu. Maka mena'jubkannya oleh seekor burung yang kehitam-hitaman, terbang di pohon itu mencari jalan keluar. Lalu diikuti oleh Abu Thalhah sebentar burung itu dengan matanya. Kemudian ia tiada mengetahui lagi, berapa raka'at sudah shalatnya. Maka Abu Thalhah menerangkan apa yang telah menimpa dirinya dari kekacauan itu, kepada Nabi صلى الله عليه وسلم   . Kemudian ia menyambung : "Wahai Rasulullah! Dinding tembok itu adalah sedekahku. Perbuatkanlah menurut kehendakmu!".

Diriwayatkan dari orang lain, bahwa Abu Thalhah bershalat di dalam dinding temboknya dan pohon kurma berbuat lebat. Maka Abu Thalhah memandang kepada pohon kurma itu dan mena'jub-kannya. Sehingga ia tak tahu, berapa raka'at sudah shalatnya. Peristiwa ini diceriterakannya kepada Usman ra. seraya ia mengatakan : "Dinding tembok itu, sedekahku, buatkanlah dia pada jalan Allah 'Azza wa Jalla!". Maka dijual oleh Usman ra. dengan lima puluh ribu.

Mereka berbuat demikian, untuk menghilangkan bahan yang mengganggu pemikiran dan menutup apa yang telah terjadi daripada kekurangan shalat.

Inilah obat yang mencegah unsur penyakit dan tidak mempan dengan yang lain.
Apa yang telah kami sebutkan dari berlemah-lembutnya menetapkan hati dan mengembalikannya kepada memahami dzikir, adalah bermanfa'at pada hawa nafsu yang lemah dan angan-angan yang tidak mengganggu selain dari tepi-tepi hati.

Adapun hawa nafsu yang meluapluap, yang payah dikendalikan, maka tidaklah bermanfa'at padanya penetapan hati dengan kelemah-lembutan. Tetapi senantiasalah engkau menarik dia dan dia menarik engkau. Kemudian ia mengalahkan engkau dan berlalulah seluruh shalat engkau dalam gangguan tarik-menarik. Adalah seumpama seorang lelaki, di bawah sepohon kayu. Ia bermaksud hendak menjemihkan pikirannya, tetapi nyanyian burung pipit mengganggunya. Maka senantiasalah diusirnya burung pipit itu, dengan sepotong kayu pada tangannya. Dan kembali ia menenangkan pikirannya. Kemudian burung itu kembali lagi, lalu iapun kembali mengusirnya dengan kayu yang ada di tangannya.

Maka berkatalah orang kepadanya : "Ini adalah pekerjaan yang tak ada hasilnya! Dan tidak akan habis. Kalau engkau mau terlepas, maka potonglah pohon itu!".

Maka seperti itu pulalah pohon hawa nafsu. Apabila telah bercabang dan banyak ranting-rantingnya, niscaya tertarik kepadanya segala pikiran, sebagaimana tertariknya burung-burung pipit kepada pohon-pohon. Dan tertariknya lalat kepada barang-barang buruk. Dan lamalah usaha untuk mengeny ah kannya.

Lalat itu, tiap kali dihancurkan, kembali lagi berkembang. Dari itulah, maka ia dinamakan lalat. Maka seperti itu pulalah, segala lintasan di dalam hati.

Hawa nafsu itu banyak macamnya. Amat sedikitlah manusia terlepas daripadanya. Dan semuanya itu dikumpulkan oleh satu pokok, yaitu : mencintai dunia.

Dan begitu pula, kepala tiap-tiap kesalahan, sendi tiap-tiap kekurangan dan sumber tiap-tiap kerusakan. Maka siapa yang terlibat hatinya kepada mencintai dunia, sehingga condong kepada sesuatu daripadanya, bukan untuk mencari bekal daripadanya dan memperoleh pertolongan untuk negeri akhirat, maka janganlah diharapkan, akan jernih kelezatan bermunajah di dalam shalat. Karena orang yang senang dengan dunia, niscaya ia tidak senang dengan Allah Ta'ala dan dengan bermunajah dengan Dia.

Cita-cita seseorang, adalah beserta kesayangannya. Kalau kesayangannya ada pada dunia, maka -sudah pasti- kemauannya berpaling kepada dunia itu.

Tetapi, dalam pada itu, tiadalah wajar meninggalkan mujahadah, mengembalikan hati kepada shalat dan menyedikitkan sebab-sebab yang menjadi gangguan.

Ini adalah obat yang pahit. Dan karena pahitnya, maka dimuntahkan oleh tabi'at manusia. Sehingga tinggallah penyakit itu melum-puhkan badan dan jadilah penyakit itu penghalang. Sehingga beberapa pembesar, bersungguh-sungguh melakukan shalat dua raka'at, di mana mereka tiada memperkatakan dengan dirinya di dalam shalat tadi, akan hal-ikhwal duniawi, maka temyata mereka lemah dari yang demikian itu. Maka tak adalah harapan seperti kita-kita ini!.

Semoga kiranya, selamatlah shalat kita, setengah atau sepertiga dari padanya, dari kebimbangan hati. Supaya kita termasuk orang yang mencampurkan amalan baik dan amalan buruk.

Kesimpulannya, maka cita-cita dunia dan cita-cita akhirat di dalam hati, adalah seperti air yang dituangkan ke dalam gelas yang penuh dengan cuka. Seberapa banyak air yang masuk ke dalam gelas itu, maka -sudah pasti- sebanyak itu pula cuka keluar. Dan tidaklah keduanya itu berkumpul menjadi satu.

Penjelasan : perincian apa yang selayaknya hadlir di dalam hati, pada tiap-tiap rukun dan syarat dari perbuatan shalat.

Maka kami katakan, hak anda kalau benarlah anda dari orang-orang yang mencari akhirat, ialah yang pertama-tama tidak melengahkan segala peringatan yang mengenai syarat-syarat dan rukun-rukun shalat.

Adapun syarat-syarat yang mendahului shalat, yaitu : adzan, bersuci, menutup aurat, menghadap qiblat, berdiri betul dan niat. Apabila kita mendengarseruan muadzin, maka hadlirkanlah kiranya ke dalam hati kita, huru-hara seruanpada hari qiamat. Dan bersiaplah dengan dhahir dan bathin kita, memperkenan dan menyegerakan. Karena orang-orang yang menyegerakan diri kepada seruan ini, adalah mereka yang diserukan dengan lembah-lembut pada hari pertemuan akbaritu. Maka bawalah hatimu kepada seruan ini! Kalau anda memperolehnya penuh dengan kesenangan dan kegembiraan, melimpah-limpah dengan keinginan untuk ber-segera, maka ketahuilah bahwa anda didatangi oleh seruan dengan berita gembiradan kemenangan di hari keputusan yang akan tiba.
Karena itulah, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم  :
(Arihnaayaa bilaal)= أرحنا يا بلال
Artinya : "Berikanlah kesenangan kepada kami, hai Bilal". (1)

 (1) Dirawikan Abu Dawud dari Bilal.

Artinya : Berikanlah kesenangan kepada kami dengan shalat dan dengan seruan kepadanya! Karena kecintaan hati Nabi صلى الله عليه وسلم adalah padanya.

Adapun bersuci, maka apabila anda telah laksanakan pada tempat anda, yaitulingkungan yang mengelilingi anda, yang lebih jauh, kemudian padapakaian anda, yaitu pembalut anda yang lebih dekat, kemudian pada kulit anda, yaitu kulit anda yang lebih dekat lagi, maka janganlah anda melupakan isi badan anda, yang menjadi diri anda sendiri, yaitu hati anda. Maka bersungguh-sungguhLah menyucikan hati itu, dengan bertaubat dari menyesali diri atas perbuatan yang telah terlanjur dan memusatkan cita-cita, untuk meninggalkannya pada masa yang akan datang. Maka sucikanlah bathin anda dengan yang tersebut tadi, karena bathiniah tempat yang dilihat oleh Tuhan yang kita sembah.

Adapun menutup aurat, maka ketahuilah bahwa arti menutup aurat itu, ialah menutup tempat-tempat yang jelek pada badan anda dari mata manusia.

Sesungguhnya yang dhahir dari badan anda, adalah tempat pandangan manusia. Maka bagaimanakah pikiran anda mengenai aurat bathin anda dan rahasia-rahasia anda yang keji, yang tidak dilihat selain oleh Tuhan anda 'Azza wa Jalla, Maka kemukakanlah segala kekejian itu pada hati anda dan mintalah diri anda menutupkannya. Dan yakinlah bahwa tiada suatupun yang dapat menutupkannya pada penglihatan Allah Ta'ala. Hanya segala kekejian itu dapat ditutup oleh penyesalan, malu dan takut, Maka dengan menghadlirkan segala kekejian itu ke dalam hati, dapatlah anda memperoleh faedah, menggerakkan tentara takut danmalu dari tempat persembunyiannya. Lalu dengan yang demikian, anda hinakan diri anda dan hati anda akan menjadi tenteram di bawah perasaan malu itu. Dan tegak berdirilah anda dihadapan Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana berdirinya hamba yang berdosa, yang berbuat jahat dan yang melarikan diri selama ini, yang telah menyesal. Maka ia kembali kepada tuannya dengan kepala menekur, karena malu dan takut.

Adapun menghadap qiblat, yaitu memalingkan wajah dhahir anda dari pihak-pibak yang lain, ke pihak Baitullah. Adakah anda berpendapat, bahwa memalingkan hati dari segala hal yang lain, kepada perintah Allah 'Azza wa Jalla, tidak diminta dari anda?.
Amat jauh dari yang demikian! Maka tidaklah diminta selain itu!.

Sesungguhnya segala yang dhahir ini, adalah segala penggerak bagi bathin, pengendalian dan penenangan bagi segala anggota badan, dengan penetapan arah yang satu itu. Sehingga segala yang dhahir itu, tidak mendurhakai hati. Karena apabila ia mendurhakai dan menganiayai di dalam segala geraknya dan berpalingnya kepada segala pihak itu, niscaya dia menarik akan hati dan berbalik daripada wajah Allah 'Azza wa Jalla.
Dari itu, hendaklah wajah hati engkau bersama dengan wajah tubuh engkau!.

Ketahuilah kiranya bahwa sebagaimana muka tidak menghadap ke arah Baitullah, kecuali dengan berpaling dari lainnya, maka begitu pula hati tiada akan berpaling kepada Allah 'Azza wa Jalla, kecuali dengan mengosongkan hati itu daripada lainNya.
Telah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم: "Apabila berdirilah hamba kepada shalatnya, maka hawa-nafsunya, wajahnya dan hatinya berpaling kepada Allah 'Azza wa Jalla, adalah seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya(1)

Adapun i'tidal dengan berdiri betul, adalah berdiri lurus dengan diri dhahir dan hatinya dihadapan Allah 'Azza wa Jalla. Maka hendaklah kepala anda, yaitu anggota tubuh anda yang tertinggi, menekur, menunduk dan melihat ke bawah! Dan hendaklah kerendahan kepala dari ketinggiannya, memberi pengertian kepada keharusan bagi hati untuk merendahkan, menghinakan dan melepaskan dari sifat keangkuhan dan kesombongan! Dan hendaklah ada pada ingatan anda di sini, tergurisnya di hati berdiri dihadapan Allah 'Azza wa Jalla, pada huru-hara pandangan ketika datang untuk pertanyaan amal!.

Ketahuilah, dalam keadaan ini, sesungguhnya anda adalah berdiri dihadapan Allah 'Azza wa Jalla! Ia melihat kepada anda. Dari itu berdirilah dihadapanNya, sebagaimana anda berdiri dihadapan setengah raja-raja zaman sekarang, kalau anda merasa lemah dari pada mengenai dzatNya yang Maha Tinggi, Tetapi umpamakanlah selama anda berdiri di dalam shalat itu, bahwa anda diperhatikan dan diintip oleh mata yang bersinar berapi-api, dari seorang laki-laki yang shalih, dari keluarga anda atau dari orang yang anda mgini, untuk mengenai anda sebagai orang shalih. Maka pada ketika itu, tenanglah sendi-sendi anda, khusyu'lah anggota-anggota tubuh

1.Menurut Al-lraq, beliau tidak menjumpai hadith ini.

anda dan tenteramlah segala bahagian badan anda. Karena takut dikatakan anda oleh orang yang lemah lagi miskin itu, bahwa anda kurang khusyu".
Apabila anda telah merasa pada diri anda, dengan pemegangan diri, dari perhatian hamba yang miskin itu, maka celalah diri anda dan katakanlah kepada diri itu :"Bahwa engkau, hai diri, mendakwakan mengenai dan mencintai Allah, Apakah engkau tidak malu dari keberanian engkau kepadaNya, serta engkau memuliakan salah seorang daripada hambaNya? Atau engkau takut kepada manusia dan engkau tidak takut kepadaNya? Pada hal, Dialah yang lebih berhak ditakuti! Karena itu, tatkala bertanya Abu Hurairah  "Bagaimanakah malu kepada Allah?".
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم  : "Engkau malu kepadaNya, adalah sebagaimana engkau malu kepada laki-laki yang baik dari kaum engkau". (1)
Dan diriwayatkan pada riwayat yang lain : "dari keluarga engkau".

Adapun niat, maka berhasratlah untuk memenuhi perintah Allah 'Azza wa Jalla, pada mengikuti perintahNya dengan shalat dan menyempurnakannya, mencegah dari segala yang meruntuhkan dan yang merusakkan shalat itu. Serta mengikhlaskan semuanya itu bagi wajah Allah Ta'ala, karena mengharap pahala dari padaNya, takut daripada siksaanNya, mencari kehampiran diri padaNya dan mengharapkan nikmat dengan keizinanNya.

Awaslah pada bermunajah itu dengan adabmu yang buruk dan ma'siatmu yang banyak. Dan agungkanlah di dalam jiwamu banyak sedikitnya bermunajah dengan Dia! Dan lihatlah dengan siapa anda bermunajah dan bagaimana anda bermunajah! Dan dengan apa anda bermunajah?.
Pada ketika ini sewajarnyalah berkeringat pipimu daripada perasaan malu, kembang-kempislah perutmu daripada perasaan kehebatan dan menguninglah wajahmu daripada perasaan ketakutan.

Adapun takbir, apabila lisan anda mengucapkannya, maka seyogialah tidak didustakannya oleh hati anda. Kalau di dalam hati anda, ada sesuatu, yang lebih agung daripada Allah Ta'ala, maka Allah menyaksikan, bahwa anda itu pembohong, meskipun perkataan anda itu benar.

 (1) Dirawikan Al-Kharaithi dari Abu Hurairah.

Seperti yang disaksikan pada orang-orang munafiq tentang perkataan mereka, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم  itu Rasul Allah.

Kalau hawa-nafsu anda lebih keras pada anda daripada perintah Allah 'Azza wa Jalla, sehingga anda lebih mematuhi panggilan hawa-nafsu itu daripada panggilan Allah, maka sesungguhnya anda telah mengambil hawa-nafsu itu menjadi Tuhan anda dan telah mengagungkannya. Maka adalah ucapan Allahu Akbar (Allah Maha Besar) itu, adalah ucapan dengan lisan semata-mata. Dan hati menyalahi daripada menolong lisan itu.

Alangkah besarnya bahaya yang demikian itu, jikalau tidaklah bertaubat, bermohon ampun dan membaikkan sangka dengan kemurahan dan kema'afan Allah Ta'ala.

Adapun do'a iftitah, maka kata-kata pertamanya ialah ucapan anda : "Wajjahtu wajhia lilladzii fatharas-samaawaati wal-ardh". (Aku hadapkan wajah ku kepada yang menjarlikan langit dan bumi)Tidaklah dimaksudkan dengan wajah itu,wajah dhahir. Karena anda apabila menghadapkan wajah itu ke arah qiblat dan Allah Ta'ala maha suci, daripada didapati oleh pihak-pihak, sehingga anda menghadapkan dengan wajah tubuh anda kepadaNya. Sesungguhnya wajah hatilah, yang anda hadapkan kepada Pencipta langit dan bumi. Maka lihatlah kepada hati itu, adakah ia menghadap kepada cita-citanya dan kemauannya, di rumah dan di pasir; yang mengikuti hawa-nafsu atau menghadap kepada Pencipta langit?".
Awaslah daripada adanya permulaan munajah anda itu, dengan bohong dan dibuat-buat. Dan tidaklah berpaling wajah itu kepada Allah Ta'ala, selain dengan berpalingnya daripada selain Allah.

Dari itu, bersungguh-sungguhlah pada waktu sekarang, memaling-kannya kepada Allah. Dan jikalau anda lemah terus-menerus daripada yang demikian, maka hendaklah ada pada waktu sekarang ini, ucapan anda itu benar!.

Apabila anda mengucapkan : "hanifam-muslima" (memilih agama yang benar, lagi muslim), maka seyogialah bahwa, terlintas pada hati anda, bahwa muslim, ialah yang selamat orang muslim in lain daripada lidah dan tangannya. Kalau tidak adalah anda seperti yang demikian, maka adalah anda pembohong. Maka berusahalah sung-guh-sungguh, untuk berhasrat yang demikian pada masa yang akan datang dan menyesali diri terhadap hal-ikhwal yang telah lalu,

Apabila anda mengucapkan : "wa maa ana minal muij^n^an. (dan tidaklah aku termasuk orang musyrik), maka guriskanlah hatinya hati anda "syirk khafi", (mempersekutukan Tuhan secara tersembunyi, tidak kelihatan). Bahwa firman Allah Ta'ala :
 فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
(Fa man kaana yarjuu liqaa-a rabbihii falya'mal amalan shaalihan wa laa yusyrik bi'ibadati rabbihii ahadaa).Artinya : "Maka siapa yang mengharap akan menemui Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan pekerjaan yang baik-baik dan jangan dia mempersekutukan dalam menyembah Tuhannya (peribadatan) dengan siapapun".(S. Al-Kahf, ayat 110),turun mengenai orang yang bermaksud dengan ibadahnya akan wajah Allah dan pujian manusia.

Hendaklah anda berhati-hati menjaga diri dari syirk ini! Dan meresaplah kiranya perasaan malu di dalam hati anda, kalau anda menyifatkan diri sendiri, bahwa anda tidaklah termasuk orang musyrik, tanpa terlepas dari pada syirk itu.

Nama syirk itu, terjadi pada sedikit dan banyak dari padanya.Apabila anda mengucapkan : "mahyaaya wa mamaatii lillaah" (hidup ku dan matiku bagi Allah),maka ketahuilah bahwa ini adalah keadaan seorang hamba yang memandang dirinya tidak ada, hanya adanya untuk tuannya.

Bahwa sesungguhnya, kalau terbitlah kata-kata tadi dari orang, yang relanya dan marahnya, tegaknya dan duduknya, sukanya kepada hidup dan takutnya kepada mati, untuk urusan keduniaan, maka tiadalah sesuai kata-kata itu dengan keadaan.

Apabila anda mengucapkan : "A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim" (Aku berlindung dengan Allah daripada setan yang terkutuk), maka ketahuilah bahwa setan itu musuh mu dan mencari kesempatan untuk memalingkan hatimu daripada Allah 'Azza wa Jalla. Karena dengkinya kepadamu bermunajah dengan Allah Ta'ala dan sujudmu kepadaNya. Sedang dia telah terkutuk, disebabkan satu sujud yang ditinggalkannya dan tidak disetujuinya.

Bahwa engkau berlindung dengan Allah Ta'ala daripada setan, adalah dengan meninggalkan apa yang disukai setan dan mengganti-kannya dengan apa yang disukai Allah 'Azza wa Jalla. Tidaklah dengan semata-mata perkataan engkau itu saja. Karena orang yang dimaksudkan oleh binatang buas atau oleh musuh, mau diterkam atau dibunuhnya, lalu mengucapkan : "Aku berlindung daripadamu dengan benteng yang kokoh kuat itu", sedang ia tetap pada tempatnya, maka yang demikian itu, tiadalah bermanfa'at baginya. Tetapi tidaklah melindunginya, kecuali dengan menggantikan tempat itu.

Seperti itu pulalah orang yang menuruti hawa-nafsu, yang menjadi kesukaan setan dan kebencian Tuhan, maka tiada mencukupi dengan semata-mata perkataan. Tetapi hendaklah disertakan perkataan itu dengan hasrat melindungkan diri dengan benteng Allah 'Azza wa Jalla daripada kejahatan setan itu.

Dan bentengNya, ialah:"Laa ilaaha illallaah" (Tiada yang disembah dengan sebenarnya, selain Allah). Karena berfirman Allah Ta'ala, menurut apa yang diterangkan oleh Nabi kita صلى الله عليه وسلم   . :
لا إله إلا الله حصني فمن دخل حصني أمن من عذابي  
(Laa ilaaha illallaahu hishnii faman dakhala hishnii amina min 'adzaabii).
Artinya : "Laa ilaaha illallaah adalah bentengKu. Maka siapa yang masuk ke dalam bentengKu, niscaya ia aman daripada azabKu". (1)

Yang berbenteng dengan benteng Allah, ialah orang yang tiada menyembah selain Allah swt.
Adapun orang yang mengambil hawa-nafsunya menjadi tuhannya, maka dia adalah di dalam tanah lapang setan, tidak di dalam benteng Allah 'Azza wa Jalla.

Ketahuilah bahwa diantara tipu-daya setan itu ialah diganggunya anda di dalam shalat, dengan mengingati akhirat dan memahami perbuatan kebajikan, supaya mencegah anda daripada memahami apa yang anda baca.

Maka ketahuilah bahwa tiap-tiap yang mengganggu anda daripada memahami arti bacaan anda, itu adalah gangguan setan. Karena bukanlah gerak lidah yang dimaksud, tetapi yang dimaksud ialah arti dari gerak lidah itu.

 (1) Dirawikan Al-Hakim dan Abu Na'im dari Ali dengan isnad dla'if

Adapun bacaan, maka manusia mengenai bacaan ini tiga golongan.
A.Segolongan ialah orang yang menggerakkan lidahnya dan hatinya alpa.
B.Segolongan orang yang menggerakkan lidahnya dan hatinya mengikuti lidahnya, maka ia mengerti dan mendengar bacaan dari lidahnya, seakan-akan ia mendengar dari orang lain. Yaitu : derajat orang golongan kanan. 

C.Segolongan lagi, ialah orang, pertama-tama : mendahului hatinya kepada maksud, kemudian lidahnya berkhidmat kepada hati, lalu lidah itu menjadi juru-bahasa daripada hati. Maka dibedakan, antara lidah menjadi juru-bahasa dari hati atau guru dari hati. Adapun orang muqarrabun (orang-orang yang menghampirkan diri kepada Allah Ta'ala), lidah mereka itu adalah juru-bahasa yang menuruti hati dan tidaklah hati yang menuruti lidah.

Perincian terjemah dari segala maksud yang dibaca itu, ialah apabila anda membaca : "Bismillaahir rahmaanir rahiim", (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), maka berniatlah memperoleh barakah (berkat) untuk memulai bacaan kalam Allah Ta'ala. Dan pahamilah bahwa maksudnya, ialah : segala sesuatu itu seluruhnya pada Allah Ta'ala.

Dan yang dimaksudkan dengan "nama " di sini, ialah "yang dinamakan " (yang diberi nama kepadanya).Apabila segala sesuatu adalah pada Allah Ta'ala, maka tegaslah, bahwa pujian itu adalah bagi Allah. Artinya : syukur (terima kasih) itu bagi Allah, karena segala nikmat itu daripada Allah.

Siapa yang melihat, nikmat itu dari selain Allah atau bermaksud bersyukur kepada selain Allah, tidak dari segi bahwa yang lain dari Allah itu adalah menjalankan perintah Allah Ta'ala, maka pada menamakan dan memujikan yang lain dari Allah itu, mengandung kekurangan, menurut kadar berpalingnya kepada selain Allah.

Apabila anda membaca  الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "arrahmaanir-rahiim".(yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), maka hadlirkanlah ke dalam hati anda segala macam kasih-sayangNya. Supaya jelaslah bagi anda rahmatNya, lalu tergeraklah harapan anda, kemudian meluaplah dari hati anda keagungan dan ketakutan dengan ucapan andaمَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ "maliki yaumiddin" (Yang memerintah hati agama).

Adapun keagungan, maka karena tak adalah pemerintahan, melainkan kepunyaanNya. Dan adapun takut, maka karena kehuru-haraan hari pembalasan dan penghitungan amal, di mana Dialah yang mempunyainya.
Kemudian perbaharuilah keikhlasan dengan ucapan anda : إِيَّاكَ نَعْبُدُ "Iyyaa-ka na'budu"(Hanyalah Engkau yang kami sembah!) Dan perbaharuilah rasa kelemahan diri, rasa berhajat kepadaNya dan tidak mempunyai daya dan upaya, dengan ucapan anda :وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ "Wa iyyaaka nasta'iin" (Dan kepada Engkau kami memohon pertolongan!) Dan yakinlah, bahwa tiadalah memperoleh kemudahan berbuat ta'at, melainkan dengan pertolonganNya. Dialah yang mempunyai nikmat, karena memberikan taufiq kepada kita untuk berbuat ta'at kepadaNya. Dan dijadikanNya kita, dapat berkhidmat memper-hambakan diri kepadaNya dan menjadikan kita dapat bermunajah dengan Dia.

Kalau tidak dianugerahiNya kita daripada memperoleh taufiq, niscaya adalah kita termasuk orang-orang yang terusir bersama setan yang terkutuk.

Kemudian apabila anda telah selesai daripada membaca : "A'uudzu billaah", daripada membaca : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "Bismillaahir-rahmaanir-rahiim", dari pada membaca : "Alhamdulillaah", dan daripada melahirkan hajat umumnya kepada pertolonganNya, maka tentukanlah permohon-anmu! Dan tidak meminta selain daripada hajatmu yang terpen ting, yaitu ucapkanlah :اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ "Ihdinash-shiraathal-mustaqiim"(Pimpinlah kami ke jalan yang lurus), yang membawa kami ke sisi Engkau dan menghantarkan kami kepada kerelaan Engkau!.

Dan tambahkanlah penguraian, perincian, peneguhan dan pengakuan bersama mereka yang telah dianugerahiNya kenikmatan petunjuk, yaitu nabi-nabi, orang-orang shiddiq, orang-orang syahid dan orang-orang shalih. Tidak mereka yang telah dimarahi, yaitu : Yahudi, Nasrani dan Majusi.

Kemudian bermohonlah makbul, dengan mengucapkan : "Aamin"(Perkenankanlah ya Allah!).
Apabila sudah membaca al-fatihah seperti yang tersebut diatas, maka menyerupailah anda dengan orang-orang yang dikatakan oleh Allah Ta'ala tentang mereka itu, menurut apa yang diceriterakan Nabi صلى الله عليه وسلم   . : "Aku bagi shalat itu dua bahagian, antaraKu dan ham-baKu. Sebahagian bagiKu dan sebahagian lagi bagi hambaKu. Dan hambaKu memperoleh apa yang dimintanya". Berkatalah hamba :الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "Alhamdulillaahi rabbil-'aalamiin" (Segala pujian untuk Allah, Pemimpin semesta alam), maka berfirman Allah 'Azza wa Jalla : "Telah dipuji Aku oleh hambaKu dan disanjunginya Aku". Yaitu : maksud dari bacaannya : "Sami'allaahu liman hamidah". (Didengar oleh Allah siapa yang memujiNya). (1)

Kalau sekiranya tak ada bagi anda keuntungan dari shalat itu, selain dari diingati oleh Allah akan anda di dalam kebesaran dan keagunganNya, maka itupun merupakan suatu hadiah yang berharga. Maka betapa lagi dengan apa yang anda harapkan, yang merupakan pahala dan kurnia dari padaNya?.

Begitu pula, sewajarnyalah anda pahami tiap-tiap yang anda baca dari surat-surat Al-Qur'an, sebagaimana akan datang penjelasannya pada Kita Membaca Al-Qur~an.Maka janganlah anda alpa dari perintahNya, dan laranganNya, janji nikmatNya dan janji 'azabNya, segala pengajaranNya, berita dari nabi-nabiNya, ingatan kepada nikmat-nikmatNya dan kebaikanNya.

Masing-masing itu mempunyai hak. Maka harap, adalah hakdari
janji nikmat. Dan takut, adalah hak dari janji 'azab. Dan cita-cita, adalah hak darisuruhan dan larangan. Dan menerima pengajaran adalah hak dari pengajaran. Syukur adalah hak dari ingatan kepada nikmat. Dan memperoleh pengertian adalah hak berita dari Nabi-Nabi.
Diriwayatkan, bahwa Zararah bin Aufa, tatkala sampai pembacaannya kepada firman Allah Ta'ala :
(Fa idzaa nuqira fin-naaquur) = فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ
Artinya: "Ketika terompet dibunyikan (S. Al-Muddatstsir, ayat 8).
lalu jatuh tersungkur dan meninggal dunia.
Adalah Ibrahim An-Nakha'i, apabila mendengar firman Allah :
(Idzas-samaa-un-syaqqat) = إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ Artinya : "Ketika langit belah". (S. Al-Insyiqaq, ayat 1), gemetar tubuhnya sehingga lemahlah sendi-sendinya.

Berkata Abdullah bin Waqid : "Saya melihat Ibnu Umar mengerjakan shalat, dalam keadaan tidak sadar. Kiranya benarlah, bahwa hatinya terbakar dengan janji nikmat dan janji 'azab Tuhannya. Karena dia adalah hamba yang berdosa lagi hina, dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, lagi Maha Perkasa!'

Dan adalah segala pengertian tadi, menurut tingkat pemahaman masing-masing. Dan pemahaman itu adalah menurut kesempurnaan ilmu dan kebersihan hati. Dan tingkat-tingkat tersebut, tidak terhingga banyaknya.

 (1) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.

ilmu dan kebersihan hati. Dan tingkat-tingkat tersebut, tidak terhingga banyaknya.
Shalat itu adalah kunci hati. Di dalam shalat terbukalah segala kunci rahasia kalimah-kalimah yang dibaca. Dan inilah hak bacaan, juga hak dzikir dan tasbih. Kemudian, dijaga kehebatan pada bacaan, maka bacalah dengan bacaan yang bagus dan tidak terburu. Karena dengan demikian, lebih memudahkan bagi perhatian.

Dan diperbedakan pada pembacaan itu, diantara turun naiknya suara, mengenai ayat-ayat yang mengandung rahmat dan "azab, janji pahala dan janji siksa, pemujian, pengagungan dan penghor-matan.

Adalah An-Nakha'i apabila melalui di dalam pembacaannya seperti firman Allah Ta'ala :
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ
 (Mat-takhadzallaahu miw-waladin wa maa kaana ma'ahuu min ilaah).
Artinya : "Allah tiada mengambil (mempunyaij anak dan tiada pula Tuhan yang lain disampingNya". (S. Al-Mu'minun, ayat 91),maka beliau merendahlah suaranya, seperti orang yang malu menyebutkan sesuatu yang tidak layak.

Diriwayatkan, bahwa dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an : "Bacalah, tinggikanlah dan baguskanlah pembacaan, sebagaimana engkau membaguskanpembacaan mengenai ikhwal duniawi!". (1)

Adapun berkekalan berdiri di dalam shalat, adalah pemberitahuan kepada ketegakan hati serta Allah Ta'ala di atas sifat dari kehadlirannya.

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
 إن الله عز وجل مقبل على المصلي ما لم يلتفت
(Innallaaha 'azza wa jalla muqbilun "alal-mushallii maalam yaltafit).
Artinya : "Sesungguhnya Allah Ta'ala menghadap pada orang yang bershalat, selama orang itu tiada berpaling kepada yang lain". (2)

1.Dirawikan Abu Dawud At Tirmidzi dan lain lain dari Abdullah Bin Umar,Hadis Baik dan sahih
2.Dirawikan Abu Dawud ,An Nasa-i dan Lain Lain dari Abi Dzar

Sebagaimana harus menjaga kepala dan mata daripada berpaling kepada segala pihak, maka seperti itu pulalah wajib menjaga rahasia (bathin) daripada berpaling kepada bukan shalat. Apabila berpaling kepada yang lain, maka peringatilah hati itu, bahwa Allah Ta'ala melihatnya. Dan merupakan penghinaan yang keji kepada Allah ketika kealpaan orang yang bermunajah itu. Supaya kembalilah hati itu kepadaNya.

Dan haruslah mengusah akan khusyu' bagi hati, dengan terlepasnya hati daripada berpaling kepada yang lain, pada bathin dan pada dhahir, sebagai hasil dari khusyu'. Dan manakala telah khusyu bathin, niscaya khusyu'lah dhahir, Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   ., ketika melihat seorang laki-laki yang mengerjakan shalat dan mempermainraainkan janggutnya :
أما هذالو خشع قلبه لخشعت جوارحه
(Ammaa haadzaa lau khasya'a qalbuhu lakhasya at jawa'ri-huh).
Artinya : "Adapun orang ini jikalau khusyu'lah hatinya, maka pastilah khusyu anggota badannya'.Karena. rakyat itu adalah menurut pimpinan dari pemimpinnya, Dari itu tersebut pada do'a Nabi صلى الله عليه وسلم   :
اللهم أصلح الراعي والرعية
(Allaahumma ashlihir-raa-'iya war-ra'iyyah).
Artinya : "Ya Allah, ya Tuhanku! Perbaikilah pemimpin dan rakyat yang dipimpin", yaitu hati dan anggota badan ". (2)

Adalah Abu Bakar Shiddiq ra. di dalam shalatnya, seolah-olah dia itu tonggak. Dan Ibnu Zubair ra., seolah-olah dia itu tiang. Setengah mereka adalah menetap di dalam ruku'nya, sehingga jikalau jatuh-lah burung pipit ke atasnya, maka dia adalah seakan-akan barang keras.

Semuanya itu, adalah kehendak tabi'at manusia, dihadapan yang diagungkan daripada anak-anak dunia. Maka bagaimana pula, tidak diperlakukan yang demikian, dihadapan Raja-Diraja pada orang yang mengenai akan Raja-Diraja itu?.

Tiap-tiap orang yang tenang dengan khusyu' dihadapan selain Allah dan tidak tenang anggota badannya dengan bermain-main dihadapan Allah, maka adalah karena singkat pengetahuannya tentang kebesaran Allah dan tentang penglihatan Allah kepada rahasia dan isi hatinya.

1.Dirawikan Al Hakim Dan AtTirmidzi dari Abu Hurairah
2.Menurut AlIraqi Beliau tidak pernah Menemui Hadis ini

Berkata'Akramah tentang firmanAllah Azza wa jalla .                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
وجل الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين
(Alladzii yaraaka hiina taquumu wa taqal-lubaka fis-saajidiin).
Artinya : "Yang melihat engkau ketika engkau berdiri (mengerjakan shalat). Dan melihat gerak badan engkau diantara orang-orang yang sujud". (S.Asy-Syu'ara',ayat218— 219),yaitu : berdiri, ruku', sujud dan duduk dari orang yang mengerjakan shalat itu.

Adapun ruku' dan sujud, maka sewajarnyalah membaru ingatan kepada kebesaran Allah Ta'ala ketika mengerjakan keduanya. Dan anda mengangkatkan kedua tangan, dengan bermohon kema'afan Allah Ta'ala dari siksaanNya, dengan membaharukan niat dan mengikuti sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم  . Kemudian anda mengulangi lagi, menghinakan dan merendahkan diri kepadaNya dengan ruku' anda. Dan berusaha benar-benar melembutkan hati anda, membaharukan khusyu' anda. Anda merasakan akan demikian, kemuliaan Tuhan anda, kerendahan anda dan keagungan Tuhan anda. Anda bermohon pertolongan supaya tetaplah yang demikian itu dalam hati anda dengan lisan anda. Maka bertasbihlah akan Tuhan dan mengakuilah keagunganNya.

Bahwa Dia Maha Agung dari segala yang agung! Anda mengulang-ulangi yang demikian dalam hati anda, supaya bertambah kuat dengan mengulang-ulangi itu. Kemudian anda bangkit dari ruku' dengan mengharap, kiranya Ia merahmati anda. Dan kuatkan harapan itu pada jiwa anda, dengan bacaan :سمع الله لمن حمده  "Samiallahu liman hamidah" (Didengar oleh Allah akan siapa yang memujikanNya). Artinya : dikabulkanNya do'a orang yang mensyukuriNya.
Kemudian, anda iringi yang demikian itu, dengan kesyukuran yang menghendaki penambahan itu, lalu anda bacakan : ربنا لك الحمد "Rabbanaa lakalhamd", (Hai Tuhan kami, bagi Engkau segala jenis pujian). Anda perbanyakkan pujian itu, dengan bacaan : ملء السموات وملء الأرض "Mil-ussamaawaati wa mil-ul-ardli". (Memenuhi segala langit dan bumi). Kemudian, anda turun kepada sujud, yaitu tingkat tertinggi dari ketetapan hati. Maka anda tetapkan anggota badan anda yang termulia, yaitu, muka,kepada benda yang terhina, yaitu tanah. Kalau dapat janganlah anda buat dindingdiantara keduanya, maka sujudlah di atas bumi! Perbuatlah yang demikian, karena lebih menarik kepada kekhusyu'an hati dan lebih menunjukkan kepada kehinaan.

Apabila anda meletakkan diri anda pada tempat kehinaan, maka ketahuilah bahwa anda telah meletakkannya pada tempatnya dan telah anda kembalikan cabang kepada pokoknya. Karena anda, dari tanah dijadikan dan kepadanya anda kembali,Maka ketika itu, perbaharuilah di dalam hatimu keagungan Allah dan ucapkanlah : "سبحان ربي الأعلى Subhaana rabbial-a'laa", (Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi). Dan kuatkanlah dengan diulang-ulangi! Karena sekali adalah lemah membekasnya. Apabila hati anda telah meng-halus dan telah nyata yang demikian itu, maka benarkanlah harap-an anda kepada rahmat Allah! Karena rahmatNya bersegera kepada yang lemah dan yang hina, tidak kepada yang takabur dan meng-gagah.

Kemudian, angkatkanlah kepala anda dengan bertakbir dan bermohon hajat anda, dengan membaca :رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم  "Rabbighfir warham wa tajaawaz 'ammaa ta'lam", (Hai Tuhanku! Ampunilah dan kasihanilah! Dan lepaskanlah (aku) daripada sesuatu (dosa) yang Engkau ketahui!). Ataupun anda bacakan sesuatu do'a yang anda kehendaki. Kemudian, teguhkanlah merendahkan diri itu, dengan mengulang-ulangi membacakannya!.
Kemudian, kembalilah kepada sujud kedua seperti tadi!.

Adapun tasyahhud, maka apabila anda duduk tasyahhud itu, maka duduklah dengan adab. Dan tegaskanlah bahwa seluruh apa yang dilaksanakan dari amal perbuatan shalat dan tingkah laku yang suci, adalah karena Allah dan kepunyaan Allah. Itulah, yang dimaksudkan dengan : segala kehormatan (tahiyyah) untuk Allah, Dan hadlirkanlah di dalam hati anda, Nabi صلى الله عليه وسلم   . dan pribadinya yang mulia, dengan mengucapkan :"سلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته Salaamun 'alaika ayyuhanna-biyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh", (Selamat sejahtera kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah serta berkatNya). Dan hendak-nya benarkanlah cita-cita anda, pada menyampaikan salam kepadanya dan semoga dibalaskannya kepada anda dengan yang lebih sempurna.
Kemudian, anda mengharapkan selamat sejahtera kepada diri anda sendiri dan kepada sekalian hamba Allah yang shalih. Kemudian, anda mengharapkan kiranya Allah mengembalikan selamat sejahtera yang lebih sempurna kepada anda, sebanyak bilangan hambaNya yang shalih itu. Kemudian, anda mengakui dengan ke Esaan Allah dan kenabian Muhammad صلى الله عليه وسلم   . dengan risalah yang dibawanya, di mana anda membaharukan janji kepada Allah dengan mengulangi dua kalimah syahadah dan mengulangi kembali untuk membentengi diri dengan kalimah itu. Kemudian, anda berdo'a pada akhir shalat anda, dengan do'a yang berasal dari Nabi صلى الله عليه وسلم  serta dengan merendahkan diri, khusyu' hati, memohon, meminta dan mengharap dengan harapan yang sebenarnya, diperkenankan kiranya oleh Allah. Anda sertakan di dalam do'a itu, akan do'a kepada kedua ibu-bapa anda dan kaum muslim in lainnya.

Dan tujukan ketika memberi salam itu, kepada para malaikat dan hadlirin yang ada di tempat shalat anda. Dan niatkan menyudahi shalat dengan salam itu dan mesrakanlah di dalam hati akan rasa syukur kepada Allah Ta'ala, atas taufiqNya, dapat menyempurnakan ibadah ini!.
Dan buatkanlah sangkaan di dalam hati, bahwa anda meninggalkan shalat anda ini dan boleh jadi anda tidak akan lama hidup, dapat menyelesaikan shalat yang seperti ini lagi! Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   . kepada orang yang diberinya wasiat :
صل صلاة مودع
(Shalli shalaata muwaddi ) =
Artinya : Bershalatlah seperti shalat orang yang mengucapkan selamat tinggal!" (1)
Kemudian, rasakanlah di dalam hati akan perasaan takut dan malu dari keteledoran di dalam shalat! Dan takutilah shalat anda itu tidak diterima dan anda dikutuki dengan dosa dhahir atau bathin, lalu shalat anda itu ditolak ke muka anda. Dari itu anda berharap, kiranya diterimaNya shalat anda dengan kemurahan dan kumiaNya.

Adalah Yahya bin Watstsab apabila telah mengerjakan shalat, maka ia berhenti — masya-Allah — sampai kita kenal padanya, seperti tanda shalat. Dan adalah Ibrahim, berhenti sesudah shalat satu jam lamanya, seolah-olah ia sakit.

Maka inilah perincian shalat orang-orang yang khusyu', di mana mereka khusyu' di dalam shalatnya. Dan mereka memelihara shalatnya dan mereka tetap mengerjakan shalatnya dan bermunajah dengan Allah menurut kesanggupannya dalam peribadatan.
Hendaklah manusia mendatangkan dirinya kepada shalat yang seperti ini! Maka menurut kesanggupan yang diperolehnya, sewajarnyalah ia bergembira. Dan terhadap yang tidak diperolehnya,sewajarnyalah ia merasa rugi. Dan sewajarnyalah ia berusaha mengobati yang tidak diperolehnya itu!.

1.Dirawikan Abubakar bin malik dari Maaz Bin Jabbal

Adapun shalat orang-orang yang alpa, maka adalah membahayakan, kecuali Allah melindunginya dengan rahmatNya. Rahmat Allah adalah Maha Halus dan kemurahanNya adalah melimpah-limpah, Kita bermohon kepada Allah, kiranya Ia menyarungi kita dengan rahmatNya dan menyelubungi kita dengan ampunanNya. Karena tak adalah jalan bagi kita selain daripada mengaku dengan kelemahan daripada menta'atiNya.

Ketahuilah, bahwa melepaskan shalat dari segala bahaya, meng-ikhlaskannya karena Allah 'Azza wa Jalla dan mengerjakannya dengan segala syarat bathiniyah yang telah kami sebutkan itu, yaitu : khusyu', pengagungan dan malu, adalah sebab untuk memperoleh nur yang cemerlang di dalam hati, di mana nur itu adalah kunci dariilmu mukasyafah.
Wali-wali Allah yang memperoleh kasyaf (terbuka hijab) dengan segala alam malakut langit dan bumi serta segala rahasia ketuhanan, adalah terbukahijabnya di dalam shalat. Lebih-lebih di dalam sujud, karena hamba itu mendekati Tuhannya dengan sujud. Dari itu, berfirman Allah Ta'ala :
(Wasjud waqtarib) =وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
Artinya : "Dan sujudlah dan dekatkanlah diri (kepada Tuhan)!". (S. Al-'alaq, ayat 16).
Terbukanya kasyaf bagi tiap-tiap orang yang mengerjakan shalat itu, adalah menurut tingkat kebersihannya dari kotoran duniawi. Berbeda yang demikian itu, menurut kuat dan lemahnya, sedikit dan banyaknya, terang dan tersembunyinya, sehingga terbukalah bagi setengah mereka sesuatu itu dengan sebenar-benarnya. Dan terbukalah bagi setengah yang lain sesuatu itu sekedarnya, sebagaimana terbuka bagi setengah mereka, dunia itu dalam bentuk bangkai dan setan itu dalam bentuk anjing, yang datang meniarap memanggil kepadanya.

Dan berbeda pula, apa yang padanya mukasyafah. Setengah mereka terbuka baginya tentang sifat Allah dan kebesaranNya. Setengah mereka terbuka tentang af'al(perbuatan) Allah. Dan setengah mereka terbuka tentang yang halus-halus ilmu mu'amalah. Untuk ketentuan segala pengertian itu pada tiap-tiap waktu, ada sebab-sebab yang tersembunyi, yang tidak terhingga banyaknya.

Diantara sebab-sebab itu yang sangat sesuai, ialah cita-cita. Karena, apabila cita-cita itu ditujukan kepada sesuatu yang tertentu, maka adalah itu yang lebih utama denganterbuka (inkisyaf).

Tatkala segala keadaan ini tidak dapat terlihat, selain pada kaca yang halus licin dan kaca itu seluruhnya berkarat, maka terdindinglah daripadanya hidayah (petunjuk). Bukan karena kikir dari pihak Pemberi nikmat hidayah, tetapi karena kotoran yang berlapis-lapis karatnya pada tempat mengalirnya hidayah, di mana bergegas-gegas lidah manusia membantahnya. Karena telah menjadi tabi'at manusia, membantah yang tidak di mukanya.

Jikalau adalah bagi anak dalam kandungan, akal pikiran, niscaya dibantahnya akan kemungkinan adanya manusia pada udara luas terbuka. Jikalau adalah bagi anak kecil, dapat membedakan sesuatu, niscaya mungkin dibantahnya akan apa yang didakwakan oleh orang-orang yang berakal mengetahuinya, dari alam al-malakut langit dan bumi.

Begitulah manusia pada tiap-tiap tingkat, hampirlah selalu membantah apa yang ada pada tingkat sesudahnya. Siapa yang membantah tingkat ke-wali-an tentulah ia membantah tingkat ke-nabi-an. Dan makhluk itu dijadikan bertingkat-tingkat. Maka tidak wajarlah, tiap-tiap orang membantah yang di belakang tingkatnya.

Ya, manakala mereka meminta ini diperdebatkan dan dibahas dengan cara yang mengacaukan itu dan tidak dimintanya dari segi membersihkan hati dari selain Allah Ta'ala, niscaya mereka tiada memperolehnya, lalu membantahnya. Dan orang yang tidak dari ahli ilmu mukasyafah, maka tidak sedikit yang beriman dengan ghaib(yang tidak dapat diketahui dengan pancaindra atau yang termasuk bahagian metafisika) dan membenarkannya, sampai dapat dipersaksikannya dengan percobaan.

Pada hadits tersebut : "Bahwa hamba apabila berdiri pada shalat, maka diangkat oleh Allah dinding (hijab), antaraNya dan hamba-Nya. Ia menghadapi hambaNya dengan wajahNya. Dan berdirilah para malaikat dari sejak kedua bahunya sampai ke udara, bershalat dengan shalatnya dan mengucapkan amin atas do'anya. Bahwa orang yang mengerjakan shalat itu, bertaburanlah ke atasnya kebajikan dari puncak langit sampai kepada belahan kepalanya. Dan menyerulah seorang penyeru : "Jikalau tahulah orang yang bermunajah ini dengan siapa ia bermunajah, niscaya ia tidak berpaling kepada yang lain. Bahwa pintu-pintu langit itu, dibuka bagi orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan Allah 'Azza wa Jalla mem-banggakan kepada para malaikatNya akan hambaNya yang bersha lat itu". (1)

1.Hadis ini menurut Aliraqi tidak pernah menjumpainya

Maka pembukaan pintu-pintu langit dan muwajahah Allah Ta'ala dengan wajahNya akan hambaNya, adalah kinayah dari kasyaf yang kami sebutkan itu.
Dalam Taurat, tertulis : "Hai anak Adam! Jangan engkau merasa lemah berdiri dihadapanKu, sebagai orang yang bershalat, yang menangis. Akulah Allah yang engkau dekati dari hati engkau dan dengan ghaib, engkau melihat akan nurKu".
Ia berkata : "Maka kita melihat bahwa kehalusan perasaan, ketangisan dan keterbukaan yang diperoleh oleh orang yang bershalat dalam hatinya, adalah dari kedekatan Tuhan dari hatinya. Dan apabila tidak ada kedekatan ini, yaitu dekat dengan tempat, maka tidak adalah artinya, selain dari kedekatan dengan hidayah, rahmat dan terbuka hijab. Dan dikatakan, bahwa hamba itu apabila bershalat dua raka'at, niscaya ta'jublah sepuluh barisan daripada malaikat. Tiap-tiap barisan adalah sepuluh ribu banyaknya. Dan Allah membanggakan dengan hambaNya yang bershalat itu, kepada seratus ribu malaikat. Yang demikian ini, adalah karena hamba itu telah mengumpulkan di dalam shalatnya, antara berdiri, duduk, ruku' dan sujud. Dan telah dipisah-pisahkan oleh Allah yang demikian, itu kepada empat puluh ribu malaikat. Maka para malaikat yang berdiri, mereka tidak ruku' sampai hari qiamat. Dan yang sujud, tidak mengangkat kepalanya, sampai hari qiamat. Dan begitu pulalah yang ruku' dan yang duduk.

Maka apa yang direzekikan oleh Allah kepada para malaikat itu, dari kedekatan diri dan derajat tinggi, adalah berlaku terus-menerus demikian, dalam suatu keadaan, tiada bertambah dan tiada berkurang. Dan karena itulah, diceriterakan oleh Allah, bahwa para malaikat itu berkata :
وَمَا مِنَّا إِلا لَهُ مَقَامٌ مَعْلُومٌ
(Wa maa minnaa illaa lahuu maqaamun ma'luum).
Artinya : "Dan tak adalah dari kami selain dari suatu kedudukan yang dimaklumi".(S. Ash-Shaffat, ayat 164).

Dan manusia itu berbeda daripada malaikat, tentang kenaikan dari tingkat ke tingkat. Maka senantiasalah manusia itu mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, lalu memperoleh faedah bertambahnya kedekat itu, Dan pintu untuk tambah mendekat, adalah tertutup bagi para malaikat as. Dan tidaklah bagi masing-masing malaikat, melainkan derajatnya yang diuntukkan kepadanya dan ibadahnya yang tetap dikerjakannya. Tidak berpindah kepada yang lain dan tidak berhenti dari ibadah yang tertentu itu.
وَمَنْ عِنْدَهُ لا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلا يَسْتَحْسِرُونَ  يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لا يَفْتُرُونَ"Para malaikat itu tiada menyombong dengan ibadahnya dan tiada merasa letih. Mereka bertasbih siang dan malam dan tiada pernah berhenti". (S. Al-Anbiya', ayat 19 — 20).

Kunci bertambahnya derajat itu, ialah shalat. Berfirman AllahTa'ala :
...قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ  الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ 
(Qad aflahal-mu'minuunal-ladziina hum fii shalaatihim khaasyi-'uun).
Artinya : "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman itu. Mereka yang khusyu dalam shalatnya". (S. Al-Mu'minun, ayat 1 dan 2).Allah memujikan mereka sesudah iman, dengan shalat tertentu, yang disertai dengan khusyu'.Kemudian disudahiNya sifat-sifat orang yang beruntung itu, dengan shalat pula, maka berfirman Ia :
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
"Dan mereka yang menjaga shalatnya". (S. Al-Mu'minun, ayat 9).
kemudian berfirman Allah Ta'ala, mengenai buah dari sifat-sifat itu : "Itulah orang-orang yang mempusakai. Mereka yang mempusakai sorga firdaus. Mereka kekal di dalamnya". (S. Al-Mu'minun, ayat 10 dan 11).Allah menyifatkan mereka, pertamadengan keberuntungan dan penghabisan dengan mempusakai sorga Firdaus. Dan menurut pendapatku, bahwa banyaknya kata-kata dari lidah serta hati alpa, berkesudahan sampai kepada batas itu.Karena itulah, berfirman Allah Ta'ala tentang orang-orang yang berlawanan dengan mereka :
 مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ  قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
(Maa salakakum fii saqara. Qaaluu lam naku minal-mushalliin).Artinya : "Apakah yang membawa kamu masuk neraka,? Mereka menjawab : "Kami tiada termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat(S. Al-Muddatstsir, ayat 42 dan 43).

Orang-orang yang mengerjakan shalat itu, ialah mereka yang mewarisi sorga firdaus. Merekalah yang menyaksikan nur Allah Ta'ala, memperoleh kesenangan dengan mendekatiNya dan dekatNya dari hati mereka.

Kita bermohon pada Allah, kiranya dijadikanNya kita sebahagian dari mereka dan dilindungiNya kita dari siksaan yang ditimpakan kepada orang-orang yang terhias kata-katanya dan keji perbuatannya. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah, yang menganugerahkan bermacam-macam nikmat, yang qadim, mempunyai banyak kebaikan.
Rahmat Allah kepada tiap-tiap hambaNya yang pilihan!.

Hikayat dan Cerita:Tentang shalat orang-orang khusyu Kiranya Allah merelai amalan mereka.
Ketahuilah, bahwa khusyu', adalah buah iman dan natijah keyakinan, yang diperoleh dengan kebesaran Allah 'Azza wa Jalla. Siapa yang direzekikan demikian, adalah ia orang khusyu' di dalam shalat dan pada bukan shalat. Bahkan di dalam kesepiannya dan di dalam kamar kecil ketika membuang air.

Sesungguhnya, yang mengharuskan khusyu' itu, ialah mengetahui menglihatnya Allah kepada hamba, mengetahui kebesaranNya dan mengetahui keteledoran hamba.
Maka dari segala pengetahuan ini, terjadilah khusyu' dan tidaklah pengetahuan itu tertentu dengan shalat saja. Dari itu diriwayatkan dari setengah mereka, bahwa ia tiada mengangkatkan kepalanya arah ke langit selama empat puluh tahun, karena malu kepada Allah Ta'ala dan khusyu' kepadaNya.

Ar-Rabi' bin Khaitsam, karena sangat memicingkan matanya dan menekurkan kepalanya, lalu disangka oleh sebahagian orang, bahwa ia buta. Ia bulak-balik ke rumah Ibnu Mas'ud selama dua puluh tahun. Apabila dilihat oleh budak wanita Ibnu Mas'ud, lalu budak itu mengatakan kepada Ibnu Mas'ud : "Teman tuan yang buta itu telah datang!". Maka Ibnu Mas'ud tertawa mendengar perkataan budak wanitanya itu.

Apabila Ar-Rabi' mengetok pintu, lalu budak wanita itu keluar. Maka dilihatnya Ar-Rabi' menekur dan memicingkan matanya. Dan Ibnu Mas'ud, apabila memandang kepadanya, berkata : وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Artinya : "Gembirakanlah orang-orang yang merendahkan diri!". (S. Al-Hajj, ayat 34).
Demi Allah! Kalau dilihat engkau oleh Muhammad صلى الله عليه وسلم   ., niscaya gembira beliau kepada engkau". Pada riwayat yang lain : "niscaya sayang beliau akan engkau". Dan pada riwayat yang lain : "niscaya tertawa beliau".

Pada suatu hari, Ar-Rabi pergi bersama Ibnu Mas'ud kepada tukang besi. Maka tatkala dilihatnya tempat api yang ditiup dan api yang menyala-nyala, lalu peninglah Ar-Rabi' dan jatuh pingsan ke Lantai,. Dan Ibnu Mas'ud duduk pada kepalanya, sampai masuk waktu shalat, dia belum sembuh. Lalu didukung oleh Ibnu Mas'ud dibawa pulang ke rumahnya. Ia pingsan terus sampai kepada sa'at dia mulai pening tadi. Sehingga luputlah lima shalat. Dan Ibnu Mas'ud yang duduk pada kepalanya mengatakan : "Demi Allah! Inilah yang dinamakan takut!".

Ar-Rabi' mengatakan : "Tiadalah sekali-kali aku masuk ke dalam shalat, yang aku pentingkan di dalamnya, selain dari apa yang aku bacakan dan apa yang dibacakan kepadaku".
Adalah 'Amir bin Abdullah, termasuk orang yang khusyu' di dalam shalat. Dan apabila ia mengerjakan shalat, kadang-kadang anak perempuannya memukul rebana dan wanita-wanita bercakap-cakap sesuka hatinya di rumah. Ia tidak mendengar dan tidak memahami yang demikian itu. Dan pada suatu hari, ditanyakan kepadanya : "Adakah jiwa engkau mengatakan sesuatu kepada engkau di dalam shalat?".

la menjawab : "Ya, ada, dengan tegakku dihadapan Allah 'Azza wa Jalla dan berpaling aku kepada salah satu dari dua negeri".

Ditanyakan lagi : "Adakah engkau mendapati sesuatu daripada hal-ikhwal duniawi?".
Ia menjawab : "Meskipun tanggal gigiku, aku lebih menyukai dari pada aku dapati di dalam shalatku, apa yang kamu dapati". Dan adalah 'Amir bin Abdullah mengatakan lagi : "Jikalau terbukalah tutup, niscaya tidaklah bertambah keyakinanku"

Dan adalah Muslim bin Yassar, termasuk diantara orang yang khusyu' di dalam shalat. Dan telah kami nukilkan dahulu, bahwa ia tiada merasa dengan jatuhnya tiang dalam masjid dan dia waktu itu di dalam shalat. Dan kenallah salah satu daripada anggota badan sebahagian mereka, yang memerlukan kepada dipotong. Dan pe-motongan itu, tidak mungkin dilakukan.
Maka ada yang mengatakan, bahwa kalau dia di dalam shalat, niscaya tiada merasakan dengan apa yang dilakukan ke atas dirinya. Maka dipotonglah, ketika ia di dalam shalat.

Betapa sebahagian mereka bahwa shalat itu dari akhirat. Apabila kita masuk ke dalamnya, maka kita telah keluar dari dunia. Ditanyakan kepada seorang khusyu' yang lain : "Adakah jiwamu mem-bicarakan sesuatu tentang urusan duniawi di dalam shalat?. Ia menjawab : "Tidak dalam shalat dan tidak pada yang lain dari shalat".

Ditanyakan setengah mereka : "Adakah engkau teringat sesuatu dalam shalat?".
Maka ia menjawab : "Adakah sesuatu yang lam, yang lebih saya cintai daripada shalat, maka saya ingat dia di dalam shalat?".

Berkata Abud-Darda' ra. : "Diantara tanda mengertinya seseorang, ialah dia memulai dengan keperluannya, sebelum ia masuk ke dalam shalat. Supaya ia masuk ke dalam shalat itu dan hatinya kosong dari yang lain".
Setengah mereka, tidak berlama-lama di dalam shalat, karena takut datang was-was(gangguan pikiran, tiada tenteram).

Diriwayatkan, bahwa 'Ammar bin Yasir, mengerjakan suatu shalat lalu tidak berlama-lama padanya, Maka orang bertanya kepadanya : "Mengapakah engkau sederhanakan shalat itu, wahai Abul-Yaq-dhan?".

Maka 'Ammar menjawab : "Adakah engkau melihat, aku mengu-rangkan sesuatu dari batas-batas yang dimestikan dari shalat?". "Tidak!" menjawab yang bertanya tadi.

Maka menyambung 'Ammar : "Aku memburu, di waktu setan lengah. Bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم   . bersabda : "Bahwa hamba yang mengerjakan shalat itu, tidak dituliskan untuknya setengah shalat, Udak sepertiganya, tidak seperempatnya, tidak seperlimanya, tidak seperenamnya dan tidak sepersepuluhnya". Dan seterusnya Nabi menjelaskan : "Sesungguhnya, dituliskan bagi hamba itu daripada shalatnya, ialah apa yang dipergunakannya akal padanya".

Dan diceriterakan bahwa Thalhah, Az-Zubair dan segolongan dari para shahabat ra., adalah termasuk diantara orang yang mengerjakan shalat dengan sederhana (tidak mengerjakannya dengan cara yang memberatkan). Mereka itu mengatakan : "Kami menyegerakan shalat itu, karena menjaga daripada gangguan setan".

Diriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khaththab ra. berpidato atas mimbar : "Sesungguhnya orang itu beruban kedua jambangnya dalam Islam dan tidak disempurnakannya shalat karena Allah Ta'ala".

Lalu orang menanyakan : "Bagaimanakah, maka demikian?"!
Menjawab Umar : "Tidak sempurna khusyunya, tawadlunya dan menghadapnya ke hadlirat Allah Ta'ala di dalam shalat itu".

Lalu orang menanyakan : "Bagaimanakah, maka demikian?"'

Menjawab Umar : "Tidak sempurna khusyu-nya, tawadlunya dan menghadapnya ke hadlirat Allah Ta'ala di dalam shalat itu".

Ditanyakan Abul-Aliyah tentang firman Allah Ta'ala : (Alladziinahum 'an shalaatihim saahuun).الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَArtinya : "Mereka yang lalai dari shalatnya ". (S. Al-Ma'un, ayat 5) lalu ia menjawab : "Yaitu, orang yang lalai dalam shalatnya. Ia tidak tahu, pada raka'at berapa ia berpindah. Adakah atas yang genap atau atas yang ganjil?".

Dan berkata Al-Hasan : "Yaitu, orang yang lalai dari waktu shalat, sehingga waktu itu keluar",
Berkata setengah meraka : "Yaitu, orang kalau mengerjakan shalat pada awal waktu, ia tiada gembira. Dan kalau dikemudiankannya dari waktu, ia tiada merasa sedih. Ia tiada melihat kebajikan dengan menyegerakan shalat dan dosa dengan mengemudiankannya".

Ketahuilah! Bahwa shalat itu, kadang-kadang dikira sebahagian-nya dan ditulis sebahagiannya, tanpa sebahagian lagi, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits kepada yang demikian itu.

Kalau ada ahli fiqih mengatakan bahwa shalat itu mengenai syahnya, tidak terbagi-bagi. Tetapi yang demikian, adalah mempunyai pengertian lain yang telah kami sebutkan dahulu.
Pengertian itu, telah ditunjukkan oleh beberapa hadits, karena telah tersebut pada suatu hadits, tentang "penempelan kekurangan fardiu dengan sunat'. Pada suatu hadits tersebut : "Berkata 'Isa as. : Berfirman Allah Ta'ala : "Dengan fardlu, mendapat kelepasan hambaKu daripada 'azabKu. Dengan sunat, mendekatkan diri hambaKu kepadaKu ".

Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم   : "Berfirman Allah Ta'ala : Tiada mendapat kelepasan hambaKu daripada 'azabKu, selain dengan mengerjakan apa yang Aku wajibkan kepadanya
Diriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم   "mengerjakan suatu shalat, maka tertinggallah dari bacaannya suatu ayat. Maka tatkala Nabi صلى الله عليه وسلم   . berpaling. lalu bartanya : "Apakah yang aku bacakan tadi?". Maka berdiam dirilah orang ramai, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم  bertanya kepada Ubai bin Ka'b ra. Ubai menjawab : "Engkau membaca surat anu dan engkau tinggalkan ayat anu. Kami tiada mengetahui, apakah ayat itu sudah dimansukhkan atau sudah diangkatkan?".
Maka menyahut Nabi صلى الله عليه وسلم   : "Benar, engkau, wahai Ubai!", "Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم   menghadap kepada orang yang banyak itu, seraya bersabda :"Bagaimanakah kiranya keadaan kaum yang mengerjakan shalatnya, menyempurnakan shafnya dan Nabi mereka berada dihadapan mereka? Mereka tiada tahu apa yang dibacakan Nabi mereka, kepada mereka dari kitab Tuhan. Ketahuilah bahwa Bani lsrail telah berbuat demikian, Maka diwahyukan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Nabi mereka, yang artinya  "Katakanlah kepada kaummu! : Engkau hadlirkan kepadaKu badanmu, engkau berikan kepadaKu lidahmu dan engkau jauhkan daripadaKu hatimu, Adalah batil apa yang engkau kerjakan itu!",

Ini menunjukkan bahwa memperhatikan apa yang dibacakan imam dan memahaminya, adalah ganti daripada membacakan sendiri surat itu. Dan, berkata setengah mereka : "Bahwa orang yang bersujud suatu sujud kepada Allah, adalah ia menghampirkan diri dengan sujud itu kepadaNya. Maka kalau dibagikan segala dosanya pada sujudnya itu kepada penduduk kotanya, niscaya binasalah mereka itu semuanya".

Lalu orang bertanya : "Bagaimanakah terjadi yang demikian itu?".
Menjawab setengah mereka tadi : "Adalah orang itu sujud pada Allah, sedang hatinya memperhatikan kepada hawa-nafsu dan menyaksikan yang batil, yang telah mempengaruhinya''.

Inilah sifat orang-orang yang khusyu, Telah dibuktikan oleh ceritera dan riwayat tadi serta yang telah kami bentangkan, bahwa pokok pada shalat ialah khusyu' dankehadliran hati. Dan semata-mata gerak serta alpa, adalah kurang faedahnya padahari kembali (hari akhirat).
Wallahu Alam! Allah Maha Tahu!
Kita bermohon kepada Allah taufiq yang baik!.

Post a Comment

2Comments
Post a Comment